Aktivitas Dakwah Syaikh Nawawi Al-Bantani
Syaikh Nawawi adalah pribadi yang sederhana, Ulama Indonesia yang satu ini mewakili Ulama Jawi --- sebutan untuk Ulama asal Indonesia --- yang memiliki reputasi dalam bidang intelektualisme yang tinggi di balik kesederhanaannya tersebut. Kalangan cendekiawan muslim di dunia Arab pada masa itu, mengakui keulamaan dan kecendekiawanan Syaikh Nawawi Al-Bantani. Sehingga melalui reputasi Syaikh Nawawi tersebut, nama Al-Jawi, menjadi terangkat. Ternyata orang ajam seperti Indonesia memiliki kemampuan intelektual yang tidak kalah bahkan diakui Syaikh Nawawi, memiliki kemampuan intelektual yang sangat brillian di antara ulama pada masanya. Termamsuk dalam aktivitas dakwah atau pengembangan agama Islam, Syaikh Nawawi telah berkiprah banyak dalam hal mendakwahkan pesan-pesan ajaran Islam kepada para kader yang nantinya ikut menjadi penyambung lidah bagi kegiatan dakwah.
Dalam aktifitas kehidupan Syaikh Nawawi, Syaikh Nawawi menggunakan hari-harinya untuk kegiatan keagamaan, tegasnya yaitu menggunakan aktifitas hari-harinya untuk dakwah Islamiyah.
Sumbangan yang dilakukan Syaikh Nawawi dalam aktifitas dakwah Islamiyah sangat berharga. Dan hal itu dilakukan oleh beliau dengan penuh keikhlasan dan penuh kesadaran.
Aktivitas apa saja yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani tersebut? Dengan aktivitas yang membawa nilai manfaat bagi pengembangan agama Islam, nama Syaikh Nawawi menjulang tinggi berkat kiprah dan keikhlasannya dalam ikut serta mengembangkan ajaran-ajaran Islam.
Aktifitas Syaikh Nawawi dalam aktivitas dakwah Islamiyah, antara lain.
(1) Mengajarkan Islam
Syaikh Nawawi merupakan seorang ulama yang banyak jasanya bagi pengembangan agama Islam. Aktifitasnya di bidang dakwah sangat banyak membantu bagi terlaksananya keberhasilan dakwah.
Di Indonesia, para ulama banyak yang telah berjasa dalam kegiatan penyebaran dan pengembangan agama Islam. Demikian pula Syaikh Nawawi. Dalam hal ini, Syaikh Nawawi tidakm sendirian, para ulama di Indonesia yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan Al-Jawi -- di awal abad ke-19 banyak yang berperan di masyarakat dalam rangka mengembangkan agama Islam. Mereka turut mengisi lembaran sejarah dakwah islamiyah di Indonesia yang telah ditanamkan dan dirintis oleh para wali sembilan yang dikenal dengan sebutan Walisongo.
Mereka antara lain; Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syaikh Nawawi Banten, Sayid Utsman bin Yahya Jakarta, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau dan lain-lain. Mereka terkenal sebagai ulama yang turut berjasa dalam negara Indonesia dalam tugasnya mengembangkan ajaran agama Islam atau dakwah islamiyah, baik dakwah melalui lisan, maupun dakwah melalui tulisan.
Para ulama sebagai tokoh panutan, mengembangkan Islam dengan berbagai cara. Antara lain dengan mengajarkan agama Islam kepada anak didik atau muridnya. Dimana melalui pendidikan ini, dapat dikader calon-calon penerus perjuangan dakwah.
Pengembangan agama Islam tidak bisa lepas dari pengajaran dan pendidikan agama Islam. Pada waktu itu Mekkah adalah pusat pendidikan Islam yang menjadi tumpuan para murid dari berbagai negara dunia Islam. Sebab disamping menuntut ilmu, mereka juga bisa menunaikan ibadah haji yang merupakan rukun Islam yang ke-lima.
Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan, bahwa "Diantara mereka yang datang ke tanah suci untuk menunaikan rukun Islam yang ke-lima itu, juga mereka yang menetap di Mekkah atau Madinah untuk memperdalam cabang ilmu agama.
Demikian pula Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi ini. Di Mekkah beliau belajar dan kemudian mengajar para murid tentang pengetahuan agama Islam. Berbagai cabang dan disiplin ilmu diajarkan oleh Syaikh Nawawi. Beliau memang diakui sebagai seorang ulama ensiklopedi yang menguasai berbagai cabang dan disiplin ilmu.
Ada perbedaan pendapat dalam hal Syaikh Nawawi mengajar di Mekkah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Syaikh Nawawi memang mengajar di Mekkah, akan tetapi Syaikh Nawawi tidak mengajar di Masjid al-Haram, beliau hanya mengajar di rumahnya saja. Pendapat yang lain mengatakan bahwa dissmping beliau mengajar di rumahnya, beliau juga mengajar di Masjid al-Haram.
Pendapat pertama dinyatakan oleh Snock Hurgronje, seorang orientalis Belanda, yang pernah mengadakan kunjungan ke Mekkah selama 6 bulan pada tahun 1884/1885.3 Snouck di Mekkah menemui tokoh-tokoh ulama dari kawasan Al-Jawi termasuk Syaikh Nawawi Al-Jawi yang pada waktu kedatangan Snouck Hurgronje di Mekkah nama Syaikh Nawawi amat masyhur. Dalam hal ini Snouck Hurgronje menulis sebagai berikut:
"Pernah saya minta kepadanya mengapa ia tidak mengajar di Masjid al-Haram. Dia menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemurnian seorang Profesor Arab. Sesudah itu saya mengatakan bahwa banyak orang yang tidak berpengetahuan sedalam dia, toh mengajar disana juga. Dia menjawab "kalau mereka diijinkan untuk mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk itu.”
Pernyataan Snouck tersebut dijawab oleh Dr. Martin van Bruinessen, seorang pengamat Belanda dan konsultan bidang Metodologi Penelitian Sosial LIPI, yang sudah masuk Islam dalam suatu kesempatan wawancara dengan penulis di Yogyakarta, sebagai berikut :
"Mungkin benar, bahwa ketika Snouck Hurgronje mengadakan kunjungan ke Makkah yaitu pada tahun 1884/1885 M, Syaikh Nawawi belum mengajar di Masjid Al-Haram dan ketika itu Syaikh Nawawi hanya mengajar di rumahnya saja. Sedangkan Scnouck ketika di Makkah hanya selama 6 bulan. Dan itu tidak menutup kemungkinan bahwa sesudah tahun-tahun itu -- sesudah Snouck Hurgronje meninggalkan Mekkah -- Syaikh Nawawi kemudian mengajar di Masjid Al-Haram.
Pendapat DR. Martin van Bruinessen tersebut menurut hemat penulis bisa diterima. Sebab ternyata tidak sedikit penulis yang mengatakan bahwa Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram. Dalam hal ini Chaidar mengatakan bahwa "Setiap mengajar di Majid al-Haram terlihat jumlah murid dan anak didiknya yang hadir tidak kurang dari 200 orang"
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa Dalam memberikan pengajian (pengajaran) terutama di Masjd al-Haram, beliau dikenal sebagai guru yang simpatik, sangat dalam penjelasan-penjelasannya dalam ilmunya dan ternyata sangat komunikatif"
Bahkan sebagaimana dinyatakan oleh KH. Ma'ruf Amin, bahwa di samping Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram, beliau juga menjadi Imam di sana. Bahkan lebih lanjut Ma'ruf Amin menyatakan :
"Namanya semakin harum setelah di serambi rumahnya di Perkempungan Syi'ib Ali, Mekkah, pemuda Nawawi memberi kuliah kepada murid-muridnya yang jumlahnya puluhan orang. Selain menjadi Imam di Masjid al-Haram, Syaikh Nawawi juga mengajar dan mengadakan ceramah secara berkala"
Disamping beberapa uraian di atas, menurut hemat penulis bahwa disamping Syaikh Nawawi mengajar di rumah, beliau juga mengajar di Masjid al-Haram. Sebab ternyata rumah tempat tinggal beliau tidak jauh dari Masjid al-Haram, hanya berjarak 500 meter.
Alasan lain adalah kealiman dan kepandaian Syaikh Nawawi cukup diakui oleh masyarakat dan ulama Mekkah. Disamping pergaulannya yang intensif dengan mereka. Maka sangat logis apabila Syaikh Nawawi membuka pengajian untuk para murid di Masjid al-Haram. Akan tetapi disamping Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram beliau juga mengajar di rumahnya sendiri.
Dengan demikian menjadi semakin kuat-lah pendapat yang mengatakan bahwa Syaikh Nawawi mengajar di Masjid al-Haram Mekkah. Hal ini dilakukan oleh Syaikh Nawawi dalam rangka kegiatan pendidikan dan pengajaran guna mengembangkan agama Islam dan kegiatan dakwah Islamiyah. Kegiatan ini dilakukan oleh Syaikh Nawawi sebagai metode berdakwah atau menyempaikan ajaran-ajaran Islam. Murid-murid yang datang kepadanya untuk menuntut ilmu tidak sedikit yang berhasil. Di Indonesia muridnya antara lain K.H. Wasith, pimpinan pejuang Pemberontakan Cilegon (1888 M), K.H. Hasyim Asy'ari tokoh dan pendiri NU, KH. Ahmad Dahlan tokoh dan pendiri Muhammadiyah, dan lain-lain.
Dalam hal mengajar, Nawawi menerima murid baru sejak tingkat permulaan tata Bahasa Arab, di samping murid yang sudah cukup pintar dan yang mengajar sendiri di tempat mereka. Golongan ini mengambil alih sebagian tugasnya di pendidikan dasar, seperti juga beberapa orang yang hidup di rumahnya antara lain adiknya Abdullah 16 tahun yang sepanjang hidupnya dididik oleh kakaknya.
Dalam tugasnya mengajar pelajaran mengenai agama Islam, Syaikh Nawawi cukup berhasil. Di Mekkah, Nawawi mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada para mahasiswa yang berdatangan ke sana dari berbagai negara. Baik dari Indonesia maupun Arab, atau dari wilayah dunia Islam yang lain, dimana mereka bermukim di Mekkah dalam rangka menuntut ilmu dari para ulama kenamaan di pusat pendidikan Islam di Mekkah.
|
Makam Syaikh Nawawi Al-Bantani |
(2) Mendakwahkan Islam Melalui Karya Tulis
Dakwah Islam bisa dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan, baik melalui dakwah bil lisan (dakwah melalui lisan), dakwah bil kitabah (dakwah melalui tulisan) maupun dengan cara dakwah bil-hal (dakwah melalui amal nyata). Kesemuanya bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan atau ajaran Islam kepada masyarakat luas.
Sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, Syaikh Nawawi disamping mengajar dan mendidik para murid yang datang kepadanya untuk menuntut ilmu, beliau juga menggunakan waktu- waktunya untuk menulis atau mengarang buku-buku mengenai keislaman. Menulis merupakan kegiatan yang digemarinya dalam rangka berdakwah. Karya-karya Syaikh Nawawi merupakan warisan intelektual Islam yang sangat berharga bagi generasi sesudahnya.
Syaikh Nawawi adalah seorang penulis yang berbakat dan produktif. Buku-buku karyanya telah banyak yang diterbitkan dan menyebar di berbagai kawasan dunia Islam. Bahkan untuk di kawasan pesantren-pesantren di seluruh Indonesia dan di Asia Tenggara buku-buku karya Syaikh Nawawi amat terkenal.
Sebagaimana telah disebutkan dalam uraian terdahulu, bahwa Syaikh Nawawi berhasil menulis karya tulis yang jumlahnya cukup banyak. Beliau adalah merupakan seorang ulama dan pengarang yang produktif dan berbakat. Tulisannya hampir mencakup berbagai disiplin keilmuan mulai dari ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu fiqh, ilmu tauhid, ilmu akhlaq, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa Syaikh Nawawi menguasai keilmuan Islam secara komprehensif.
Snouck Hurgronje, menyebut bahwa jelas sekali adalah bahwa keistimewaan ulama kita ini -- Syaikh Nawawi -- terletak lebih di bidang penanya daripada lidahnya. Mengenai jumlah buku karya Syaikh Nawawi, ada perbedaan pendapat. Buah karya Nawawi, ada yang menyebut 115 buah, dan ada yang menyebut 99 buah, dan ada yang menyebut 41 buah.
Sementara menurut Yousuf Alian Sarkis, dalam bukunya Dictionary of Arabic Printed Books, menyebut bahwa ada 38 buah buku Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan oleh penerbit di Mesir maupun di Mekkah. Bahkan diantaranya ada yang sudah cetak ulang untuk kesekian kalinya.
Di dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, disebutkan bahwa karya Syaikh Nawawi cukup banyak, baik yang sudah diterbitkan maupun yang belum diterbitkan dan seluruhnya berjumlah lebih dari 115 buah.
Dengan hasil yang cukup banyak tersebut, dapat dipastikan bahwa Syaikh Nawawi adalah seorang ulama pengarang yang produk tif, tekun dan cerdas. Dan karya-karya tersebut merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi pengembangan dakwah Islamiyah. Yayasan An-Nawawi Al-Bantani, Tanara, Banten, sebuah yayasan yang didirikan pada tahun 1980 oleh keturunan Syaikh Nawawi, sekarang diketuai oleh K.H. Ma'ruf Amin, Yayasan tersebut memiliki 41 buah kitab karya Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan dan menyebar di berbagai toko buku.
Melihat karya-karya tulis Syaikh Nawawi yang banyak itu, dapat kiranya disimpulkan bahwa Syaikh Nawawi adalah pennulis dan pengarang yang produktif. Bagi seorang penulis, karya yang sampai puluhan bahkan ratusan adalah sebuah prestasi gemilang. Apalagi ditulis pada masa sarana dan fasilitas apa adanya, belum selengkap sekarang.
Ulama-ulama terkenal dari Indonesia dan Asia Tenggara yang mengarang buku atau kitab dalam bahasa Arab, menurut hemat penulis belum ada yang melebihi prestasi sebagaimana Syaikh Nawawi dalam menulis. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari menulis sebanyak 10 buah. Syaikh Daud bin Abdullah Al-Fathani menulis sebanyak 37 buah kitab. Syaikh Mahfudz At-Tirmasi, dari Termas Pacitan emnulis buku sebanyak 5 buah kitab. Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, menulis sebanyak 31 kitab.
Dengan demikian, sepanjang data-data yang dapat diketahui, bahwa diantara para ulama dari Indonesia bahkan dari Asia Tenggara, Syaikh Nawawi-lah penulis yang paling produktif. Sebab dibandingkan dengan karya-karya para ulama lainnya dari Indonesia dan Asia Tenggara, karya Nawawi adalah yang paling banyak, paling tidak terdapat 41 buah kitab karya Syaikh Nawawi yang telah diterbitkan dan menyebar di berbagai pelosok dunia Islam.
Menurut DR. KH. Idham Chalid, mengingat jumlah besar kitab-kitab karangannya Syaikh Nawawi Al-Bantani yang isinya mencakup seluruh kebutuhan masyarakat, dimana kitab-kitabnya tersebar luas di Timur Tengah, Asia, dan Indonesia, maka sepatutnyalah kepadanya kita berikan predikat Pujangga Dunia Islam.
Kitab-kitab karya Syaikh Nawawi berisi pembahasan ilmu yang sampai sekarang masih tetap dikaji di Pesantren-Pesantren di Indonesia. Berdasarkan penelitian DR. Martin van Bruinessen, seorang pengamat dari Belanda, bahwa karya-karya Nawawi masih mendominasi Pesantren, melebihi karya ulama lainnya. Martin menyatakan hal tersebut berdasarkan pada penelitiannya atas 40 Pesantren di Indonesia.
Berdasarkan keterangan-keterangan sebagaimana tersebut diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Syaikh Nawawi adalah seorang penulis yang produktif dan berbakat.
Syaikh Nawawi menggunakan metode dakwah dengan karya tulis atau menuliskan materi-materi dakwah ke dalam karya-karyanya. Sebagaimana dapat kita ketahui, bahwa dengan tradisi kepenulisan ini, maka ajaran-ajaran Islam dapat lebih menyebar luas ke berbagai tempat, tanpa dibatasi ruang dan waktu. Hal ini sangat efektif sebab dengan karya tulis pesan-pesan dakwah dapat disampaikan dengan jangkauan yang lebih luas menembus segala ruang dan waktu serta dapat dikaji dalam waktu yang lama.
Para ulama terkenal sejak dahulu juga menggunakan metode ini sebagai media dakwah seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Al-Ghazali, Imam Nawawi, Syaikh Muhammad Abduh, Abul A'la Al-Maududi, dan lain-lain. Mereka menjadi lebih masyhur namanya karena melalui karya-karya dakwahnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kitab-kitab hasil karya Syaikh Nawawi cukup banyak jumlahnya, hal tersebut sangat berguna bagi dakwah Islamiyah. Dan ternyata Syaikh Nawawi menggunakan karya tulis sebagai metode dakwah Islamiyah.
Dengan melihat aktifitas-aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi, antara lain dengan menyebarkan ajaran Islam melalui pendidikan di Makkah Al-Mukarramah, dengan keberhasilan para anak didik yang kemudian menjadi tokoh dakwah seperti Syaikh Mahfudz At-Tarmisi, K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wasith, K.H. Ahmad Dahlan dan lain-lain. Juga keberhasilan dakwanya melalui karya tulis dimana karya-karya Syaikh Nawawi sampai sekarang masih tetap dikaji dan dijadikan referensi bagi banyak santri dan pelajar, maka kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa Syaikh Nawawi adalah merupakan seorang ulama tokoh dakwah atau Rijal al-Dakwah yang cukup besar jasa-jasanya bagi pengembangan dakwah islamiyah baik di negeri asalnya Indonesia maupun di dunia Islam pada umumnya.
Dampak aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Nawawi sampai sekarang masih terasa dengan maraknya kajian terhadap kitab-kitab karya Syaikh Nawawi di berbagai Pesantren. Bahkan sebagaimana dikatakan oleh DR. Zamakhsyarie Dhofier, bahwa hampir seluruh kiai Pesantren di Jawa menelusuri geanologi keilmuannya melalui transmisi dari Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Syaikh Nawawi amat besar terhadap perkembangan agama Islam terutama di Indonesia.
Dari uraian sebagaimana penulis sampaikan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam bidang dakwah Islam.
Wallahu A’lam
Sumber: Samsul Munir Amin (Dosen UNSIQ Wonosobo)