Bagi kalangan pesantren mungkin tidaklah begitu asing
mendengar nama Nabi Khidhir as. Sebab, kisah petualangan Nabi Musa as. mencari
Nabi Khidhir as. sudah digambarkan oleh Allah swt. dalam Surah Al-Kahfi ayat 60
- 82 dan beberapa sabda Rasulullah saw.
بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ
مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ لَهُ هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ
مِنْكَ قَالَ مُوسَى لَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بَلْ عَبْدُنَا الْخَضِرُ
قَالَ فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الْحُوتَ
آيَةً وَقِيلَ لَهُ إِذَا افْتَقَدْتَ الْحُوتَ فَارْجِعْ فَإِنَّكَ سَتَلْقَاهُ فَسَارَ
مُوسَى مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَسِيرَ ثُمَّ قَالَ لِفَتَاهُ ( آتِنَا
غَدَاءَنَا ) فَقَالَ فَتَى مُوسَى حِينَ سَأَلَهُ الْغَدَاءَ
( أَرَأَيْتَ إِذْ
أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهِ إِلَّا
الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ) فَقَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ ( ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِي فَارْتَدَّا
عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا ) فَوَجَدَا خَضِرًا فَكَانَ مِنْ شَأْنِهِمَا مَا قَصَّ اللَّهُ فِي
كِتَابِهِ
“Ketika Musa duduk bersama beberapa orang Bani
Israel, tiba-tiba seorang laki-laki datang dan bertanya kepadanya (Musa),
'Adakah seseorang yang lebih pandai daripada kamu? ' Musa menjawab,
'Tidak." Maka, Allah menurunkan wahyu kepada Musa, "Ada, yaitu hamba
Kami Khidhir." Musa bertanya kepada (Allah) bagaimana jalan ke sana. Maka,
Allah menjadikan ikan sebagai sebuah tanda baginya dan dikatakan kepadanya,
'Apabila ikan itu hilang darimu, maka kembalilah (ke tempat di mana ikan itu
hilang) karena engkau akan bertemu dengannya (Khidhir). 'Maka, Musa pun
mengikuti jejak ikan laut dengan kehendak Allah. Lalu Musa berkata kepada
muridnya; Ayolah kita makan siang dulu, mana makanannya. Murid Musa berkata
kepadanya ketika dia menanyakan makan siang, 'Adakah kamu melihat Ikan itu
ketika kita beristirahat di batu besar. Sesungguhnya aku lupa akan ikan hiu itu
dan tiada yang membuat aku lupa tentang hal itu, melainkan setan.' Musa
berkata, 'Kalau demikian, memang itulah tempat yang kita cari.' Lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula. Kemudian mereka bertemu dengan Khidhir.
Maka, apa yang terjadi pada mereka selanjutnya telah diceritakan Allah Azza wa
Jalla di dalam Kitab-Nya." (HR.
Muslim)
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ وَجَدَ رِيحًا طَيِّبَةً
فَقَالَ يَا جِبْرِيلُ مَا هَذِهِ الرِّيحُ الطَّيِّبَةُ قَالَ هَذِهِ رِيحُ قَبْرِ
الْمَاشِطَةِ وَابْنَيْهَا وَزَوْجِهَا قَالَ وَكَانَ بَدْءُ ذَلِكَ أَنَّ الْخَضِرَ
كَانَ مِنْ أَشْرَافِ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَانَ مَمَرُّهُ بِرَاهِبٍ فِي صَوْمَعَتِهِ
فَيَطَّلِعُ عَلَيْهِ الرَّاهِبُ فَيُعَلِّمُهُ الْإِسْلَامَ فَلَمَّا بَلَغَ الْخَضِرُ
زَوَّجَهُ أَبُوهُ امْرَأَةً فَعَلَّمَهَا الْخَضِرُ وَأَخَذَ عَلَيْهَا أَنْ لَا تُعْلِمَهُ
أَحَدًا وَكَانَ لَا يَقْرَبُ النِّسَاءَ فَطَلَّقَهَا ثُمَّ زَوَّجَهُ أَبُوهُ أُخْرَى
فَعَلَّمَهَا وَأَخَذَ عَلَيْهَا أَنْ لَا تُعْلِمَهُ أَحَدًا فَكَتَمَتْ إِحْدَاهُمَا
وَأَفْشَتْ عَلَيْهِ الْأُخْرَى فَانْطَلَقَ هَارِبًا حَتَّى أَتَى جَزِيرَةً فِي الْبَحْرِ
فَأَقْبَلَ رَجُلَانِ يَحْتَطِبَانِ فَرَأَيَاهُ فَكَتَمَ أَحَدُهُمَا وَأَفْشَى الْآخَرُ
وَقَالَ قَدْ رَأَيْتُ الْخَضِرَ فَقِيلَ وَمَنْ رَآهُ مَعَكَ قَالَ فُلَانٌ فَسُئِلَ
فَكَتَمَ وَكَانَ فِي دِينِهِمْ أَنَّ مَنْ كَذَبَ قُتِلَ قَالَ فَتَزَوَّجَ الْمَرْأَةَ
الْكَاتِمَةَ فَبَيْنَمَا هِيَ تَمْشُطُ ابْنَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ سَقَطَ الْمُشْطُ
فَقَالَتْ تَعِسَ فِرْعَوْنُ فَأَخْبَرَتْ أَبَاهَا وَكَانَ لِلْمَرْأَةِ ابْنَانِ
وَزَوْجٌ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ فَرَاوَدَ الْمَرْأَةَ وَزَوْجَهَا أَنْ يَرْجِعَا
عَنْ دِينِهِمَا فَأَبَيَا فَقَالَ إِنِّي قَاتِلُكُمَا فَقَالَا إِحْسَانًا مِنْكَ
إِلَيْنَا إِنْ قَتَلْتَنَا أَنْ تَجْعَلَنَا فِي بَيْتٍ فَفَعَلَ فَلَمَّا أُسْرِيَ
بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ رِيحًا طَيِّبَةً فَسَأَلَ
جِبْرِيلَ فَأَخْبَرَهُ
“Dari Ubay
bin Ka'ab dari Nabi saw., bahwa ketika malam di-isra`kan, beliau menemukan bau
yang sangat harum. Maka beliau pun bertanya: "Wahai Jibril, apakah bau
harum ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah bau harum kuburanya
Masyithah, kedua anaknya beserta suami." Jibril melanjutkan, "Pada
awal mulanya, Khidhir termasuk dari kalangan orang-orang mulia Bani Israil dan
dia sering melewati seorang Rahib yang tinggal di biara. Setiap kali lewat
Rahib itu muncul ke hadapannya, lantas dia mengajarkan Islam kepadanya. Tatkala
Khidhir telah mencapai aqil baligh, ayahnya menikahkannya dengan seorang
perempuan, maka Khidhir pun mengajarkan (Islam) kepada isterinya. Lalu dia
minta kepada isterinya agar tidak memberitahukan ajaran tersebut kepada seorang
pun. Karena Khidhir tidak pernah mendekati seorang wanita, maka dia mentalaknya,
kemudian ayahnya menikahkannya lagi dengan wanita lain, maka Khidhir pun
mengajarkan kepada isterinya yang baru dan meminta kepadanya agar tidak
memberitahukan ajaran tersebut kepada seorang pun. Ternyata salah seorang dari
keduanya menyembunyikannya dan yang lainnya menyebarkannya, Maka dia bergegas
pergi sehingga tiba di suatu pulau di tengah laut. Dan di sana dua lelaki yang
sedang mencari kayu melihatnya, maka salah seorang darinya menyembunyikan
sedang yang lain menyebarkan, Orang yang menyebarkan (berita itu) berkata,
"Aku telah melihat Khidhir." Maka dia ditanya, "Dengan siapa
kamu melihatnya." Dia menjawab, "Dengan fulan." Laki-laki itu
berkata lagi, "Tetapi dia menyembunyikannya. Dan kebiasaan dalam agama
mereka, bahwa siapa berdusta maka akan dibunuh." Dia menuturkan kembali,
"Maka laki-laki itu menikahi seorang perempuan yang bisa menjaga rahasia,
ketika perempuan itu sedang menyisir rambut puteri Fir'aun, tiba-tiba sisirnya
terjatuh, sambil berkata, "Celaka Fir'aun." Maka puterinya
memberitahukan kepada bapaknya. Sedangkan wanita itu memiliki dua orang anak
dan suami. Maka Fir'aun mengutus utusan kepada perempuan itu dan suaminya untuk
merayu agar kembali kepada agamanya, tetapi keduanya menolak, maka utusan itu
berkata, "Aku akan membunuh kalian berdua." Keduanya berkata,
"Sebagai budi baik darimu kepada kami, apabila kamu membunuh kami
hendaknya kamu jadikan kami di satu rumah." Maka dia melakukannya."
Tatkala Nabi saw. di-isra’kan, beliau mendapati bau harum, maka dia bertanya
kepada Jibril dan Jibril pun memberitahukan kepada beliau." (HR. Ibnu
Majah)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّمَا سُمِّيَ الْخَضِرَ لِأَنَّهُ جَلَسَ عَلَى فَرْوَةٍ بَيْضَاءَ فَاهْتَزَّتْ
تَحْتَهُ خَضْرَاءَ
Rasulullah aw.
bersabda: "Sebab dinamakan Khidhir adalah karena ia biasa duduk di atas
tanah tandus berwarna putih lalu ada tanaman (khadhra') bergerak-gerak di
bawahnya.” (HR. Bukhari)
Dari keterangan di atas bisa sedikit digambarkan
bahwa Nabi Khidhir as. adalah salah seorang Nabi (orang mulia) yang sudah
dikenal sejak zaman Raja Fir’aun. Menurut beberapa riwayat, sampai saat ini Nabi
Khidhir as. masih hidup dan masih mengajarkan ilmu Allah kepada hamba-hamba
Allah yang terpilih. Ini dibuktikan dengan kisah-kisah yang diceritakan oleh
ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di dalam kitab-kitabnya. Juga kesaksian
ulama-ulama ahli hikmah.
Sebagai penganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah,
kita harus meyakini bahwa Nabi Khidhir as. adalah salah seorang Nabi yang diutus
Allah swt. untuk mengajarkan ilmu kepada hamba-hamba Allah yang dikehendaki-Nya
dan sampai sekarang masih hidup. Mudah-mudahan, kita semua bisa mengambil
hikmah dari kisah ini, bahwa ilmu Allah sangatlah luas dan kita hanyalah hamba-hamba
Allah yang sangat lemah (faqier).
Wallahu A’lam
al-Faqier Ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
10-12-14, Kaliwungu Kota Santri
Kunjungi :