Sejarah
Berdirinya
Pondok Pesantren APIK Kaliwungu Kendal didirikan pada
tanggal 12 Februari 1919 oleh KH. Irfan bin Musa bin Abdul Baqi bin Mu’arif
bin Qomarudin bin Jiwosuto (Panembahan Demak Bintoro). Pada awal berdirinya Pondok Pesantren
ini, Pendiri dan Tokoh masyarakat sekitar Kaliwungu sepakat untuk memberi nama Al
Ma’hadus Salafi Al-Kaumani.
Pemberian nama Pondok Pesantren tersebut bukan
tanpa alasan melainkan dilatarbelakangi oleh fakta bahwa para santri yang
belajar di sana berasal dari daerah sekitar Masjid Jami’ Al-Muttaqien Kaliwungu.
Dimana pada jaman dahulu masyarakat yang tinggal di sekitar masjid disebut
masyarakat kauman. Sementara tujuan dari kegiatan belajar tersebut adalah agar
para santri mengetahui dan meneladani para orang soleh terdahulu (salafi).
Seiring dengan bertambahnya santri yang tidak hanya berasal
dari daerah sekitar, maka Pendiri dan Tokoh masyarakat Kaliwungu mengasramakan
para santri yang berasal dari luar daerah Kaliwungu. Bangunan pertama yang
didirikan oleh KH. Irfan bin Musa adalah sebuah asrama (pondok) dengan ukuran sekitar 15
m2 yang merupakan tanah wakaf
dari salah satu istri beliau. Dana yang dipergunakan untuk pembangunan pondok tersebut adalah 75% ditanggung oleh kakak dari KH. Irfan bin Musa, yakni KH. Abdurrasyid bin Musa yang berprofesi sebagai pedagang
yang berhasil, sedang 25% diperoleh dari infak masyarakat sekitar.
Setelah pembangunan Ponpes APIK selesai, KH. Irfan menunjuk keponakannya, yakni KH. Ahmad Ru'yat bin Abdullah bin Musa, untuk menjadi lurah pondok, karena pada waktu itu belum ada santri yang besar atau yang dianggap mampu. KH. Ahmad Ru'yat dibantu oleh sepupunya yaitu, KH. Utsman bin KH. Abdurrasyid bin Musa, dalam mengurus sarana dan pra sarana santri-santri.
Dalam perkembangan selanjutnya, banyak masyarakat Kaliwungu dan sekitarnya yang mewakafkan tanahnya untuk pengembangan dan perluasan Ponpes APIK Kaliwungu. Jadi, sebagian besar tanah-tanah yang ditempati gedung-gedung Ponpes APIK Kaliwungu adalah wakaf dari masyarakat Kaliwungu dan sekitarnya.
Baca juga: Biografi KH. Irfan bin Musa
Pada tahun 1932, KH. Irfan bin Musa wafat dan karena putra-putra
beliau dianggap belum mampu mengemban tugas mengasuh Pondok Pesantren tersebut,
maka estafet kepemimpinan Pondok diemban oleh keponakan beliau yang bernama KH.
Ahmad Ru'yat. Pada masa kepemimpinan beliau inilah Pondok Pesantren tersebut
sangat maju, karena pada saat itu merupakan masa-masa perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajah dimana rumah Pendiri Pondok dijadikan
sebagai posko Palang Merah.
Diantara ribuan santri KH. Ahmad Ru'yat yang
menjadi Ulama/Tokoh masyarakat adalah KH. Abuya Dimyati Banten, KH. A. Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) Tasikmalaya, KH. Asror Ridwan Kaliwungu dan KH. Dimyati
Rois Kaliwungu. Serta masih banyak lagi santri-santri KH. Ahmad Ru'yat yang menjadi ulama besar.
Pada masa Kepemimpinan KH. Ahmad Rukyat inilah nama Pondok Pesantren
Salafi al-Kaumani berubah menjadi Asrama Pelajar Islam Kauman (APIK) Kaliwungu.
Perubahan nama tersebut didasarkan pada situasi saat itu dimana pergolakan
politik negara dengan munculnya organisasi-organisasi massa seperti Masyumi,
Nahdlatul Ulama dan organisasi kepemudaan lain. Setelah wafatnya KH. Ahmad
Ru'yat (1968), Pondok Pesantren yang semula dalam pengajarannya hanya
menggunakan metode sorogan dan bandongan, ditambah dengan metode klasikal.
|
Ponpes salaf APIK Kaliwungu (bangunan lama) |
Pada masa kepemimpinan generasi ketiga, nama “APIK” tidak diartikan
sebagai suatu singkatan lagi, tapi suatu kata dalam bahasa Jawa yang berarti “BAIK”
dengan harapan agar para santri menjadi santri yang baik.
Sejak tahun 1919 hingga sekarang Pondok ini telah mengalami
4x pergantian kepemimpinan. Pondok Pesantren APIK Kaliwungu telah berdiri
selama 87 tahun, dan tanggapan serta support masyarakat terhadap lembaga
pendidikan ini cukup baik. Di antara faktor pendukung dari eksistensi Pondok
ini terletak pada figur Kyai sebagai tokoh sentral yang memimpin/menjadi Pengasuh
Pondok dan juga makin bertambahnya jumlah santri yang belajar di Pondok Pesantren
tersebut dari tahun ke tahun.
Lebih Dekat dengan MSMH
Sebagaimana pesantren-pesantren pada umumnya,
pengajaran di Pondok Pesantren APIK Kaliwungu mula-mula diselenggarakan dengan
sistem bandongan dan sorogan. Pada tahun 1968 sistem klasikal dalam bentuk
madrasah mulai dibuka. Madrasah Diniyah ini diberi nama Madrasah
Salafiyah Miftahul Hidayah (MSMH) yang sepenuhnya mengajarkan materi-materi
keagamaan yang bersumber dari Kitab kuning. Lama pendidikannya 8 tahun yang
terdiri atas 3 tingkatan, tingkat I’dadiyah (persiapan) 2 tahun, Tsanawiyah 3
tahun dan Aliyah 3 tahun.
Pengajaran di Madrasah dilakukan oleh 36 Ustadz
di bawah bimbingan Kyai. Mereka adalah Santri senior yang sudah menamatkan
pendidikannya di Pesantren ini. Menurut KH. Solahudin Humaidullah, mengajar
adalah bagian dari Pendidikan Pondok Pesantren sekaligus merupakan wahana
pematangan diri, baik nalar maupun emosi guna melatih mereka sebelum terjun ke Masyarakat.
Para ustadz tersebut tidak diberi gaji layaknya di sekolah-sekolah umum, namun
sekedar bisyaroh untuk keperluan keilmuan mereka.
Baca: Kisah Kezuhudan KH. Irfan bin Musa
Menurut Kepala MSMH saat ini, Ustadz Abdul Muqsith,
calon santri tidak diharuskan mengikuti Pelajaran sejak tingkat I’dadiyah, namun
bisa saja masuk pada tingkat di atasnya, tergantung ilmu yang telah dimiliki
sebelumnya. Untuk masuk Tsanawiyah kelas I harus hafal seluruh bait Kitab ‘Awamil,
kelas II Kitab ‘Imrithi dan kelas
III Kitab Alfiyah Ibnu Malik. Untuk masuk kelas I Aliyah harus hafal
seluruh bait Kitab Alfiyah, kelas II Kitab Jauharul Maknun dan
membaca kitab Fathul Mu’in.
Kegiatan Pendidikan di Madrasah dilaksanakan
setiap hari kecuali hari Jum’at dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB di
dalam kelas. Pukul 16.30 WIB sampai pukul 17.30 WIB para santri mengikuti
kegiatan di kelasnya masing-masing. Pukul 20.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB mereka
mengikuti musyawarah sesuai kelas masing-masing. Kegiatan ini dipimpin oleh ra’is
(ketua) kelas dan dibimbing mustahiq (wali) kelas dan munain (guru mata
pelajaran) untuk mendiskusikan berbagai permasalahan berkaitan dengan materi
pelajaran yang sudah diterima di kelas, terutama bidang Nahwu dan Fiqih. Setiap
masalah yangmuncul dicoba untuk dipecahkan oleh peserta namun bila tidak terselesaikan,
maka akan dijawab oleh wali kelas. Selain mengikuti kegiatan klasikal, para santri
juga dapat mengikuti pengajian bebas yang dilaksanakan di beberapa tempat setelah
sholat lima waktu dengan materi yang beragam dan santri dapat memilih sesuai
dengan minat mereka masing-masing.
Setiap malam jum’at kliwon diadakan jam’iyyah
kubro yang diikuti oleh seluruh santri, berisi acara istighosah, yasin, tahlil
serta nasehat dari para ustadz. Sedang pada malam jum’at lainnya diadakan jam’iyyah
sughro. Dalam kegiatan ini para santri secara bergiliran menurut kompleks
asrama mendapat tugas memimpin tahlil, membaca Al-qur’an, Al-barzanji dan
latihan pidato. Acara ini diakhiri dengan ulasan dari pengurus. Selain
waktu-waktu tersebut para santri dapat mengunakan waktu mereka secara bebas.
Diantara mereka ada yang mengisi waktu dengan kursus komputer atau bahasa Inggris
terutama yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
|
Gedung Lama |
|
Gedung Baru |
Aktivitas pendidikan dan pengajaran yang utama
adalah kegiatan belajar mengajar di madrasah. Madrasah Salafi Miftahul Hidayah
menerapkan kurikulum yang seluruhnya bersifat keagamaan dan bersumber dari
kitab-kitab klasik berbahasa Arab dengan maksud agar pesantren ini tetap terjaga
kemurnian dan kemandiriannya Kurikulum yang berlaku di pesantren ini adalah
sebagai berikut:
TINGKAT I’DADIYAH
Kelas
|
Bidang Studi
|
Nama Kitab
|
I
|
Al-Qur’an
|
Al-Qur'an
|
|
Bahasa Arab
|
Al-Syabrwi
Al-lughah
al-arabiyyah
|
|
Tauhid
|
Aqidah
al-‘awam
Hidayah
al-Shibyan
|
II
|
Akhlaq
|
Nadhom Ala la
Al-akhlaq li
al-banin
Tanbih
al-muta’allim
|
|
Bahasa Arab
|
Al-Jurumiyah
Sharf
|
|
Fiqih
|
Mabadi’
al-fiqhiyyah
|
|
Tauhid
|
Kharidah
al-bahiyyah
|
|
Tajwid
|
Tuhfah
al-athfal
|
TINGKAT TSANAWIYAH
Kelas
|
Bidang Studi
|
Nama Kitab
|
I
|
Bahasa Arab
|
al-Jurumiyah
al-awamil
al-Jurjani
Qawaid
al-I’lal
Sharaf I
al-‘umrithi
Nadhm
al-Maqshud
al-Sharf II
Alfiyah
Qawaid
al-I’rab
|
II
|
Fiqih
|
Safinah
al-Najah
Bafadlal
Bulugh
al-Maram
Fath al-Qarib
al-Waraqat
Fath al-Majid
|
|
Tauhid
|
al-Jawahir
al-Kalamiyah
Tijan
al-Darari
|
|
Sejarah Islam
|
Khulashah I
|
|
Akhlaq
|
al-Washaya
Ta’lim
al-Muta’allim
|
|
Hadits
|
al-Arbain
al-Nawawiyah
al-Jazariyah
|
|
Sejarah Islam
|
Khulashah II
|
TINGKAT ALIYAH
Kelas
|
Bidang Studi
|
Nama Kitab
|
I
|
Bahasa Arab
|
Alfiyah Ibnu
Malik
|
|
Fiqih
|
Fath al-Mu’in
Iddah
al-Faraidl
Bulugh
al-Maram
Lathaif
al-Isyarah
|
|
Tauhid
|
Kifayah
al-Awam
|
|
Ulum
al-Hadits
|
Al-Baiquni
|
|
Ulum
al-qur’an
|
‘Ilm
al-Tafsir
|
II
|
Bahasa Arab
|
Jauhar
al-Maknun
al-Dasuqi
|
|
Manthiq
|
Sulam
al-Munawwaraq
|
III
|
Fiqih
|
Faraidl
al-Bahiyyah
al-Mahalli
Jam’al
jawami’
|
|
Bahasa Arab
|
al-‘arudl
Uquh al-Juman
|
|
Al-qur’an
|
Tafsir
al-jalalain
|
|
Hadits
|
al-Muwatha’
|
|
Tasawuf
|
Minhaj
al-Abidin
|
Mengenai sarana pendidikan, selain gedung-gedung
madrasah yang menjadi sarana utama, asrama dan Masjid Jami’ Al-Muttaqin juga
mempunyai fungsi yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren
APIK Kaliwungu, khususnya dalam pembinaan kepribadian santri. Di asrama, santri
belajar hidup mandiri dengan mengurus keperluan hidupnya sendiri mulai dari
keperluan makan, minum, mencuci, menyetrika, dll. Untuk
keperluan makan dan minum, sebagian santri ada yang memasak sendiri dan
sebagian yang lain membeli di warung maupun kos. Masjid Jami’ yang terletak di
samping Pondok adalah milik masyarakat Kaliwungu dan dibangun dengan dana dari
masyarakat pula. Di masjid inilah para santri dapat beribadah setiap saat.
Peraturan Pondok mengharuskan setiap santri untuk mengikuti sholat jama’ah 5
waktu. Masjid ini juga berfungsi sebagai aula umum bagi aktivitas santri.
Kurikulum pendidikan yang ada di Pondok Pesantren
APIK Kaliwungu berdasarkan tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau
masalah-masalah yang dibahas dalam kitab. Sedangkan masa pendidikan yang ada di
pesantren ini melalui sistem klasikal yaitu berdasarkan tingkat dan jenjang pendidikan
dan sistem non-klasikal yakni membaca kitab klasik dengan metode sorogan,
bandongan/weton.
|
KH. Sholahudin Humaidullah sedang mengajar Kitab |
Pimpinan Pesantren mengatur pengajian sesuai
dengan waktu yang ditentukan oleh para ustadz. Para santri bebas untuk memilih
dan mengikutinya sesuai dengan tingkatan dan kemampuannya. Bagi santri yang
telah lulus dari pendidikan di pesantren tingkat I’dadiyah, Tsanawiyah dan
Aliyah boleh menetap di asrama pondok pesantren untuk mengikuti pengajian pada
Kyai dan mendalami ilmu yang lebih matang yang disebut takhassus. Takhassus
artinya proses pengajian khusus yang diikuti oleh para santri yang telah lulus Aliyah
dengan jangka waktu kurang lebih 1 sampai dengan 4 tahun.
Sebagaimana anjuran dari Pondok Pesantren APIK
Kaliwungu, semua santri yang telah lulus Aliyah bisa mengikuti pengajian muthola’ah
kepada para kyai, pengajian ini merupakan ekstra kurikuler. Adapun
pelaksanaannya berupa ifadah dan istifadah. Ifadah adalah mengamalkan ilmu yang
telah diperoleh selama di pesantren dengan cara mengajar para santri. Sedang istifadah
yaitu mengambil faedah dalam mengkaji dan mendalami ilmu yang ada dalam kitab
klasik dengan para kyai selama kurang lebih 4 tahun. Setelah mengikuti program ini
santri boleh memilih apakah masih tetap tinggal di pesantren atau tidak. Jadi,
bagi santri yang merasa sudah cukup ilmunya atau sebab lain, boleh meninggalkan
pesantren. Tapi bagi santriyang masih perlu menimba ilmu yang lebih mendalam
boleh tetap tinggal selama yang diinginkan.
Baca juga: Kisah Perjuangan KH. Musa (Kyai Musa Bobos)
Setiap tahun Pondok Pesantren APIK Kaliwungu
mewisuda rata-rata 100 orang santri dari madrasah Aliyah, belum termasuk mereka
yang drop out. Jumlah mereka mencapai 2% per tahun, baik karena alasan biaya,
pindah sekolah atau pesantren lain, maupun sudah merasa memperoleh ilmu agama
yang cukup sebagai bekal hidup bermasyarakat. Sistem pendidikan pesantren
bersifat fleksibelyang memungkinkan santri mengakhiri pendidikannya dan kembali
ke kampung halamannya sewaktu-waktu.
Meskipun kurikulum yang dilaksanakan sepenuhnya
bersifat keagamaan, sejak tahun 1997 ijazah yang dikeluarkan diakui setara
dengan ijazah Madrasah Aliyah. Dengan demikian, para santri dapat melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi atau melamar pekerjaan yang membutuhkan
ijazah formal. Hingga sekarang, sudah lebih dari 15 orang alumni Pondok Pesantren
APIK Kaliwungu yang menjadi sarjana tanpa memiliki ijazah SMU. Mereka adalah
sarjana bidang agama yang berhasil menamatkan pendidikannya di IAIN, UNISSULA dan
Universitas Tribakti Jawa Timur.
ADS HERE !!!