Bulan Rajab
adalah bulan istimewa. sebuah bulan yang yang memuat banyak makna. Makna-makna
itu muncul dari anugerah Allah swt. dalam memberikan keistimewaan bagi Rasul
tercinta-Nya Muhammad saw. berupa perjalanan spiritual yang kemudian hari dikenal
dalam sejarah umat manusia sebagai Isra’ Mi’raj.
Seperti telah
masyhur diceritakan bahwa diantara kejadian istimewa yang terjadi pada diri
Rasulullah saw. sebelum perjalanan Isra’ Mi’raj dimulai adalah pembedahan hati
oleh malaikat Jibril as. dan Mikail as. untuk selanjutnya dicuci dengan air
zam-zam tiga kali dan diisinya hati mulia itu dengan hikmah dan iman. Ibarat
sebuah drama, pembedahan ini pada bagian awal sebelum memasuki inti cerita
perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, untuk selanjutnya diteruskan
hingga Sidratil Muntaha.
Mengapa hati
yang dibedah dan dibersihkan ? kenapa bukan usus atau ginjal yang mempunyai
peran penting dalam metabolisme tubuh? Yang secara biologis lebih kotor dan
selalu bersinggungan dengan makanan? Atau alat pencuci anggota tubuh lainnya
yang menjadi jalur kotoran bagi manusia? Dan mengapa pula pembedahan ini
dilakukan sebelum perjalanan, kenapa tidak setelah perjalanan usai? Atau di
tengah perjalanan?
Sesungguhnya
dalam kejadian ini terdapat hikmah yang sangat dalam. Semakin tinggi kadar
kepandaian spiritual seorang manusia, akan makin dalam ia memaknai sebuah
hikmah.Diantara hikmahnya adalah, Pertama, bahwa hati adalah hal
terpenting dalam diri manusia. Hati sebagai pusat metabolisme keimanan dan ketaqwaan.
Hati mengarahkan kehidupan spiritual manusia, dan kualitas spiritual itu secara
langsung turut menentukan dan mempengaruhi laku sosial seseorang. Karena itu
sebuah hadits yang masyhur tentang hati:
إن في الجسد مضغة إذا صلحت
صلح الجسد كله ، و إذا فسدت فسد الجسد كله ألا و هي القلب " ( متفق عليه)
“ Sesungguhnya di dalam
tubuh seseorang terdapat segumpal daging, apabila gumpalan itu baik, maka
baiklah seluruh tubuh itu. Namun, jika gumpalan itu jelek, maka rusaklah
seluruh tubuh itu. Ingatlah, gumpalan itu adalah hati ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa
pentingnya posisi hati bagi tubuh dan diri manusia. Betapa hati menjadi
satu-satunya perkara yang menentukan tubuh dan diri manusia. Karena sebuah
pribahasa Arab mengatakan:
القلب ملك ، و الأعضاء
جنوده ؛ فإذا صلح القلب ، صلحت الرعية ، و إذا فسد ، فسدت.
Hati bagaikan raja, dan bala
tentaranya adalah anggota tubuh manusia. Jikalau baik sang hati, maka baiklah
rakyatnya. Namun jika rusak sang hati, rusaklah segalanya.
Dengan
demikian, apa yang terjadi pada diri Rasulullah saw. adalah simbol bagi
umatnya, bahwa hati adalah perkara yang paling penting untuk dirawat
mengalahkan berbagai anggota lainnya. Menyehatkan hati dan meriasnya jauh lebih
penting daripada merias wajah, bersolek tubuh, bahkan lebih penting daripada
mengasah otak.
Baca :
Sejak Kapan Ibadah Shalat Mulai Diwajibkan?
Inilah yang
sering kita lupakan. Hati tidak lagi menjadi panglima dalam kehidupan ini.
Sejak lama kedudukannya telah digantikan oleh otak yang mengandalkan logika dan
rasio. Padahal, berbagai pertimbangan keadilan dan kebenaran sumbernya adalah
hati, bukan otak. Karena itu tidak salah apa yang diungkapka oleh al-Ghazali
dalam kitab Ihya’ Ulumuddin
إستفت قلبك ولوأفتوك وأفتوك
وأفتوك
Mintalah petunjuk pada hati
(kecil)-mu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka
memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka memberikan petunjuk
padamu.
Maka, jikalau
hendak memutuskan sebuah keadilan maka pertama kali bertanyalah kepada hati
kecil, jangan bertanya dulu kepada bukti yang yang ada di TKP. Karena semua itu
bisa dipalsukan oleh otak dan logika. Jika hati membawa kita kepada kebaikan
universal, sedangkan otak hanya akan mengantarkan kita kepada kebaikan parsial,
kebaikan yang telah tercampur dengan berbagai kepentingan.
Jika demikian
adanya, jika Rasulullah saw. adalah seorang yang ma’shum terjaga dari salah dan
dosa, walaupun tanpa dibedah dan dicuci hatinya oleh malaikat. Bagaimanakah
dengan kita? bagaimana merawat hati kita dan menghiasinya agar tetap jernih dan
mampu menjadi pelita bagi diri dan tubuh ini?
Agar hati selalu
terawat, hindarkanlah hati kita dari empat perkara; riya’, ujub,
takabbur, serta hasad. Riya adalah pamer, riya menurut Imam al-Ghazali
adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan cara melakukan ibadah dan amal.
Dengan kata lain, riya’ selalu saja mengajak manusia untuk mencari modus dalam
setiap kelakuan dan amalnya. Ujub menurut Imam al-Ghazali adalah sifat
merasa diri serba berkecukupan dan berbangga hati atas nikmat yang ada, dan
lupa jika kelak akan sirna, ujub merupakan induk dari sifat takabbur, bedanya
jika takabbur berdampak pada pihak yang ditakabburi, kalau ujub terbatas pada
dirinya sendiri. Sabda Rasulullah saw. “
ujub itu bisa memakan amal-amal baik sebagaimana api makan kayu bakar ”
Takabbur
adalah merasa dirinya lebih sempurna dari yang lainnya, Kesombongan adalah
kemaksiatan yang pertama dilakukan oleh makhluk-Nya (Iblis) terhadap Allah swt.
Firman Allah swt. : “ Turunlah engkau dari surga karena engkau
menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya engkau termasuk
orang orang yang hina” (QS.Al-A’raf: 13)
Hasad
atau dengki. Untuk menjelaskan hal ini cukuplah petikan seorang sufi dalam
kitab Risalah Qusyairiyah “ Orang dengki adalah orang yang tak
beriman sebab dia tidak merasa puas dengan takdir Allah ” sementara Ulama
yang lain berpendapat orang yang dengki adalah orang yang selalu ingkar karena
tidak rela orang lain mendapatkan kenikmatan. Indikasi dari sifat dengki adalah
menipu apabila dihadapan orang lain, mengumpat apabila orang lain itu pergi,
dan mencaci maki apabila musuh tak kujung tiba pada orang itu”
Mengenai
pendalaman keempat penyakit ini sudah bisalah kiranya kita meraba diri
masing-masing. Namun yang jelas, biasanya keempat penyakit tersebut saling
terkait antara satu dan lainnya. Sehingga apabila mengidap salah satu maka
dapat pula mengidap yang lainnya.
Lantas
bagaimana cara menghiasi hati? al-Ghazali berpesan dalam kitab
Mizanul Amal,
bahwa hendaknya hati dihias dengan empat induk kesalehan, yakni
hikmah,
kesederhanaan
(
‘iffah),
keberanian (
syaja’ah) dan
keadilan (
‘adalah).
Beliau menjelaskan bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah menzaliminya
adalah kesabaran dan keberanian (
syaja’ah) yang sempurna. Kesempurnaan
‘iffah
terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada orang yang terus berbuat kikir
terhadapnya. Sedangkan kesediaan untuk tetap menjalin silaturrahim terhadap
orang yang sudah memutuskan tali persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang
sempurna.
Baca Juga :
Ketika Rasulullah Shalat Wajib Tanpa Ruku'
Demikianlah
semoga kita semua dapat menarik hikmah dari bulan rajab ini. Mengapa Allah
memerintahkan Malaikat Jibril dan Mikail membedah dada dan mencuci hati
Rasulullah? Bukan karena di hati Rasulullah terdapat kotoran, karena beliau
adalah orang yang ma’shum (dijaga Allah dari kotoran/dosa). Namun, karena semua
itu adalah perlambang bagi kita selaku umatnya. Bahwa membersihkan, merawat dan
menghias hati adalah pekerjaan utama yang harus didahulukan dari lainnya.
seperti halnya Allah swt mendahulukan pembedahan dan pencucian hari Rasulullah
sebelum melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj.
Oleh Saifurroyya dari Berbagai Sumber