Serangan Wahabi atas Hijaz (Mekkah, Madinah dan Sekitarnya) Tahun 1342 H/1922 M
Ketika dunia Islam sedang mengobati luka-lukanya dari luka-luka perang dunia ke-2, fokus dengan seluruh yang meliputinya, dan merapihkan apa yang berantakan. Ketika dunia islam bersungguh-sungguh dalam menjaga kelangsungan hidupnya dari berbagai bahaya dengan mempersatukan bagian-bagiannya, menghimpun jamaahnya, tiba-tiba dunia Islam dikagetkan oleh Wahabi dengan serangan-serangannya atas tanah haramain (Mekkah dan Madinah). Mereka mengejutkan Mekkah dan Madinah dengan penyerbuan-penyerbuan mereka, menumpahkan darah-darah tidak berdosa di kedua kota haram itu, menghancurkan makam-makam mulia, melakukan aksi-aksi paling keji, paling brutal, yang membuat badan bergetar dan jantung orang beriman berdegup kencang. Sesungguhnya mereka telah membunuh di kota Thaif saja mendekati jumlah dua ribu orang-orang Islam, yang di antara mereka para ulama, orang-orang shaleh, kaum perempuan dan anak-anak. Mereka juga telah membunuh ulama terkemuka keturunan Nabi saw. as-Sayyid Abdullah az-Zawawi dengan cara yang tidak pernah dilakukan orang sebelumnya dalam hal kekejian dan kebengisannya. Mereka mengikat kedua kaki ulama tersebut dengan kuda pacuan, kemudian membiarkan kuda itu berlari menyeret ulama sepuh tersebut jungkir balik di belakangnya hingga putus sendi-sendi tulangnya.
Dan mereka membunuh orang-orang Bani Syaibah penjaga Ka’bah Mulia secara massal. Mereka sweeping kota Thaif. Berita (kebrutalan Wahabi) ini tersebar luas melalui surat kawat ke berbagai belahan dunia. Sebagian negara dan organisasi-organisasi keislaman mengutus orang-orangnya untuk meneliti perkara ini. Mereka menyuarakan apa yang mereka saksikan itu dan meyakinkannya kepada negara-negara mereka.
Adapun Yang Mulia Raja Arab asy-Syarif Hussein ke-1 telah berusaha sekuat tenaganya untuk menghalangi penyerangan Wahabi dan mencegah kebrutalan mereka, namun situasi dan kondisinya tidak berpihak kepadanya, sehingga dia lebih memilih untuk turun dari kursi kerajaan demi rakyatnya karena sebab dan alasan yang akan kita sebutkan nanti pada tempatnya di bagian khusus tersendiri tentang orang-orang Wahabi. Begitu juga nasib keturunannya Yang Mulia Raja Ali setelahnya. Di sini tidak memungkinkan kita kecuali menyampaikan penyesalan yang teramat sangat terhadap tenggelamnya dunia islam dalam lautan kelalaian absolut dan tidur nyenyak.
Apa yang dilakukan oleh orang-orang Wahabi di Hijaz dan daerah lainnya hanya karena motif agama dan dorongan mazhab yang keduanya ditopang oleh semangat khusus kepada angan-angan emas (tujuan materi). Sesungguhnya akidah mereka aneh dan pemikiran mereka beku yang dengan ini memerintahkan mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka tidak ada yang bisa diharapkan dalam kemoderatan mereka, dan tidak ada perbuatan yang berhasil meringankan keidiotan mereka. Kepada Anda (kusampaikan) teks fatwa terakhir ulama mereka yang dimuat oleh koran as-Siyasah Mesir dalam salah satu edisinya, dan berita ini telah dinukil oleh koran ar-Ra`yu al-’Am pada edisinya yang ke-4061 tanggal 19 Dzul Qa’dah tahun 1345 H, agar Anda tahu bahwa apa yang kami sampaikan kepada Anda adalah ‘ainul yaqin (sangat meyakinkan).”
Pada halaman 129 dari kitab Sidq al-Khabar itu, juga diberitakan tentang kaburnya para ulama dan asyraf (orang-orang mulia) kota Mekkah untuk menghindari kekejaman Wahabi:
“Aljabarti berkata bahwasanya, pada tanggal 10 Sya’ban tahun 1217 H sekelompok orang dari golongan Asyraf (keturunan Nabi saw) dan para ulama Mekkah datang ke Mesir. Mereka kabur dari (kekejaman) Wahabi (ke Mesir) untuk tujuan Konstantinopel guna meminta pertolongan dari Daulah Turki Utsmani. Mereka pergi ke rumah-rumah para hukkam (emir) dan pembesar Turki Utsmani mengadukan dan memberitahukan apa yang telah terjadi pada mereka (di Mekkah). Pada akhir bulan Syawal tahun tersebut anak-anak asy-Syarif Surur Penguasa Mekkah kabur dari (kekejaman) Wahabi.”
Masih dalam kitab Sidq al-Khabar, pada halaman berikutnya yakni halaman 130 diberitakan tentang larinya jamaah haji Mesir dari kekejaman Wahabi:
“Dan pada hari Jumat tanggal 21 Muharram tahun 1218 Hijriyah, hijjan (tukang pembawa berita) datang ke Mesir membawa beberapa surat tertanggal 20 Dzulhijjah, tertulis di dalamnya bahwa Wahabi telah menguasai Hijaz (Mekkah dan Madinah) dan Syarif Ghalib (Gubernur Mekkah) meminta wali (walikota) Jeddah dan para amirul haj (ketua rombongan haji) negeri Syam dan Mesir untuk tinggal bersamanya beberapa hari guna mengangkut harta dan barang-barangnya ke Jeddah. Mereka pun menyanggupinya dengan disertai imbalan. Maka mereka (semuanya) tinggal bersama Syarif Ghalib selama dua belas hari. Kemudian pergi meninggalkan Jeddah setelah rumahnya dibakar. Pada hari Senin 16 Shafar tahun tersebut, datang surat dari Hijaz ke Mesir tertanggal pertengahan Muharram, tertulis di dalamnya bahwa Wahabi telah menguasai penuh kota Mekkah pada hari Asyura setelah Syarif Ghalib pergi dan setelah dua hari para rombongan haji Mesir pergi, karena para rombongan haji terlambat di Mekkah selama delapan hari, melebihi kebiasaannya.”
Sesungguhnya bukan hanya kota Mekkah yang diserang atau dikepung oleh Wahabi, tetapi juga puluhan kota-kota lain hingga ke daerah Omman, Bahrain, Kuwait, Irak dan Syam sesuai pengakuan ahli sejarah seperti: Syarif Abdullah bin Hasan (penulis Sidq al-Khabar), Jenderal Ayyub Shabri Basya (penulis Tarikh al-Wahhabiyyin) dan Louis de Corancez (penulis A History of What History Ignored).
Diskursus itu juga diakui oleh para sejarawan Wahabi dalam buku-buku mereka seperti sejarawan Wahabi bernama: Utsman ibnu Abdullah Ibnu Bisyr dalam bukunya Unwan al-Majd (Alamat Kemuliaan, baca: Alamat Kebejatan), Asy-Syaikh Hussein Ghannam dalam bukunya Tarikh Najd (Sejarah Najd), Muhammad Adib Ghalib dalam bukunya Min Akhbar al-Hijaz wa an-Najd (Di Antara Berita tentang Hijaz dan Najd), Amin ar-Raihani dalam bukunyaTarikh Najd al-Hadits wa Mulhaqatih (Sejarah Najd Baru dan Daerah Sekitarnya), Ibrahim ibnu Shalih ibnu Isa dalam bukunya Tarikh Ba’dhi al-Hawadits al-Waqi’ah fi Najd (Sejarah Sebagian Tragedi yang Terjadi di Najd), Abdullah ash-Shalih al-Utsaimin (dosen di Universitas Raja Saud) dalam bukunya Buhuts wa Ta’liqat fi Tarikh al-Mamlakah al-Arabiyah as-Su’udiyah (Riset dan Komentar tentang Sejarah Kerajaan Arab Saudi), Sulaiman ibnu Shalih al-Khurrasyi dalam bukunya Tarikh Najd min Khilal Kitab ad-Duras as-Saniyyah (Sejarah Najd Melalui Kitab ad-Durar as-Saniyyah), Emir Saud ibnu Hadzlul (Emir Qasim) dalam bukunyaTarikh Muluk Al Saud (Sejarah Raja-raja Saudi), Aljabarti dalam bukunya Tarikh Aljabarti: ‘Ajaib al-Atsar (Sejarah al-Jabarti: Keajaiban-keajaiban Sejarah), Abdurrahman ibnu Abdul Lathif ibnu Abdullah Alu Syaikh dalam buku yang ditahkik olehnya Unwan al-Majd (Alamat Kemuliaan, baca: Alamat Kehinaan). Bahkan, berita pembunuhan dan pembantaian penduduk Mekkah dan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh Wahabi, baik dalam kitab Sidq al-Khabar maupun kitab-kitab lainnya,justru sangat banyak dan melimpah sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Fakta itu jugadiakui oleh buku-buku yang penulisnya Wahabi.
Selain data-data ilmiah di atas, pada halaman 132-134 dari kitab Sidq al-Khabar –kitab yang dikatakan Firanda tidak ada di dalamnya pembantaian penduduk kota Mekkah– justru sebaliknya, terdapat pembantaian penduduk Mekkah dan sekitarnya dalam kitab tersebut. Begitulah kebiasaan ustad Wahabi yang satu ini, sangat berani dalam menuduh Syaikh Idahram pendusta bahkan dikatakan olehnya sebagai kolektor dusta, padahal sebaliknya. Inilah teks kalimat yang dinafikan oleh Firanda tersebut:
“Perkataan Imam al-Haramain, al-Allamah as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab Tarikhnya tentang Perbuatan Wahabi di Hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya).Menyebutkan Kisah Penduduk Thaif dan Apa yang Menimpa Mereka oleh Wahabi. Setelah al-Allamah tersebut (yakni Mufti Mekkah dan Madinah as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan) menyebutkan rincian kejadian 28 peperangan yang berkecamuk antara emir kota Mekkah asy-Syarif Ghalib dan Wahabi, serta apa yang terjadi di dalamnya. Dari peperangan-peperangan besar, dia mengatakan ketika menyebutkan Pengepungan Kota Thaif, ‘maka salah seorang pimpinan mereka (Wahabi) keluar membawa (pesan) keamanan bagi penduduk Thaif dari Utsman dan Salim bin Sya’ban. Tetapi penduduk Thaif menembaknya dengan peluru timah dari menara sebagian penduduk Thaif. Ketika Wahabi mengetahui itu, mereka langsung menyerang benteng Thaif dengan sekali serangan. Tidak ada yang mampu memerangi dan menahan mereka. Beberapa orang penduduk Thaif telah lari keluar sebelum penyerangan itu, maka pasukan Wahabi mengejar mereka dan membunuhnya. Tidak ada yang selamat dari mereka kecuali sedikit.
Ketika mereka (Wahabi) masuk Thaif, mereka membunuh orang-orang dengan pembunuhan menyeluruh, orang dewasa, anak kecil, masyarakat, tokoh, orang kaya, orang miskin dan menyembelih bayi yang masih menyusui. Mereka (juga) naik ke atas rumah-rumah mengeluarkan orang-orang yang bersembunyi di dalamnya, kemudian membunuhnya. Mereka mendapati jamaah yang sedang bertadarus Al-Qur’an, lalu membunuh jamaah tersebut semuanya, sehingga mereka menghabisi setiap orang yang ada di rumahnya.
Kemudian Wahabi mendatangi kedai-kedai dan masjid-masjid, lalu membunuh orang-orang yang ada di dalamnya. Mereka membunuh kaum lelaki di masjid ketika sedang ruku’ dan sujud. Maka tidak tersisa dari penduduk Thaif kecuali segelintir orang sekitar dua puluh orang lebih, yang merapat ke rumah karang taruna dan berusaha mendudukinya. Mereka melepas beberapa tembakan dari belakang rumah tersebut untuk mencegah Wahabi menjangkaunya. Sekelompok orang di rumah (distrik) al-Far sebanyak 270 lelaki berperang melawan Wahabi selama 3 hari. Ibnu Syakban (komandan Wahabi) menyadari tidak ada jalan untuk (mengalahkan) penduduk Thaif kecuali dengan makar dan tipu daya (berpura-pura damai dan genjatan senjata). Maka Wahabi membiarkan mereka dan meninggalkan (medan) peperangan. Lalu Wahabi mengirim sekelompok orang kepada mereka untuk mengambil senjata mereka. Kemudian memerintahkan penduduknya untuk keluar menemui emir Wahabi, dan ketika mereka sudah berada di hadapan emir, dia memerintahkan untuk membunuh mereka (penduduk Thaif) semuanya di bukit pasir yang bernama Diqaq al-Louz, maka dibunuhlah mereka.
Sekelompok orang sebanyak 50 orang yang ada di rumah-rumah (distrik) Dzawi Isa, juga mereka (Wahabi) giring dengan ke lembah Wajj dengan (janji) aman. (Tetapi) di sana Wahabi melucuti pakaian mereka dan meninggalkan mereka telanjang kedinginan, lelaki dan perempuan, dengan terbuka aurat mereka. Setelah tiga belas hari, Wahabi mengambil mereka untuk mempekerjakan mereka mengangkut tanah tanpa upah. Mereka (penduduk) meminta belas kasihan, lalu orang-orang itu (wahabi) berbuat baik kepada mereka dengan (memberikan) sekumpulan biji jagung (mentah). Maka mereka (penduduk) menghancurkan biji jagung itu dengan gigi mereka (untuk dimakan mentah-mentah). Sedangkan badui Wahabi setiap hari keluar masuk Thaif mengangkut harta benda berupa uang, barang-barang berharga, permadani, perkakas, hingga barang-barang itu menumpuk di perkemahan mereka, yakni di tenda-tenda mereka seperti bukit-bukit. Adapun kitab-kitab, mereka ampar-ampar di pasar-pasar dan mereka injak-injak. Di antara kitab-kitab itu ada mushaf-mushaf al-qur’an, kitab-kitab hadis shahih, dan lainnya dari kitab-kitab keislaman, sangat banyak.’”
Ini baru kisah-kisah penyerangan di Hijaz (Mekkah, Madinah dan sekitarnya), belum lagi daerah-daerah lain seperti Buraidah, Kharaj, Qasim, Riyadh, Yamamah, Zulfa, bahkan sampai Omman, Bahrain, Irak, Kuwait dan Syam (Syria).
Bukti-bukti tentang penyerangan Wahabi atas kota Mekkah dan kota-kota lainnya yang bersumber dari buku-buku Wahabi sangat banyak, penuh, melimpah, luber bahkan limpas dan tempias! Kayak air hujan aja Sebagian dari bukti-bukti ilmiah itu telah kami paparkan pada pembahasan lalu.
Oleh : Syaikh Idahram
Referensi :
Abdullah bin Hasan asy-Syarif, Sidq al-Khabar, hal. 147-148.
Abdullah bin Hasan asy-Syarif, Sidq al-Khabar, hal. 129.
Abdullah bin Hasan asy-Syarif, Sidq al-Khabar, hal. 130.
Asy-Syarif Abdullah ibnu asy-Syarif Hasan Basya, Shidq al-Khabar fi Khawarij al-Qarni ats-Tsani ‘Asyar, Mathba’ah al-Kaumain, al-Ladziqiyah, t.t., hal. 132-148.
Ayub Shabri Basya, Tarikh al-Wahabiyyin, Mathba’ah Qarq Anbar dan Dar Turjuman Haqiqat, Istanbul 1296 H., hal. 23-83.
Louis de Corancez, al-Wahhabiyun Tarikh Ma Ahmalahu ath-Tharikh (A History of What History Ignored), Riad el-Rayyes Books, Beirut 2003, hal. 83-183.