Ada seorang Sayyid, setiap hari duduk-duduk di tempat perjudian. Sampai suatu saat, ajal datang menjemputnya, orang-orang kampung tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Di saat wafatnya, hanya istri dan anaknya yang menghadapi jenazahnya. Tidak ada satu tetangga pun datang, tidak ada satu pun tetangga yang mau memandikan, mengkafani, mensholatkan jenazahnya.
Sang istri menangis melihat keadaan suaminya, sang istri kemudian berdoa:
“Ya Allah, bagaimana dengan jenazah suamiku. Apakah aku buang ke sungai Mahakam ini, atau aku biarkan sampai membusuk! Engkau yang Maha Luas Rahmat-Mu, berilah petunjuk!”
Tiba-tiba, masuk seorang tampan tinggi rupawan.
“Assalamu’alaikum Ya Syarifah…!” katanya
Tampak puluhan orang berjubah dan bersorban mengiringi di belakangnya!
“Wa’alaikumsalam Warohmatullah ..!” jawabnya
Saat melihat sang Guru, si Syarifah tersentak kaget bukan main, yang datang adalah Al-Imam Al-Quthubul Akwan Assyeikh Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Sekumpul.
“Kapan Pian Kesini Guru, Kal-tim dan Kal-sel sangatlah jauh, apalagi kami di daerah Hulu Mahakam Kembang Janggut ini.” tanya Syarifah.
“Allah yang Memudahkan…” jawab sang Guru
Tiba-tiba, dari luar banyak orang kampung datang dan terperanjat, karena seketika tahu yang datang Guru Sekumpul. Maka mereka keheranan dan salah satu dari penduduk berkata: “Wahai guru, ini adalah orang yang senang berjudi, tiap hari duduk-duduk di tempat perjudian.”.
Guru Sekumpul tersenyum dan berkata: “Apakah kamu melihat beliau sendiri main judi, atau beliau cuma duduk-duduk saja di situ tanpa main judi.”
“Beliau ini yang tiap hari kalian lihat di tempat perjudian adalah seorang dzuriyat (keturunan) Rasulullah saw. Beliau ini yang jadi penyandang bala (bencana) di kampung sini. Beliau ini yang setiap malam pada saat kalian tidur beliau bangun dan sholat tahajud mendoakan kalian. Beliau juga yang rela setiap hari duduk di tempat perjudian berdzikir dan memohon ampun untuk para penjudi agar mereka sadar, tapi kalian tidak tahu, kalian cuma melihat dengan pandangan dhahir saja, beliau tidak terkenal dalam pandangan masyarakat bumi tapi sangat terkenal di langit.”
Maka para penduduk menjerit dan menangis, yang biasa berjudi langsung sujud dan memohon ampun kepada Allah. Lalu jenazah beliau dimandikan, dikafani dan disholatkan lalu diantar ke pemakaman.
Hujan pun turun dengan derasnya usai pemakaman.
“Jangan lagi kalian berkelakuan seperti itu, biar bagaimanapun dhahirnya kalau sudah wafat harus sama sangka baik dengan makhluqnya Allah swt. Dan hati-hati, kalau itu dzurriyah Sayyidil Wujud saw. Kalau tadi tetap dibiarkan seperti itu, sampai Syarifah itu sakit hati. Tenggelam nanti desa kalian ini. Murka Rasulullah saw, murka juga Allah swt.”
Setelah itu, Abah Guru Sekumpul beserta rombongan pamit pulang naik kapal. Tapi ada yang aneh, kapal yang ditumpangi Abah Guru Sekumpul beserta rombongan itu tidak ada di Kaltim.
“Sepertinya itu Kapal Alam Jabbarut,” kata Habib Husein Alaydrus, Singa Mahakam.
Oleh: Habib Abdillah al-Aydrus, Mahakam
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!