Dalam
kitab: 'Alimu Awladakum Mahabbata Ahli Baitin Nabiy dijelaskan bahwa
yang tergolong ahlul-bait adalah Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Ali, Sayyidina
Hasan dan Sayyinina Husain radhiyallahu 'anhum.
Begitu
pula istri-istri Nabi merupakan keluarga Nabi berdasarkan keumuman ayat
Al-Qur'an, serta manthuq (arti tersurat) hadits yang menerangkan tentang
anjuran membaca shalawat kepada Nabi, istri dan keluarga beliau. Yakni firman
Allah SWT “Nabi itu lebih utama bagi orang mukmin daripada diri mereka sendiri.
Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab: 6)
Sedangkan
sahabat Nabi adalah orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad SAW ketika beliau
masih hidup walaupun sebentar, dalam keadaan beriman dan mati dengan tetap
membawa iman. (Al-Asalib al-Badi'ah, hal 457).
Dalam
keyakinan kita Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja), mencintai keluarga dan
sahabat Nabi SAW, sekaligus memberikan penghormatan khusus kepada mereka
merupakan suatu keharusan. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut.
Pertama, mereka
adalah generasi terbaik Islam, menjadi saksi mata dan pelaku perjuangan Islam.
Bersama Rasulullah SAW menegakkan agama Allah SWT di muka bumi. Mengorbankan
harta bahkan nyawa untuk kejayaan Islam. Allah SWT meridhai mereka serta
menjanjikan kebahagiaan di surga yang kekal dan abadi Firman Allah SWT:
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّـهَ
وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّـهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ
أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah
kemu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilanghkan dosa dari kamu, hai ahlul
bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS al-Ahzab: 33)
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم
بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ
ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
”Orang-orang terdahulu lagi yang pertama (masuk
Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah : 100)
Kedua,
Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga dan sahabatnya. Dalam banyak
kesempatan, Rasulullah selalu memuji para keluarga dan sahabatnya, melarang
umatnya untuk menghina mereka. Beliau bersabda:
عن أبي
سَعِيْد الخُذْرِي قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّنِيْ تَارِكٌ فِيْكُمُ
الثَّقَلَيْنِ كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أهْلُ بَيْتِيْ. رواه الترمذي
Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasululla
SAW bersabda, ”Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah
Al-Qur’an dan keluargaku.” (HR at-Tirmidzi)
Dari Abu
Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para
sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku,
andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka
(pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari
(nafkah) mereka.” (HR Muslim).
Dari
sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi adalah mengikuti teladan
Rasulullah SAW yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mencintai Nabi
SAW.
Ketiga,
tuntunan dan teladan ini juga diberikan oleh keluarga dan sahabat Rasul
sendiri. Di antara mereka terdapat rasa cinta yang mendalam, antara satu dengan
lainnya saling menghargai dan menghormati. Hal ini dibuktikan dari
ungkapan-ungkapan mereka:
1.
Dari Aisyah RA, Abu Bakar berkata, “Sungguh kerabat Rasulullah SAW lebih aku
cintai daripada kerabatku sendiri." (HR. al-Bukhari)
2. Dari
Ibnu Umar RA dari Abi Bakar RA, beliau berkata, “Perhatikanlah Nabi Muhammad
SAW pada ahlul-baitnya." (HR al-Bukhari).
3. Dari
Wahab al-Suwa'i, ia berkata, “Sayyidina Ali pernah berkhutbah kepada kami.
Beliau bertanya , 'Siapa orang yang paling mulia setelah Nabi Muhammad SAW?'
Aku menjawab, 'Engkau wahai Amirul Mukminin.' Sayyidina Ali berkomentar,
'Tidak, hamba yang paling mulia setelah nabi-Nya adalah Abu Bakar, kemudian
Umar.'" (As-Syafi Juz II hal 428).
4.
Ketika sahabat Umar dimandikan dan dikafani Sayyidina Ali masuk, lalu berkata,
“Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah
SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah
kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar). " (Ma'ani al-Akhbar, hal
117)
5. Dari
33 putra Sayyidina Ali tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan
Utsman. Dari 14 putra Sayyidina Hasan dua dua di antaranya diberi nama Abu
Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain dua di antaranya diberi
nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu soja dipilih dari nama
orang-orang yang metjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama
musuhnya. (Al-Hujaj al-Qathiyyah, hal 195).
6. Bagi
Ahlussunnah Sayyidina Ali adalah seorang imam yang mulia dan harus
dijadikan panutan. Sayyidina Ali adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah
seorang pengecut Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperanngan
yang dilakukan pada zaman Rasul SAW, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak
terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau bersikap penakut dan pura-pura
atau taqiyah apalagi mengajarkannya.
lnilah
beberapa alasan yang melandasi keharusan mencintai keluarga dan sahabat Nabi
SAW. Sudah tentu kecintaan dan penghormatan yang diberikan adalah secara
berimbang. Tetap berpedoman pada prinsip tawassuth, tawazun dan i'tidal, jauh
dari fanatisme buta.Dalam kitab: 'Alimu Awladakum Mahabbata Ahli Baitin Nabiy
dijelaskan bahwa yang tergolong ahlul-bait adalah Sayyidatuna Fathimah,
Sayyidina Ali, Sayyidina Hasan dan Sayyinina Husain radhiyallahu 'anhum.