Sajjah binti al-Harits bin Suwaid bin Aqfan at-Tamimiyah (mati tahun 55 H/675 M) satu-satunya nabi palsu wanita yang berasal dari Bani Tamim. Dia adalah seorang dukun dari bani Tamim yang mengaku sebagai “Nabi” pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq, tokoh lainnya yang mengikuti Sajjah adalah Malik bin Nuwairah. Bersamaan dengan munculnya nabi palsu Sajjah, muncul pula Musailamah al-Kazzab dari Yamamah. Kalau pada awalnya antara Sajjah dan Musailamah memperebutkan posisi sebagai “Nabi palsu” bahkan berlawanan, akhirnya mereka bekerjasama bahkan kawin.
Ketika dua nabi palsu itu berkampanye, maka tejadilah ketegangan antara dua pasukan besar, yaitu pasukan Sajjah dan Musailamah. Padahal tujuan mereka adalah sama yaitu meruntuhkan pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Untuk meredam ketegangan itu, dua panglima pasukan mengadakan lobi. Akhirnya, Musailamah (nabi palsu lelaki) bertemu empat mata dengan Sajjah (nabi palsu perempuan) dalam sebuah tenda. Melihat kecantikan Sajjah, Musailamah langsung merayunya dan terjadilah perzinaan dua nabi palsu di dalam tenda, tanpa diketahui para pengikutnya. Akhirnya, Sajjah nabi palsu wanita dinikahi oleh Musailamah yang juga nabi palsu di zaman itu. Malik bin Nuwairah sebagai panglima pasukan Sajjah, menghadapi Khalid bin Walid di Wadi al-Battah, ditempat dimana Malik bin Nuwairah dapat ditangkap dan akhirnya terbunuh.
Sedangkan pasukan Musailamah al-Kazzab bertambah kuat dengan bergabungnya pasukan Sajjah (kolaborasi dua nabi palsu), mencapai jumlah 40.000 pasukan. Sedangkan pasukan Islam dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal (yang masuk Islam setelah Fathu Mekah), namun sayang pasukan Islam yang dipimpin Ikrimah dapat dikalahkan oleh Musailamah al-Kazzab, sehingga Khalifah Abu Bakar di Madinah memerintahkan Khalid bin Walid untuk melanjutkan memimpin pasukan untuk menggempur pasukan Musailamah.
Khalid bin Walid menggerakkan pasukannya menuju Wadi al-Aqraba, di tempat ini terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat antara kedua belah pihak, begitu dahsyatnya pertempuran ini sehingga kekuatan Islam mengalami tekanan. Menghadapi keadaan tersebut Khalid bin Walid melakukan tipu muslihat, seakan-akan pasukan Islam mundur, sehingga pasukan Musailamah maju untuk mengumpulkan harta rampasan. Pada saat pasukan Musailamah sibuk mengumpulkan harta rampasan, Khalid dan pasukannya dengan gerakan kilat, kembali menyerang pasukan Musailamah, sehingga dapat menghancurkann mereka dan sisanya melarikan diri ke dalam kota benteng al-Hadiqat. Benteng ini memiliki dinding-dinding yang kukuh dan sukar ditembusi. Setelah beberapa waktu dikepung, akhirnya benteng al-Hadiqat dapat ditembus, dan terjadilah perang yang sangat mengerikan di dalam benteng ini, mereka yang tidak kembali kepada Islam dibunuh, sehingga benteng “Hadiqaturrrahman” (Taman kenikmatan) berubah menjadi “Hadiqatul maut” (Taman kematian), termasuk Nabi palsu Musailamah al-Kazzab tersebut. Diperkirakan dalam peperangan ini terbunuh 12.000 pasukan Musailamah dan 600 pasukan Islam, sebagian besarnya adalah sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur’an, yang menyebabkan Umar bin Khattab khawatir terhadap keberlangsungan terpeliharanya Al-Qur’an melalui hafalan dan cacatan wahyu para sahabat.
Sumber : Situs PCNU Kendal
ADS HERE !!!