Pertanyaan
:
v Apakah kita wajib menyimak bacaan
Al-Qur’an yang diputar lewat kaset atau radio?
v Bagaimana jika seseorang yang stay on seharian menyalakan
murottal qur’an via radio atau hp namun tidak menyimaknya tapi mendengarnya
sambil lalu saja?
v Benarkah membaca Al-Qur’an itu
bisa haram jika bacaan kita mengganggu orang lain, semisal orang yang sedang
tidur?
Jawaban
:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama
tentang mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Sebagian ulama menghukumi wajib,
sebagian yang lain menghukumi sunnah. Perbedaan itu dalam hal bacaan
Al-Qur’an yang berada diluar shalat. Bacaan Al-Qur’an yang kita
dengar saat ini ada yang berasal dari orang langsung dan ada yang berasal dari
rekaman seperti kaset, CD, hp dan lain-lain.
Mendengarkan Al-Qur’an melalui kaset,
radio atau rekaman yang lain, pernah menjadi tema pembahasan pada Muktamar NU
ke-26. Dalam Muktamar tersebut diputuskan bahwa Al-Qur’an yang didengar
dari kaset itu sama dengan Al-Qur’an yang didengar dari Jamadat (benda-benda
mati), maka tidak dihukumi Al-Qur’an. Jadi, boleh mendengarkannya atau tidak
mendengarkannya. Diantara rujukannya adalah Kitab Al-Fatawa Asy-Syariyah
kaya Imam Hasanain Makhluf, juz 1 hal 288-289 ;
وَقَدْ نَصَّ
الْحَنَفِيَّةُ إِنْ سَمِعَ آيَةَ السَّجْدَةِ مِنَ الطَّيْرِ كَالْبَبْغَاءِ لاَ
يَجِبُ عَلَيْهِ السَّجْدَةُ فِي الْقَوْلِ الْمُخْتَارِ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ قِرَآءَةً
بَلْ مُحَاكَةً لِعَدَمِ التَّمْيِـيْزِ
“Para
Ulama Hanafiyah menjelaskan, jika seseorang mendengar ayat sajadah dari burung
seperti Beo, menurut pendapat yang terpilih, dia tidak wajib sujud karena bukan
bacaan yang sebenarnya, namun sekedar kicauan yang tidak dimengerti”.
Dari sini, kita bisa melihat bahwa orang yang
stay-on seharian mendengar bacaan Al-Qur’an via radio tanpa
menyimaknya tidaklah berdosa. Karena, dia mendengar dari rekaman atau barang
mati.
Adapun mengenai bacaan Al-Qur’an yang
keras sampai mengganggu orang lain, sebagian ulama menghukumi HARAM. Dalam
kitab Al-Adzkar hal. 198 disebutkan:
جاءت آثارٌ بفضيلة
رفع الصوت بالقراءة ، وآثارٌ بفضيلة الإِسرار؛ قال العلماءُ: والجمع
بينهما أن الإِسرار أبعد من الرياء ، فهو أفضل في حقّ مَن يخاف ذلك ، فإن لم يَخَفِ
الرياءَ، فالجهر أفضل، بشرط ألا يؤذي غيره من مصلٍّ ، أو نائم ، أو غيرهما
“Banyak
hadits yang menjelaskan keutamaan membaca Al-Qur’an dengan keras dan hadits
yang menjelaskan membaca Al-Qur’an dengan suara pelan (samar). Ulama mengatakan
: hasilnya adalah bahwa menyamarkan suara lebih dapat menghindarkan diri dari
riya, maka hal itu lebih utama bagi orang yang khawatir riya. Namun, jika tidak
khawatir riya maka mengeraskan suaranya lebih utama dengan catatan tidak
mengganggu orang lain seperti orang yang shalat, orang tidur atau yang lain.”
Penjelasan tersebut sesuai dengan hadits Nabi
Muhammad saw. yang terdapat dalam Kitab Musnad Imam Ahmad dan Kitab Sunan Abu
Dawud :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَقَدْ
عَلَتْ أَصْوَا تُهُمْ بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ: أَنَّ الْمُصَلِّي يُنَا جِيْ
رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يُنَاجِيْهِ وَلاَ يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ
عَلَىَ بَعْضٍ بِالْقُرْ آنِ
“Rasulullah
saw. keluar menemui para sahabatnya, dan saat itu, mereka sedang menunaikan
shalat, sedangkan suara bacaan mereka saling meraung satu sama lain. Maka
beliau pun bersabda: ‘Seorang yang menunaikan shalat, pada hakikatnya sedang
bermunajat kepada Rabb-nya 'Azza wa Jalla. Karena itu, hendaknya setiap orang
mencermati doa yang dibacanya, dan janganlah salah seorang di antara kalian
mengeraskan bacaan Al-Qur’an terhadap saudaranya yang lain."
(HR. Ahmad)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ
فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ
بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ
Dari Abu
Sa'id dia berkata; “Rasulullah saw. sedang i’tikaf di Masjid, lalu beliau
mendengar mereka (para sahabat) mengeraskan bacaan (Al-Qur'an) mereka. Kemudian,
beliau membuka tirai sambil bersabda: ‘Ketahuilah, sesungguhnya kalian tengah
berdialog dengan Rabb. Oleh karena itu, janganlah sebagian yang satu mengganggu
sebagian yang lain dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan (bacaan) terhadap
sebagian yang lain di dalam membaca (Al Qur'an)’.” (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, kita harus bisa melihat
situasi dan kondisi. Jika memungkinkan untuk membaca Al-Qur’an dengan suara
keras maka bacalah dengan suara keras, tapi jika tidak memungkinkan maka
bacalah dengan suara lirih (pelan).
Wallahu
A’lam
Sumber : Situs
PBNU