Semua kitab karya KH. Sholeh Darat berisi ajaran tasawuf. Meski membahas fiqih, isinya pun banyak ajaran tasawuf. Kitab kecil bab shalat dan wudhu, Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalat, juga berisi ajaran tentang tasawuf. Juga kitab Majmu’ Syariat maupun Fasolatan, ada tasawuf di dalamnya.
Terlebih dalam kitab yang memang membahas tentang tasawuf, seperti Munjiyat, Minhajul Atqiya fi Syarhi Ma’rifatil Adzkiya’, Tarjamah Al-Hikam, dan Syarah al-Burdah, penuh ajaran tentang pembersihan hati dan penghambaan sejati kepada Allah.
Karena keahlian Mbah Sholeh Darat sebagai ahli tasawuf (selain keahlian di banyak bidang lain), beliau dijuluki Imam Al-Ghazali-nya tanah Jawa. Sebab, semua kitab karyanya selalu mengutip ajaran tasawufnya Imam Al-Ghazali. Dan memang beliau sendiri menyebut bahwa karya-karyanya itu memetik dari kitab tasawuf Al-Ghazali.
Kebiasaan beliau usai mulang (mengajar) ngaji adalah menulis atau mengarang kitab. Mbah Sholeh di dalam kamar, duduk di lantai menghadapi meja. Dengan penerangan lampu teplok, lembar demi lembar kertas beliau goresi dengan pena tutul dengan tinta bak buatan China. Menuliskan gagasan atau ulasannya di atas kertas itu.
Tinta yang diwadahi sebuah cupu kecil berbahan tembaga itu terbuat dari larutan batang bak dengan air yang dicampuri minyak wangi. Menurut banyak narasumber, minyak yang dipakai adalah minyak misik. Terbukti, di kitab tulisan tangan aslinya Mbah Sholeh Darat yang sampai kini masih terjaga dan disimpan oleh cicitnya, bau wangi misik masih terasa jika dibuka lembaran-lembarannya.
Diriwayatkan, saat sedang tekun menulis kitab, suatu malam ada seorang tamu berbusana model Arab. Berjubah dan bersurban. Oleh para santri, tamu itu disalami lantas disuguhi minuman atau wedang. Kemudian diantarkan bertemu Mbah Sholeh Darat di ruang pribadi beliau. Kata perawi cerita ini, saat itu beliau sedang menulis kitab “Munjiyat” Mengutip Dari Kitab Ihya Ulumiddin.
Si santri pun kembali ke ruang depan lalu menghabiskan minuman sang tamu yang masih tersisa. Lalu mereka kembali ke langgar/mushola untuk nderes pengajian pelajarannya.
|
Makam KH. Sholeh Darat di TPU Bergota Semarang |
Mereka mendengar sayup-sayup pembicaraan kiainya dengan sang tamu yang berbincang dalam bahasa Arab. Suara keduanya terdengar, tapi isi pembicaraan kurang jelas karena jarak dan dipisahkan dinding kayu di dalam ruangan.
Saat malam telah larut, sang tamu pamit pulang. Mbah Sholeh Darat mengantarkan tamunya sampai serambi rumahnya. Usai melambaikan tangan di halaman langgar/mushola, si tamu itu melangkah ke arah jalan besar. Lantas menghilang di kegelapan malam.
Para santri yang penasaran lantas bertanya kepada gurunya.
“Itu tadi siapa, kiai? Rasanya belum pernah datang ke sini,” tanya seorang santri senior yang tadi menyuguhi minuman.
“Itu tadi Imam Al-Ghazali. Beliau merestui kitab yang kutulis,” jawab Mbah Sholeh Darat kalem.
“Lhoh. Subhanallah. Masya Allah. Bukankah Imam Al-Ghazali sudah wafat ratusan tahun lalu?” ujar mereka takjub sambil bertanya-tanya.
“Ya itulah karomah beliau. Mari kita berdoa dan tawassul kepada Imam Al-Ghazali agar ilmu kita diberkahi,” pesan Mbah Sholeh Darat seraya menyuruh santrinya kembali ke langgar/mushola.
Wallahu A’lam
Penulis: Ustadz M. Ichwan (Ketua Komunitas Pecinta KH. Sholeh Darat/KOPISODA)
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!