Ziarah
di Bulan Sya’ban (Antara Tradisi dan Sunnah Nabi)
Bulan Sya’ban
telah tiba, sebagian masyarakat kita menamakan bulan Sya’ban dengan bulan ruwah.
Kata ruwah identik dengan kata arwah, memang keduanya saling
berhubungan. Dinamakan bulan ruwah karena bulan ini adalah bulan di mana
para arwah leluhur yang telah mendahului kita menengok keluarga yang
ditinggalkan di dunia. Dan keluarga yang masih hidup berbondong-bondong mendo’akan
arwah para leluhur menjelang bulan Ramadhan. Baik melalui do’a, sedekah, tahlil
dan tahmid maupun langsung berziarah ke kubur.
Bulan
sya’ban menjadi bulan special, artinya ada beberapa tradisi yang berlaku di
bulan ini yang tidak dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Diantara tradisi itu
adalah menengok makam atau menziarahi kubur orang tua, kakek-nenek, saudara,
sanak family, suami atau istri, anak atau bapak yang telah mendahului.
Ada
banyak macam nama untuk tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan atau di
akhir bulan Sya’ban. Sebagian mengatakan dengan istilah arwahan, nyekar
(sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar JawaTimur), munggahan
(sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya. Bagi sebagian orang, hal ini menjadi
semacam kewajiban yang bila ditinggalkan serasa ada yang kurang dalam
melangkahkan kaki menyongsong puasa Ramadhan.
Oleh
karena itu, perlu kiranya menengok kembali beberapa hal yang berhubungan dengan
masalah ziarah kubur. Karena pada kenyataannya banyaknya ta’bir dan hikmah yang
tersimpan di dalamnya, mampu menjadikan ziarah kubur sebagai salah satu tradisi
yang bertahan di sekitar kita.
Pada
masa awal-awal Islam, Rasulullah saw memang pernah melarang umat Islam
berziarah ke kuburan, mengingat kondisi keimanan mereka pada saat itu yang
masih lemah. Serta kondisi sosiologis masyarakat Arab masa itu yang pola
pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa
dan sesembahan. Rasulullah saw mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika
mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdo’a.
Akan
tetapi bersama berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak kontekstual dan
Rasulullah pun memperbolehkan berziarah kubur. Demikian keterangan Rasulullah
saw dalam kitab Sunan Turmudzi no 973
حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية
وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها
فإنها تذكر الآخرة"رواة الترمذي
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang
Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang
berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.
Demikianlah
sebenarnya hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan)
‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Oleh
karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang
shalih dan para wali. Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat.
Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah
kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam
kitab
‘Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
وسئل رضي الله عنه عن زيارة قبور الأولياء فى زمن
معين مع الرحلة اليها هل يجوز مع أنه يجتمع عند تلك القبور مفاسد كاختلاط النساء
بالرجال وإسراج السرج الكثيرة وغير ذلك فأجاب بقوله زيارة قبور الأولياء قربة
مستحبة وكذا الرحلة اليها.
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para
wali pada waktu tertentu dengn melakukan perjalanan khusus ke makam mereka.
Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan.
Demikian pula perjalanan ke makam mereka.
Adapun
mengenai hikmah ziarah kubur Syaikh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam
kitab Nihayatuz
Zain demikian keterangannya, “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa
yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at,
maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan
berbakti kepada kedua orang tuanya”…
Demikianlah
hikmah di balik ziarah kubur, betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja
yang merasa kurang dalam pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan
dalam keteragan seanjutnya masih dalam kitab Nihayatuz Zain diterangkan
“barang
siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti
ibadah haji”.
Apa yang
dikatakan Syaikh Nawawi dalam kitab Nihayatuz Zain juga terdapat dalam
beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan urutan perawinya. Seperti yang
terdapat dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19
.حدثنا محمد بن أحمد أبو النعمان بن شبل
البصري, حدثنا أبى, حدثنا عم أبى محمد بن النعمان عن يحي بن العلاء البجلي عن عبد
الكريم أبى أمية عن مجاهد عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
"من زار قبر أبويه أو احدهما فى كل جمعة غفر له وكتب برا
Rasulullah saw bersabda “barang siapa berziarah
ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah
mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti
kepada kedua orang tuanya.
Adapun
mengenai pahala haji yang disediakan oleh Allah swt kepada mereka yang
menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits
Ibn Umar ra.
أنبأنا إسماعيل بن أحمد أنبأنا حمزة أنبأنا أبو
أحمد بن عدى حدثنا أحمد بن حفص السعدى حدثنا إبراهيم بن موسى حدثنا خاقان السعدى
حدثنا أبو مقاتل السمرقندى عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم " من زار قبر أبيه أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته
كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم حتى يموت زارت الملائكة قبره
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa berziarah
ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu
makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa
yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan
selalu menziarahi kuburannya”
Akan
tetapi tidak demikian hukum ziarah kubur bagi seorang muslimah. Mengingat
lemahnya perasaan kaum hawa, maka menziarahi kubur keluarga hukumnya adalah
makruh. Karena kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah
hingga menangis di kuburan. Itulah yang dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam.
Seperti yang termaktub dalam kitab I’anatut Thalibin.Sedangkan ziarah
seorang muslimah ke makam Rasulullah, para wali dan orang-orang shaleh adalah
sunnah.
(قوله فتكره) أي الزيارة لأنها مظنة
لطلب بكائهن ورفع أصواتهن لما فيهن من رقة القلب وكثرة الجزع
Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena
hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa.
Dari
keterangan panjang ini, maka tradisi berziarah kubur tetaplah perlu
dilestarikan karena tidak bertentangan dengan syari’ah Islam. Bahkan malah
dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat nanti. Apalagi jika dilakukan di
akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus untuk
mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadhan.
Oleh : Saifurroyya
Sumber : www.nu.or.id