Tidak terasa
bulan Sya’ban telah bergulir hampir separuh perjalanan. Itu artinya waktu
semakin mendekati bulan Ramadhan. Sudah maklum bagi kita semua keistimewaan
bulan Ramadhan. Hal ini bisa dirasakan pada kehidupan di sekitar kita. Tidak
hanya harga sembako yang secara perlahan tapi pasti mulai beranjak naik, tetapi
juga semangat beribadah semua orang dari anak-anak hingga nenek-nenek pun
semakin bertambah. Bahkan Masjid dan Mushala mulai berbenah diri untuk
menyambut tarawih, tadarrus dan buka bersama.
Lantas apa
semua amalan-amalan yang sebaiknya dilakukan dalam rangka menyambut bulan
Ramadhan ini?
Pertama,
amalan terpenting itu adalah amalan hati, yaitu niat menyambut bulan
Ramadhan dengan lapang hati (ikhlas) dan gembira. Karena hal itu dapat
menjauhkan diri dari api nereka.
Sebuah hadits
yang termaktub dalam kitab Durrotun Nasihin menjelaskan:
مَنْ فَرِحَ بِدُخُولِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ
عَلىَ النِّيْرَانِ
Siapa bergembira dengan
masuknya bulan Ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka.
Begitu
mulianya bulan Ramadhan sehingga untuk menyambutnya saja, Allah telah
menggaransi kita selamat dari api neraka. Oleh karena itu wajar jika para ulama
salaf terdahulu selalu mengucapkan do’a:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ
بَلِغْنَا رَمَضَانَ
"Ya Allah sampaikanlah
aku dengan selamat ke Ramadhan, selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan aku
hingga selesai Ramadhan".
Sampai kepada
Ramadhan adalah kebahagiaan yang luar biasa, karena hanya di bulan itu mereka
bisa mendapatkan nikmat dan karunia Allah yang tidak terkira. Tidak
mengherankan jika kemudian Nabi saw dan para sahabat menyambut Ramadhan dengan
senyum dan tahmid, dan melepas kepergian Ramadhan dengan tangis.
Kedua,
berziarah ke makam orangtua; mengirim doa untuk mereka yang oleh sebagain
daerah dikenal dengan istilah kirim dongo poso. Yaitu mengirim doa
untuk para leluhur dan sekaligus bertawassul kepada mereka semoga diberi
keselamatan dan berkah dalam menjalankan puasa selama sebulan mendatang.
Tawassul dalam berdo’a merupakan anjuran dalam Islam. Sebagaimana termaktub
dalam Surat al-Maidah ayat 35
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ
وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri
kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”.
(QS. Al-Maidah: 35)
Diriwayatkan
pula dari sahabat Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah Muhammad saw ketika
menguburkan Fatimah binti Asad, ibu dari sahabat Ali bin Abi Thalib, beliau
berdoa :
اَللَّهُمَّ
بٍحَقٍّيْ وَحَقِّ الأنْبٍيَاءِ مِنْ قَبْلِيْ اغْفِرْلأُمِّيْ بَعْدَ أُمِّيْ
“Ya Allah, dengan hakku dan
hak-hak para nabi sebelumku, Ampunilah dosa ibuku setelah Engkau ampuni
ibu kandungku”. (HR.Thabrani, Abu Naim, dan al-Haitsami)
Ketiga,
saling memaafkan. Mengingat bulan Ramadhan adalah bulan suci, maka
tradisi bersucipun menjadi sangat seseuai ketika menghadapi bulan Ramadhan.
Baik bersuci secar lahir seperti membersihkan rumah dan pekarangannya dan
mengecat kembali mushalla, maupun bersuci secara bathin yang biasanya
diterjemahkan dengan saling memaafkan antar sesama umat muslim. Terutama
keluarga, tetangga dan kawan-kawan. Hal ini sesuai dengan anjuran Islam dalam
surat al-Baqarah ayat 178:
...فَمَنْ
عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ
بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ
ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (dia) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih”. (QS. Al-Baqarah: 178)
Menurut
sebuah hadis shahih, Nabi Muhammad saw. pernah menganjurkan agar siapa yang
mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain, baiknya itu menyangkut kehormatan
atau apa saja, segera menyelesaikannya di dunia ini, sehingga tanggung jawab
itu menjadi bebas (bisa dengan menebus, bisa dengan meminta halal, atau meminta
maaf). Sebab nanti di akherat sudah tidak ada lagi uang untuk tebus menebus.
Orang yang mempunyai tanggungan dan belum meminta halal ketika dunia, kelak
akan diperhitungkan dengan amalnya: apabila dia punya amal saleh, dari amal
salehnya itulah tanggungannya akan ditebus; bila tidak memiliki, maka dosa atas
orang yang disalahinya akan ditimpakan kepadanya, dengan ukuran tanggungannya.
(Lihat dalam kitab Jawahir al-Bukhari, hlm. 275, hadis nomor: 353 dan kitab
Sahih Muslim, II/430).
Dengan kata
lain, jika seseorang ingin bebas dari kesalahan sesama manusia, hendaklah
meminta maaf kepada yang bersangkutan. Begitu pula jika seseorang menginginkan
kesucian diri guna menyambut bulan yang suci maka hendaklah saling memafkan.
Sumber : Situs PBNU