Nyai Sholichah adalah putri KH. Bisri Syansuri, beliau menikah dengan KH. Wahid Hasyim, putra Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari.
Nyai Sholichah selalu memilih dan memilah biji-biji beras dari karungnya, mengambil sedikit yang terbaik, lalu dipisahkan dari yang kebanyakan. Beliau dengan setia melafalkan shalawat tiap memungut beras, sebiji demi sebiji, membasuhnya dengan lembut, dan kembali menjumput beras sebutir demi sebutir untuk dimasukkan ke dandang. Setiap tahap diiringi shalawat hingga periuk nasi pun siap untuk menanak.
Tidak ada yang boleh menyentuh nasi yang mengandung shalawat itu selain ayah mertuanya Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari, suaminya KH. Wahid Hasyim, dan anak sulungnya Abdurrahman Ad-Dakhil (Gus Dur). Hanya untuk ketiga laki-laki istimewa itu, Nyai Sholichah setia melantunkan shalawat tiap menanak nasi. Dan, nasi itu pelan namun pasti menumbuhkan Abdurrahman hingga cukup usia. Ya, Abdurrahman Ad-Dakhil itulah Gus Dur, yang telah sewindu wafat.
Saya benar-benar tidak tahu hingga usia berapa Gus Dur kecil mendapat perilaku istimewa seperti itu dari ibundanya. Saya hanya penasaran, selain Gus Dur memang sosok jenius secara personal, sosial, dan spiritual, faktor apakah yang menjadikan Presiden Republik Indonesia ke-4 ini bisa sehebat itu semasa hidupnya. Dan, saya memeroleh jawaban dari Dr. Ngatawi al-Zastrouw, asisten Gus Dur. "Bu Solichah betul-betul men-shalawati beras itu sebiji demi sebiji," ucapnya.
Oleh : Candra Malik (Budayawan)
ADS HERE !!!