KH. Sya’roni terlahir dari keluarga santri,
sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang gandrung mengkaji agama, mulai
dari al-Qur’an sampai tauhid, fikih, tasawuf dan sebagainya. Meskipun berasal
dari keluarga dari ekonomi pas-pasan, terbukti beliau rajin mengikuti
pengajian-pengajian yang diadakan di kota Kudus dan sekitarnya. Sosok Kyai Sya’roni
kecil termasuk anak yang cerdas. Pada usia 11 tahun sudah hafal kitab
Alfiyah Ibnu Malik bahkan hafal al-Qur’an pada usianya yang ke-14.
Kyai Sya’roni merupakan anak ketujuh dari
delapan bersaudara. Beliau ditinggalkan ibundanya semenjak kecil tepatnya
ketika berusia 8 tahun. Sepeninggal ibunya Kyai Sya’roni di asuh oleh sang
ayah. Namun masa ini pun tidak berlangsung lama. Karena menginjak usiannya yang
ke 13 tahun, Kyai Sya’roni ditinggal oleh ayahnya.
Pada tingkatan Pendidikan formalnya, Kyai
Sya’roni pernah melewati Pendidikan di Madrasah Diniyah Mu’awanah di Madrasah
Ma’ahid lama (pada masa KH. Muchit). Sedangkan pada Pendidikan non formalnya,
beliau belajar banyak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk belajar al-Qur’an (menghafal
al-Qur’an) utamanya Qira’ah Sab’ah beliau berguru kepada KH. Arwani Amin Kudus
yang mengasuh Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an. Beliau juga sempat berguru kepada
KH. Turmudzi, KH. Asnawi, KH. Turaichan Adjuri dan lain-lain.
Baca juga: Biografi KH. Arwani Amin (Mbah Arwani)
Kyai Sya’roni banyak dikenal sebagai sosok yang
menguasai ilmu agama secara interdisipliner, dalam hal ini Kyai Sya’roni tidak
hanya mahir dalam ilmu tafsir, tetapi juga dalam ushul al-fiqh, fikih, mantiq,
balaghah dan sebagainya. Dalam hal al-Qur’an, beliau tidak hanya pandai
membacanya namun juga pintar melagukannya bahkan beliau menjadi Dewan Musabaqah
Tilawatil al-Qur’an (MTQ) tingkat nasional.
Setelah sekian lama bergumul dengan ilmu dan
pengajian-pengajian, Kyai Sya’roni akhirnya menikah pada tahun 1962. Beliau
menyunting seorang gadis bernama Afifah. Dari pernikahan itu beliau dianugerahi
8 anak putra, 2 anak laki-laki dan 6 anak perempuan.
|
KH. Syaroni Ahmadi bersama Gus Dur |
Kyai Sya’roni mulai berdakwah di masyarakat
dalam usianya yang sangat muda. Dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah ini, Kyai
Sya’roni menggunakan dua model. Pertama yakni model Dakwah di Masjid-masjid
atau di sebuah rumah warga yang dijadikan tempat untuk mengaji; kedua adalah
Pengajian Umum atau Tabligh Akbar.
Metode pertama ini biasanya dipakai dan
dikonsumsi oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Pengajian yang dilakukan
sudah ditetapkan jadwalnya dan proses pengajarannya pun dilakukan secara
berkesinambungan. Sedang model kedua biasanya dipakai untuk berdakwah di luar
daerah. Hal ini karena di samping masalah waktu yang tidak memungkinkan untuk
berdakwah dengan model pertama juga terkadang karena permintaan dari penduduk
setempat.
Baca: Kisah Kyai Sya'roni Ditahan Oleh Tentara Belanda
Dalam melakukan Dakwah Islamiyah, sekitar tahun
1960 sampai 1970-an, Kyai Sya’roni dikenal sebagai tokoh yang sangat keras.
Apalagi saat itu adalah masa-masa meruyaknya ideologi komunisme yang
dilancarkan PKI.
Gaya ini selalu dipakai Kyai Sya’roni dalam
berbagai kesempatan karena keadaan waktu itu mengandaikan demikian. Baik ketika
khutbah maupun pengajian umum atau tabligh akbar beliau selalu
tampil dengan mengambil hukum yang tegas ketika dihadapkan pada suatu
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat (waqi’iyyah). Konon, gaya
seperti ini sering dipakai KH. Turaikhan dalam berdakwah.
Namun, sekitar periode 1980-an, Kyai Sya’roni
mulai banting setir. Gaya dakwah yang selama ini dilakukan dengan nada keras
dirubah total dengan memakai gaya yang melunak. Perubahan gaya dalam berdakwah
ini dilakukan dengan pendekatan komparatif yakni merujuk kepada pergeseran
masyarakat dari waktu ke waktu serta logika kebutuhan masyarakat yang tiap saat
berubah. Karena masyarakat dari waktu ke waktu berubah maka metode berdakwah
pun mesti berubah.
Baca: Biografi KH. Raden Asnawi Kudus
Perjuangan Politik
Kyai Sya’roni pada zaman penjajahan Belanda
sempat terlibat dalam Perang-perang gerilya dalam rangka pengusiran Belanda
dari muka bumi Indonesia. Tahun 1965 yakni masa pemberontakan PKI Kyai Sya’roni
juga merupakan salah seorang yang menjadi target operasi yang dilakukan oleh
PKI. Hal ini karena Kyai Sya’roni merupakan sosok yang rajin berkampanye dan
membuat pengajian-pengajian. Kyai Sya’roni dengan tegas menolak ideologi
komunisme PKI.
Dalam konteks kepartaian, pada tahun 1955-an Kyai
Sya’roni merupakan sosok yang rajin berkampanye untuk Partai NU. Sampai dengan
tahun 1970-an Kyai Sya’roni juga sering terlibat aktif dalam Partai NU sampai
akhirnya NU mengambil keputusan kembali ke Khittah 1926 dalam Muktamar
Situbondo tahun 1984. Dan beliau merupakan orang NU yang mendukung kembali
khittah NU 1926. Adapun pasca khittah NU Kyai Sya’roni juga sempat terlibat di
Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun beliau hanya bermain di belakang
layar dan tidak berada di garis struktural kepartaian. Beliau cenderung
mengambil posisi netral.
Baca juga: Ijazah Doa Dari KH. Sya'roni Ahmadi
Langkah ini menjadikan Kyai Sya’roni mampu
diterima oleh semua kalangan. Hubungan dengan Pemerintah Daerah yang waktu itu
didominasi oleh Golkar tetap terjaga dengan baik. Ditambah lagi dengan
pembawaan beliau yang lunak dan halus. Baliau juga sangat menghindari
kepentingan Partai dalam setiap pengajian yang dilakukan. Kegiatan kultural Kyai
Sya’roni pun tetap berjalan dengan baik. Bahkan beliau menjadi sosok yang
disegani, baik oleh Pemerintah Daerah maupun kelompok-kelompok yang lain.
Karya – Karya
Kyai Sya’roni merupakan sosok yang bukan hanya
pandai membaca kitab dan berpidato, namun beliau juga tergolong produktif dalam
berkarya. Tercatat beliau kerap menulis, men-syarah dan men-terjemah beberapa
kitab yang digunakan untuk mengajar. Kitab-kitab tersebut banyak dikonsumsi
oleh Madrasah-Madrasah di kota Kudus. Adapun karya-karya tersebut adalah :
1 1.) Al-Faraid al-Saniyah
Kitab ini banyak mengupas tentang doktrin ahlusunnah
wal jama’ah. Penyusunan kitab ini konon diilhami oleh kitab Bariqat
al-Muhammadiyah ‘ala Tariqat al-Ahmadiyah milik KH. Muhammadun Pondowan, Tayu,
Pati yang saat itu rajin berpidato dan mengisi pengajian untuk menolak gerakan
Muhammadiyah di kota Kudus. Kiai Sya’roni menulis kitab ini selama kurang lebih
dua tahun.
2 2.) Faidl al-Asany
Kitab ini terbagi ke dalam tiga juz dan banyak
membahas tentang Qira’ah al-Sab’iyyah.
3 3.) Al-Tashrih
al-Yasir fi ‘ilmi al-Tafsir
Kitab ini banyak mengupas tentang tafsir
al-Qur’an mulai dari pembacaan, lafal-lafalnya, sanad, arti-arti yang
berhubungan dengan hukum dan sebagainya. Kitab setebal 79 halaman ini ditulis
pada tahun 1972 M/1392 H
4 4.) Tarjamah Tarsil
al-Turuqat
Kitab ini membahas ilmu manthiq
5 5.) Tarjamah
al-Ashriyyah
Kitab ini membahas ilmu Ushul al-Fiqh yang
banyak mengupas tentang lafadz ‘amm dan khas, mujmal dan mubayyan, ijma, qiyas
dan sebagainya. Kitab ini disusun pada hari ahad siang tanggal 29 Juni 1986
M/21 Syawal 1406 H
6 6.) Qira’ah
al-Ashriyyah
Kitab ini terdiri dari tiga juz. Penyusunan
kitab ini dimaksudkan, sebagaimana penuturan Kyai Sya’roni, untuk memudahkan
para santri atau para siswa dalam mempelajari kitab kuning.
Dan masih banyak lagi karya-karya Kyai Sya'roni yang belum tertulis disini atau belum dipublikasikan.
Di Kudus, Kyai Sya’roni telah memberikan banyak
hal. Tradisi santri yang sekarang ini lekat dengan Masyarakat Kudus rasanya tak
bisa dilepaskan dari jasa beliau. Pengajian rumahan atau di Masjid-masjid
seperti di Masjid al-Aqsa Menara Kudus masih rutin dijalankan. Pengajian
tersebut diantaranya adalah membaca al-Qur’an dan tafsir al-Qur’an. Adapun
waktunya ba’da subuh sampai pukul 07.00 pagi. Dalam setiap pengajiannya, Kyai
Sya’roni juga mampu men-setting iklim toleransi antara beberapa kelompok yang
ada, sebut saja kaum Nahdliyyin dan Muhammadiyah.
Baca: Kisah KH. Sya'roni Ahmadi Mendapat Hadiah Haji Dari Muridnya
Dalam bidang pengembangan fisik, Kyai Sya’roni
banyak memberikan jasa dalam mengembangkan Madrasah-madrasah di kota Kudus,
seperti Madrasah Banat NU, Muallimat, Qudsiyyah, Tasywiq at-Thullab as-Salafiyah
(TBS), dan Madrasah Diniyah Kradenan Kudus. Kyai Sya’roni juga tercatat sebagai
Penasehat Rumah Sakit Islam YAKIS Kudus, Mustasyar PCNU Kudus, Mustasyar PBNU
Pusat, Penasehat Yayasan Arwaniyyah. Beliau juga mengisi Pengajian rutin tiap Ahad
pagi di Masjid Jama’ah Haji Kudus (JHK). Dan masih banyak lagi peran-peran
beliau di Masyarakat.
Mudah-mudahan Allah
swt. senantiasa menjaga dan memberikan umur panjang serta kesehatan kepada
beliau. Amiin Ya Robbal ‘Alamin
Wallahu A'lam