RA. Kartini
adalah Pahlawan Nasional yang menggelorakan emansipasi wanita di kalangan
ningrat (bangsawan) sampai kalangan rakyat. Kecerdasan dan inspirasinya telah
mengantarkan wanita-wanita Indonesia pada masa penjajahan menjadi semakin
terdidik dan terpelajar.
Kisah pertemuan
RA. Kartini dengan KH. Shalih Darat Semarang telah menjadi tonggak perubahan
persepsi RA. Kartini tentang Islam dan peradaban Jawa. RA. Kartini telah
mempelajari kitab terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa yang ditulis oleh KH.
Shalih Darat Semarang. Kitab itu bernama kitab “Faidh ar-Rahman” yang
berisi terjemahan surah Al-Fatihah sampai surah Ibrahim dalam bahasa Jawa (Arab
pegon). Dari pertemuan penting itulah, muncul ungkapan terbaru RA. Kartini
dalam bahasa Belanda “Door Duisternis tot Licht” atau “Dari kegelapan
menuju cahaya (iman)” yang sering dicantumkan dalam surat-suratnya. RA.
Kartini sering menyitir ungkapan itu karena terinspirasi dari isi terjemahan surah Al-Baqarah
ayat 257 “Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya (iman)”.
Dalam buku “Seabad
Kartini” terdapat sebuah artikel yang menyatakan bahwa Lady Roosevelt (Istri
Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt) pernah menyitir salah satu
surat RA. Kartini dalam salah satu pidatonya di hadapan Komisi Hak Asasi Manusia
Dunia yang dipimpinnya dalam rangka menelurkan Deklarasi Semesta Hak Asasi
Manusia. Berikut adalah bagian-bagian dalam surat RA. Kartini yang tercecer dan
menarik untuk diungkapkan.
1.)
Surat RA. Kartini kepada Nyonya Stella, 18 Agustus 1899
“Bagi
saya, hanya ada dua macam keningratan, keningratan fikiran (fikrah) dan keningratan
budi (akhlak). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi
saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti
sudah beramal shalih orang yang bergelar macam Graaf atau Baron?… Tidaklah
dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini,…”
2.) Surat
RA. Kartini kepada Nyonya Abendanon, Agustus 1900
“Kita
dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita sepenuhnya.”
3.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 4 September 1901
“Pergilah,
laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk
kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Dibawah hukum yang tidak adil dan
paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah!
Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi.”
4.) Surat RA.
Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya Abendanon, 4 Oktober 1901
“Kami
disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan
laki-laki dalam hidupnya. Tapi, karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar
sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang
diserahkan alam (sunnatullah) sendiri ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik
manusia yang pertama-tama.”
5.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902
“Kami
sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah
Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan.”
6.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya van Kol, 21 Juli 1902
“Mudah-mudahan,
kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang agama Islam
patut disukai.”
7.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Oktober 1902
“Dan saya
menjawab, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kami mengatakan bahwa kami beriman
kepada Allah dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada
Allah dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya tentulah kami sudah memuja
orang dan bukan Allah.”
8.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902
“Sudah
lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar
satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu
sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa
dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama
sekali tidak patut sebagai peradaban?”
9.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 25 Agustus 1903
“Ya
Allah, alangkah malangnya; saya akan sampai disana pada waktu bulan puasa, lebaran
dan tahun baru-nan, di saat-saat keramaian yang biasa terjadi setiap tahun
sedang memuncak. Sudah saya katakan, saya tidak suka kaki saya dicium. Tidak
pernah saya ijinkan orang berbuat demikian pada saya. Yang saya kehendaki adalah
kasih sayang dalam hati sanubari mereka, bukan tata cara lahiriyah!”
10.) Surat RA.
Kartini kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1903
“Tidak,
ia tidak mempunyai ilmu, tidak mempunyai jimat, tidak juga senjata sakti.
Kalaupun rumahnya tidak ikut terbakar itu dikarenakan dia mempunyai Allah saja”
Dari
beberapa surat RA. Kartini kepada para pembesar Kolonial Belanda itulah, dapat
ditarik kesimpulan bahwa perjalanan pemikiran RA. Kartini tidak lepas dari
ajaran dan keilmuan tentang Islam. RA. Kartini telah merubah pola pikir kaum
wanita pada masa penjajahan, yang tadinya hanya bergelut di dalam rumah menjadi
bergerak membantu kaum pria dalam memperjuangkan kebutuhan hidup sampai merebut
kemerdekaan Indonesia.
KH. Shalih
Darat Semarang telah menggugah persepsi RA. Kartini melalui isi kitab
terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa dari persepsi yang keliru menjadi
persepsi yang lebih maju. RA. Kartini telah membuktikan sendiri bahwa ajaran
Al-Qur’an telah mengantarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang.
Allahu A’lam
Oleh : Saifurroyya
Sumber Surat
RA. Kartini : uniqpost.com
Baca Juga :