Pekan lalu, masyarakat Indonesia berduka dan bersedih atas wafatnya ulama kharismatik yang menjadi panutan umat yaitu KH. Maimoen Zubair (Pengasuh Ponpes Al-Anwar Sarang Rembang). Beliau dipanggil oleh Allah pada hari Selasa tanggal 6 Agustus 2019 saat menjalankan rangkaian ibadah haji.
Kurang lebih 19 tahun yang lalu, sahabat karib beliau yaitu KH. Abdul Malik Mufti (Pengasuh Ponpes Ma'hadut Tholabah Babakan Tegal) juga dipanggil oleh Allah ketika sedang haji dan sama-sama dimakamkan di pemakaman Ma'la Mekah, tepatnya hari Jum'at 31 Maret, tahun 2000.
Semasa hidup, beliau berdua merupakan sahabat karib. KH. Abdul Malik usianya 4 tahun lebih sepuh (lahir tahun 1924) daripada KH. Maimoen Zubair yang lahir tahun 1928. Keduanya seringkali saling menyambangi dan bersilaturahim.
Ketika KH. Maimoen Zubair mengisi acara atau ngaji di wilayah Tegal, Brebes dan sekitarnya tak jarang beliau silaturahim ke Pesantren Babakan, begitu juga sebaliknya ketika KH. Abdul Malik ada acara di daerah Rembang, beliau menyempatkan untuk berkunjung.
Silaturahim merupakan tradisi mengakar kuat yang dilakukan oleh para ulama dan sesepuh kita, tidak lain mereka lakukan untuk mempererat persaudaraan antar pesantren dan untuk saling menguatkan dalam melaksanakan perjuangan mendampingi umat.
Keduanya merupakan sosok dan figur tauladan yang selalu menjadi oase yang menyejukan khalayak dan tak kenal lelah ngemong umat dalam situasi dan kondisi apapun.
Isyarat Pamitan
Seringkali para kiai ketika mau wafat memberi isyarat perpisahan kepada yang mau ditinggalkannya, begitu juga dengan KH. Maimoen Zubair dan KH. Abdul Malik. Kita ketahui bersama dari kabar berita dan juga video yang beredar bahwa ketika Pak Agus Maftuh Abegebriel selaku Dubes RI untuk Arab Saudi sowan ke KH. Maimoen Zubair, beliau dawuh bahwa ini pertemuan terakhirnya, termasuk juga ketika banyak para tamu jamaah haji sowan, beliau minta didoakan supaya wafat husnul khatimah. Semuanya itu merupakan sebuah isyarat perpisahan.
Begitu juga dengan KH. Abdul Malik, menjelang mau berangkat haji (saat itu beliau menjadi Syuriah NU Kabupaten Tegal) beliau pasrah-pasrahan kepada pengurus NU Tegal (KH. Chambali Utsman, KH. Dardiri, dll) yang lagi sowan tilik haji di Babakan Tegal, sehingga para pengurus NU yang datang waktu itu pun kaget, dan merasa bahwa ini seakan memberi isyarat perpisahan.
Termasuk setelah wafatnya KH. Abdul Malik, banyak para kiai yang juga sahabatnya seperti KH. Hasyim Jamhari Danawarih, KH. Muromi Salatiga ketika takziah ke Babakan bilang ke putra-putranya, bahwa di acara-acara NU KH. Abdul Malik berulang-ulang dawuh bahwa dirinya ingin sekali wafat di tanah suci, jika Allah menghendaki, karena kakek beliau juga yaitu KH. Salim wafatnya di Mekah dan dimakamkan di sana.
Saat ini, dua sahabat yang lama sudah tidak bertemu, Allah mempertemukan di pemakaman yang sama yaitu di pemakaman Ma'la Mekah. Makam KH. Maimoen di petak besar nomor 70 dan makam KH. Abdul Malik di petak besar nomor 76 bersama dengan makam istri Nabi Siti Khadijah, makam para sahabat Nabi, serta para ulama Nusantara lainnya yang juga dimakamkan di sana.
Baca: Mengenang Masyayikh Kami
Adapun ulama-ulama Nusantara yang dimakamkan di pemakaman Ma'la dan Baqi', berdasarkan urutan tahun wafat:
1. Syekh Nawawi bin Umar al-Bantani (29 Maret 1879)
2. Syekh Abdul Hamid al-Qudsi (12 Mei 1915)
3. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (13 Maret 1916)
4. Syekh Mahfudz al-Tarmasi (22 Maret 1920)
5. Syekh Ahmad Nahrawi al-Banyumasi (1926).
6. Syekh Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa (28 September 1935)
7. Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari (1950)
8. Syekh Abdul Muhaimin bin Abdul Aziz al-Lasemi (1956)
9. Syekh Abdul Qadir al-Mandaili (18 Agustus 1965)
10. KH. Abdul Karim bin KH. M. Hasyim Asy'ari (1972)
11. KH. Muslih bin Abdurrahman Mranggen (1981)
12. Syekh Abdullah Durdum al-Padani (27 April 1987)
13. Syekh Muhammad Yasin bin Isa al-Padani (23 Juli 1990)
14. KH.Abdul Malik Mufti Tegal (31 Maret 2000)
15. Syekh Abdul Fattah Rawa (2003)
16. KH. Masruri Mughni Benda - Makam Baqi' Madinah (2011)
17. KH. Maimoen Zubair Rembang (6 Agustus 2019)
Semoga kita semua bisa ziarah ke sana... Amiiin
Penulis: Gus Aqib Malik (putra bungsu KH. Abdul Malik Mufti)