Setelah
Sayyidina Umar bin Khattab wafat, para sahabat berjumpa khalifah ketiga ini
melalui mimpi. Mereka pun bertanya, ”Bagaimana Allah memperlakukanmu?”
Dalam kitab al-Aqthaf
ad-Diniyah dikisahkan Umar menjawab bahwa Allah telah mengampuni
kekeliruan-kekeliruannya dan membebaskan siksa dari dirinya. Para sahabat
menyahut dengan pertanyaan susulan. ”Apa penyebabnya? Apakah karena
kedermawanan, keadilan, atau kezuhudanmu?”
Umar
menimbalinya dengan mengisahkan peristiwa di kuburan. Sejenak usai ia
dimakamkan, dua malaikat menghampirinya. Umar dalam perasaan takut luar biasa.
Nalarnya hilang sebelum malaikat bertanya, suara tanpa rupa terdengar.
”Tinggalkan
hamba-Ku itu. Jangan bertanya apapun kepadanya (Umar). Jangan dibuat takut. Aku
mengasihi dan membebaskan siksa darinya. Tatkala di dunia, ia pernah berbelaskasihan
kepada seekor burung emprit.”
Benar, kisah
burung emprit bermula ketika Umar tengah berjalan menuju alun-alun kota dan
berjumpa anak kecil. Hati Umar sedih. Bocah itu terlihat sedang memegang
burung emprit sembari memperlakukannya layaknya mainan.
Umar tergerak
untuk segera membeli binatang malang itu. Sekarang burung emprit sepenuhnya
menjadi milik Umar. Untuk menyelamatkannya dari perlakuan buruk si bocah,
khalifah ketiga ini pun mengikhlaskan burung emprit terbang ke udara dengan bebas
(merdeka).
|
Burung Emprit |
Hal ini
membuktikan bahwa ajaran Rasulullah saw. telah menancap kuat di hati dan
perilaku Umar. Meski sering tampil garang, sahabat Nabi berjuluk ”Singa Padang
Pasir” itu tetap menunjukkan kelembutan hatinya.
Pesan lain
yang bisa ditangkap bahwa cakupan cinta kasih bersifat tanpa batas. Kepada
pohon, sungai, tanah, makanan, pakaian, buku, burung, anjing, dan seterusnya.
Terlebih manusia. Ini sesuai dengan hadits riwayat Abdullah bin Umar.
” Orang-orang yang
berbelaskasih akan mendapatkan belas kasih dari Yang Maha Pengasih.
Berbelaskasihlah kepada tiap-tiap makhluk di bumi, niscaya ’Penduduk langit’
mengasihimu.”
Sumber : www.nu.or.id
ADS HERE !!!