Menjadi anak
raja/presiden hampir selalu membawa takdir keberuntungan. Kekuasaan puncak sang
ayah tak hanya memungkinkan dia hidup serba kecukupan tapi juga bertebar
kemewahan. Lantas, bagaimana dengan putri Nabi Muhammad saw., pemimpin
tertinggi dan pelaksana risalah ilahi?
Suatu hari,
Sayidah Fathimah dihampiri sahabat Abdurrahman bin ‘Auf. Dia mengabarkan bahwa
Rasulullah tengah bersedih selepas menerima wahyu dari Malaikat Jibril as.
Abdurrahman datang dalam rangka mencari obat bagi suasana hati Nabi yang kalut
itu. Satu hal yang selalu membuat bahagia Rasulullah adalah melihat putrinya.
“Baik,
Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.” Demikian
diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar bin Khattab ra.
Keduanya
lalu berangkat ke tempat Rasulullah. Saat itu Fathimah menyelimuti tubuhnya
dengan pakaian yang usang. Ada 12 jahitan dalam lembar kain tersebut. Serpihan
dedaunan kurma juga tampak menempel di sela-selanya.
Sayyidina
Umar bin Khattab menepuk kepala sendiri ketika menyaksikan penampilan Fathimah.
“Betapa nelangsa putri Rasulullah. Para putri kaisar dan raja mengenakan
sutra-sutra halus, sementara Fathimah anak perempuan pemimpin tertinggi Islam
dan utusan Allah puas dengan pakaian usang dengan 12 jahitan dan campuran dedaunan
kurma.”
Sesampainya
menghadap ayahandanya, Fathimah bertutur, “Ya Rasulullah, tahukah engkau, bahwa
Umar terheran-heran dengan pakaianku? Demi Dzat yang mengutus engkau dengan
kemuliaan, aku dan Ali (Sayidina Ali bin Abi Thalib, suaminya) selama lima
tahun tak pernah menggunakan kasur kecuali kulit kambing.”
Fathimah
menceritakan, keluarganya menggunakan kulit kambing tersebut hanya pada malam
hari. Sementara pada siang hari, kulit itu menjelma sebagai tempat makan untuk
unta. Bantal mereka hanya terbuat dari kulit yang berisi serpihan dedaunan
kurma.
“Wahai Umar,
tinggalkan putriku. Mungkin Fathimah sedang menjadi kuda pacu yang unggul (al-khailus sabiq),”
sabda Nabi kepada sahabatnya itu.
Analogi kuda
pacu merujuk pada pengertian keutamaan sikap Fathimah yang mengungguli seluruh
putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai Ayah) adalah diriku,” sahut
Fathimah.
Dengan kedudukan
dan kharisma ayahandanya yang luar biasa, Fathimah sesungguhnya bisa memperoleh
apa saja yang ia kehendaki, lebih dari sekadar pakaian dan kasur yang bagus.
Namun, kepribadian Rasulullah yang bersahaja tampaknya memang mewaris ke dalam
dirinya. Fathimah tetap tampil sederhana, dengan segenap kebesaran dan
kemewahan jiwanya.
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!