Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah Bardizbah Al-Ja‘fi, yang dibesarkan di Bukhara. Beliau adalah imam kaum muslimin, panutan para ahli tauhid, penghulu ulama hadis, yang bertambah baik dalam ucapan dan perbuatannya, yang mempunyai pengalaman secara berkesinambungan dan ilmu yang benar, sempurna dan bertambah-tambah. Sinar petunjuknya yang cemerlang telah bercahaya, dan singa podium boleh berbangga di atas mimbar pengajian umum dengan hujjah yang berdasarkan dalil qath‘i, hadis himpunan ulama terdahulu, termasuk hadis Imam Bukhari dan hadis himpunan ulama kemudian, termasuk Jawahirul Bukhari yang tetap mampu memberikan argumentasi yang dapat dicerna akal, di dalam menghidupkan sunah nabi yang terpilih.
Beliau lahir di kota Bukhara, 194 H, dan dibesarkan di kota tersebut dalam keadaan yatim. Sejak masa kanak-kanak, beliau sudah mampu menghafal Al-Qur'an dan menguasai bahasa Arab dengan baik. Beliau sangat suka mendengar hadis ketika masih berada di bangku sekolah, sejak tahun 205 H, dari ulama kota Bukhara, yakni Syekh Abu Ahmad Muhammad bin Yusuf Al-Baikandi. Beliau sendiri juga segan kepada Imam Bukhari jika beliau duduk belajar di depannya, karena Imam Al-Bukhari mempunyai hafalan hadis yang sangat banyak, di samping mempunyai kecerdasan yang sangat tinggi, dan kefasihan dalam berbahasa Arab. Ketika itu, beliau sudah mampu menguasai hafalan hadis sebanyak 10.000 hadis, sedang usianya baru menginjak remaja.
Ulama ahli ma’rifat senantiasa saling berlomba mengikuti jejaknya di dalam menuntut ilmu hadis daripadanya, sehingga terkadang, mereka duduk di jalan-jalan dan mengerumuni beliau untuk menulis hadis daripadanya.
Beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 210 H, bersama dengan ibu dan saudara lelakinya. Dan Imam Bukhari tidak kembali ke negeri asalnya karena ingin mendalami hadis Rasulullah saw. di Khurasan, Irak, Hijaz, Mesir dan Syam. Beliau menuntut ilmu dari para ulama negeri tersebut, termasuk Syekh Ahmad bin Hanbal dan beliau mempelajari mazhab Imam Syafi‘i.
Setelah ilmunya dianggap cukup matang dan kuat, maka barulah beliau memisahkan dan membedakan antara hadis sahih dengan yang lainnya, setelah diselidiki dan diketahui illat dan rawi-rawinya. Memang, pengetahuan beliau di bi-dang ini sangat dalam dan luas, hingga tidak seorang pun mampu menyainginya. Dengan upaya tersebut, nama beliau semakin populer, dan sanjungan dari kalangan masyarakat semakin gencar diberikan. Dan beliaulah yang menjadi pelopor seluruh ulama di permukaan bumi.
Kemudian, terbit pula kitab yang berjudul Al-Jami‘us-Sahih, artinya himpunan hadis-hadis sahih, yang dipilih dari 600.000 hadis yang diteliti satu per satu dalam 16 tahun. Setiap kali Imam Bukhari menulis hadis, beliau mandi dan shalat dua rakaat, dengan tujuan mohon kepada Allah swt. akan petunjuk di dalam melakukan pekerjaannya. Kemudian beliau mengatakan, “Sesungguhnya saya jadikan hadis ini sebagai hujjah di antara saya dan Allah.”
Beliau telah menghimpun hadis sahih di dalam kitab Al-Jami‘us-Sahih sebanyak 9.000 hadis, yang sebagiannya berulang-ulang perawinya. Maka para ulama ahli hadis telah sepakat bahwa kitab hadis Sahih Bukhari itu merupakan kitab hadis yang paling sahih. Dari kitab Sahih-nya pula, para ulama memberikan penjelasan-penjelasan yang dipandang perlu, mengambil landasan dalil di dalam melakukan hujjah, berfatwa maupun berargumentasi, meringkas dan menyusun dalam satu tulisan, dengan jalan dan cara yang jumlahnya sudah tak terhitung.
Di antara sekian banyak ulama yang telah membuat karya tulis sebagaimana dimaksud, ada salah satu ulama yang bermaksud mencari rahmat Allah, yang merasa hina di hadapan keagungan Allah dan kebesaran-Nya, yang menyatakan kebodohan dan kelemahannya, yaitu Musthafa bin Muhammad Ammarah, yang mengutip dari kitab hadis ini sebanyak 700 hadis dari hadis-hadis Rasulullah saw. dan mengutip lagi sebanyak 2.000 hadis dalam kitab Mukhtarul Imam Muslim.
Dia telah menyerap lautan ilmu hadis Sahih Bukhari yang tawar airnya, dan dari sanalah bahtera-bahtera hasil karya tulis telah memenuhi muatannya dengan berbagai permata ilmu pengetahuan. Ia pun masih lebih megah dibanding bahtera yang mempunyai ketinggian layar. Dia telah mencium bau harum dari kesemerbakannya, telah merasakan makan buahnya, dan telah menjadikan obat daripadanya untuk segenap penyakit yang ada. Karenanya, di waktu pagi menjadi terang-benderang karena berkah Imam Bukhari yang telah menyebarkan kitabnya di kalangan umat manusia, yang menjadi tanda paling besar dalam memberikan kata peringatannya, di dalam menyajikan kata-kata ringkasan yang fasih. Di samping itu, hanya kitab Sahih Bukhari itulah yang lebih banyak mengandung permata, lebih banyak faedahnya dan banyak manfaatnya. Para rawi hadis telah menetapkan kebenaran sanad hadis yang telah diriwayatkannya, sehingga benar jika beliau adalah satu-satunya tokoh hadis yang terbebas dari kesalahan.
Sejauh menelusuri riwayat hidupnya, wajarlah jika kita mengenangkan dengan menulis riwayat hidupnya dengan tinta minyak kasturi di atas lembaran kertas putih dan diikat dengan benang-benang emas di atas dada bidadari, dan diletakkan di permukaan bulan purnama.
|
Makam Imam Bukhari |
Sepanjang hidupnya, Imam Bukhari senantiasa keluar masuk dari kota ke kota, dan pernah tinggal di Baghdad, Naisabur, dan lainnya, hingga beliau merasakan rindu terhadap tanah airnya. Lalu kembalilah Imam Bukhari ke Bukhara, dan ternyata di tempat tersebut beliau menerima fitnah mengenai Al-Qur'an yang diperdebatkan ulama Bukhara ketika itu.
Sebenarnya, beliau mengambil jalan tengah ketika dimintakan fatwa kepadanya. Beliau mengemukakan pendapat bahwa lafal-lafal Al-Qur'an dan gubahannya, hukumnya adalah makhluk, sedang kalam Allah, pada hakekatnya adalah kalam qadim, bukannya makhluk.
Dengan fatwa ini, situasi tidak menjadi tenteram, bahkan semakin menyulut keributan, sehingga para penguasa kota Bukhara mengusir Imam Bukhari, dan melarang tinggal di tempat tersebut. Ketika itu pula, Imam Bukhari keluar dari Bukhara. Dan ketika perjalanan sampai di kota Khortan, kira-kira 3 farsakh (±15 km) dari Samarkand, beliau wafat, bertepatan dengan tahun 256 H dalam usia 62 tahun.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya yang luas, dan mengumpulkan pelayannya, yang bernama Musthafa bersama dengannya, dan menempatkan di surga yang lapang. Ya Allah, berikanlah pertolongan-Mu kepada kami karena berkah Imam Bukhari untuk menyebarkan ilmu di kalangan kaum muslimin, dalam mengharapkan rida-Mu. Semoga Allah memberikan limpahan rahmat dan salam sejahtera kepada penghulu kami, Nabi Muhammad saw., keluarganya, dan para sahabatnya.
Wallahu A’lam
Sumber : Kitab Jawahirul Bukhari