Hidayah dan
Rahmat Allah menurut kehendak-Nya
إِنَّ
رَحْمَتِي تَغْلِبُ غَضَبِي
“ Sesungguhnya rahmat-Ku melebihi murka-Ku. ” (HR. Muslim)
وَاللهُ
فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“ Allah
selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. “ (HR.
Muslim)
Pesan tak
biasa dari Rasulullah saw. diterima Abdullah bin al-Mubarak dalam sebuah
kesempatan ibadah haji. Abdullah yang kala itu tertidur singkat di Hijir Ismail
berjumpa Nabi, memperoleh amanat yang membuatnya sedikit bingung.
Dalam mimpi
itu Nabi berpesan, ” Saat pulang ke Baghdad nanti, pergilah ke sebuah
kampung, carilah orang Majusi (penyembah api) bernama Bahram. Kirimkan salamku
untuknya dan sampaikan bahwa Allah ridla terhadap dirinya.”
Seperti
dikisahkan dalam kitab al-Aqthaf
ad-Daniyyah, Abdullah tak membenarkan mimpi itu begitu saja. ”La haula
wala quwwata illa billahil ’aliyyil ’adhim. Ah, ini mimpi dari setan. Mana
mungkin Bahram dapat kiriman salam dari Nabi.” gumamnya
Abdullah pun
bangun, wudlu, shalat, lalu thawaf. Tak disangka, mimpi serupa datang lagi pada
kesempatan lain. Peristiwa ini berulang hingga tiga kali. Akhirnya Ulama
generasi tabi’in ini bertekad akan menunaikan amanat Rasulullah sepulang ibadah
haji.
Bahram yang
ia temui di sebuah kampung di Baghdad ternyata memang seorang Majusi, dengan
usia yang cukup renta.
”Apakah Anda
memiliki perbuatan yang baik di mata Allah?” tanya Abdullah.
”Saya gemar
memberi hutang kepada banyak orang. Saat melunasi diwajibkan jumlah pembayaran
melebihi jumlah hutang semula,” sahut Bahram.
”Itu haram.
Karena termasuk riba. Ada perbuatan lain?” tanya Abdullah penasaran.
”Anak
saya empat putri dan empat putra. Karena sayang menjadi pasangan orang lain,
saya jodohkan mereka sesama saudara sekandung.”
”Itu juga
haram. Ada lagi?”
”Saat
menikahkan putra-putri saya, tata cara pesta memakai aturan Majusi.”
”Itu haram.
Perbuatan lainnya?”
”Putri saya
cantiknya bukan main. Tak ada satu pun pemuda yang pantas berpasangan dengan
dirinya. Sebab itu saya jadikan istri sendiri anak saya itu. Malah pernikahan
dilaksanakan secara mewah, dihadiri lebih dari seribu tamu undangan.”
”Itu juga
haram. Ada yang lain?”
Bahram
meladeni pertanyaan Abdullah bin al-Mubarak dengan sabar. Kali ini ia bercerita
tentang pengalamannya bertemu seorang Muslimah masuk rumahnya pada suatu malam
untuk menyalakan obor. Anehnya, ketika keluar, obor itu dipadamkan lagi, begitu
seterusnya hingga tiga kali berturut-turut.
Rasa curiga
memaksa Bahram membuntuti kepulangan perempuan Muslimah. Hingga masuk ke gubuk,
tiga gadis kecil terdengar merengek menanyakan makanan kepada ibunya karena kelaparan.
Air mata perempuan muslimah itu pun meleleh. Dia merasa dihimpit situasi serba
sulit, antara anaknya yang kelaparan dan rasa malu mengemis makanan kepada
orang kafir Majusi.
”Mengetahui
kondisi itu, saya segera kembali ke rumah. Saya penuhi nampan dengan berbagai
makanan, lalu saya antarkan ke rumah perempuan Muslimah itu,” Bahram
menceritakan.
Abdullah bin
al-Mubarak menyimpulkan bahwa perbuatan terakhir inilah yang membuat Rasulullah
mengirimkan salam khusus kepada Bahram, si Majusi. Mendengar salam Rasulullah,
seketika Pak Tua ini memutuskan masuk Islam.
”Asyhadu
an lailaha illallah wa asyhadu anna muhammadan
rasulullah.” Bahram tersungkur tak sadarkan diri, hingga akhirnya
meninggal dunia dalam khusnul khatimah.
Oleh : Saifurroyya
Sumber : www.nu.or.id