Ada enam
hal hal sering diabaikan oleh seseorang ketika shalat. Karena keenam hal
tersebut tidak termasuk rukun dan syarat shalat, yang memang tidak mempengaruhi
sah-tidaknya shalat. Namun jika diperhatikan hal tersebut akan menjadikan
shalat lebih bernilai dari pada sekedar tuntutan syariah belaka.
Pertama adalah
semangat atau gairah menjalankan shalat ketika waktu telah tiba. Karena
sejatinya Allah swt. tidak senang jika hambanya bermalas-malasan, apalagi
bermalas-malasan dalam mengerjakan shalat. Sebagaimana firmanNya;
واذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى
Allah
swt sebagai Tuhan Penguasa Alam, Pemilik Jagad Raya seisinya, Pemberi Rahmat
atas segala kehidupan di dunia, sangat berkuasa dan berhak untuk memanggil
siapapun, kapanpun dan dimanapun juga. Namun demikian, Allah swt hanya memanggil
hambanya yang muslim melalui shalat lima kali dalam sehari. Maka, wajar jika
Allah swt melaknat hambanya yang acuh tak-acuh dan tidak menghiraukan
panggilanNya. Seperti halnya orang tua yang merasa jengkel kepada anaknya,
jikalau anak itu tidak mengindahkan panggilannya. Tetapi Allah swt akan
mengapresiasi siapapun hamba yang segera merespon panggilan Nya.
Kedua, untuk
beberapa waktu sementara, hendaknya ketika shalat seseorang mengosongkan hati
dari berbagai kesibukan keduniawian (faraghi qalbin). Karena shalat
merupakan ruang perjumpaan hamda dengan Allah swt. Sudah seharusnya seorang
hamba membawa serta hati dan kesadarannya menghadap Sang Tuhan Yang Maha Kuasa,
dan beberapa saat meninggalkan urusan dunianya.
Jika
diangan-angan, sesungguhnya perbandingan waktu 24 jam yang diberikan Allah swt.
kepada manusia dalam sehari dan 5 menit kali lima kali sebagai waktu yang
dihabiskan untuk shalat sangatlah kecil. Namun demikian kebanyakan
manusia merasakan yang lima menit ini sangatlah berat sekali. naudzubillahi
mindzalik.
Ketiga,
khusyu’ , tempatnya di dalam hati. khusyu’ bisa diterangkan dengan meniadakan
berbagai hal yang tidak berhubungan dengan shalat. Bahkan khusyu’ juga
diartikan dengan menghadirkan segenap rasa dan jiwa kehadirat Allah swt.
meskipun tidak termasuk syarat syah shalat, khusyu’ dalam shalat adalah wajib
walaupun hanya sekedar takbiratul ihram.
Dengan
demikian berpikir segala macam keduniawiyan dalam shalat sangat dilarang.
Andaikan terpikirkan oleh seorang hamba dalam shalatnya berbagai macam hal
keakhirtan seperti surga dan neraka maka yang demikian itu adalah makruh.
Begitu pula jika seseorang dalam shalatnya hanya disibukkan oleh masalah fiqih
yang menggelayuti dalam pikirannya ketika shalat, hukumnya makruh. Karena
berbagai macam kesibukan pikiran ini (neraka, surga, fiqih dan keduniawiyahan)
menghalangi posisi hamba denganAllah swt.
Keempat.
mengangan-angan
makna (tadabburi
qira’tin wa dzikrin) bacaan shalat secara global sebagai cermin
dari kekhusyu’an dalam shalat. Artinya, seorang yang shalat hendaknya mengerti
makna inti dari apa yang dibaca dalam shalat. Terutama dalam dzikir, minimal
seorang hamba mengerti bahwa bacaan tasbih dan tahmid itu bertujuan
mengagungkan Allah swt. Hal ini menjadi penting karena menurut as-Syinwani dzikir
itu dapat menarik pahala, jikalau mengerti makananya, kecuali bacaan al-Qur’an
dan shalawat. Sekalipun tidak mengerti arti kedua bacaan itu (al-Qur’an dan
Shalawat) tetap mendapatkan pahala.
Kelima, selalu
mengarahkan pandangan ke arah sujud (wa idamatu nadhari mahalli sujudihi)
walaupun shalat di depan ka’bah, dan meskipun orang itu buta atau shalat dalam
keadaan gelap gulita. Karena hal ini akan menghantarkan hamba pada
keskhusyu’an. Begitu pula dalam shalat janazah, hendaknya tetap mengarahkan
pandangan pada tempat sujud fan tidak menghadapkan pandangan kepada mayyit.
Keenam, adalah
berdzikir dan berdo’a setelah sholat secara lirih (zdikrun wa du’aun sirran ‘aqibaha),
dan diperbolehkan secara lantang jika dilakukan untuk mengajari orang lain baik
secara berjamaa’ah maupun sendiri-sendiri. (Adapun mengenai bacaan dzikir
dan do’a setelah shalat telah diterangkan lebih dulu dalam rubrik ini dengan
judul Dalil dan Bacaan Wirid Ba'da Shalat).
Itulah
keenam hal yang serigkali diabaikan dalam shalat walaupun keenam ini sebenarnya
merupakan kesunnahan di luar tehnik shalat. Demikian keterangan ini diambil dan
disarikan dari Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi’in.
Wallahu
a’lam bis shawab,
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!