Penggunaan Kotal
Amal Masjid
Mengurus
masjid sebagai tempat ibadah bukanlah perkara yang sulit, tetapi juga tidak
bisa dianggap mudah. Apalagi jika masjid telah memiliki pemasukan (uang kas
amal) yang cukup banyak. Sehingga perlu pengaturan dan penanganan khusus.
Mengingat uang masjid adalah milik umat, dan bukan milik perseorangan atupun
kelompok.
Memang uang
hasil kotak amal tidaklah dapat dikategorikan sebagai barang wakaf, mengingat
uang adalah barang yang habis dipergunakan dan bukan termasuk baqa'ul ‘ain
(barang kekal yang tidak bisa habis dipergunakan), demikian diterangkan dalam Fathul
Qarib Hamisya al-Bajuri
الوقف جائز وله ثلاثة شروط احدها أن يكون الموقوف مما ينتفع
به مع بقاء عينه
Bahwa waqaf boleh
dilaksanakan jika ada tiga syarat, salah satunya barang yang diwakafkan adalah
barang yang bermanfaat dan juga barang yang kekal.
Hal lain yang
menjadikan uang kotak amal tidak dapat digolongkan sebagai wakaf adalah tidak
adanya shigat waqaf ketika seseorang memberikan uang tersebut, sehingga posisi
uang kotak amal hanya menjadi shadaqah bukan wakaf.
وان ملك لاجل الاحتياج او الثواب من غير الصيغة كان صدقة
فقط
Oleh karena
itu, sah-sah saja mempergunakan uang kotak amal asalkan dalam kerangka
kepentingan pengembangan masjid termasuk di dalamnya memberikan bisyaroh
(penghargaan) kepada segenap takmir masjid yang telah mengabdikan hidupnya
untuk kemakmuran masjid. Tentunya hal itu dengan seizin hakim (pemerintah)
setempat dan jumlahnya harus lebih sedikit dari upah minimum. Begitulah fatwa
Ibnu shabbagh yang dinukil dalam kitab I’anatuth Thalibin
وافتى ابن الصباغ بانه الاستقلال بذالك من غير الحاكم (قوله
الاستقلال بذالك) اى بأخذ الأقل من نفقة وأجرة مثله
Maka dengan
demikian diperbolehkan jika masjid menggunakan uang hasil kotak amal untuk
membiayai kebutuhan, termasuk juga memberi bisyaroh kepada khotib Jum’ah dan
shalat I’ed, juga membayar listrik, air, dan lain keperluan masjid.
Oleh : Saifurroyya
Sumber : www.nu.or.id
ADS HERE !!!