Sebagaimana yang kita sadari bahwa apa yang datang ke pikiran atau hati kita lepas dari kemampuan kita untuk memilihnya apakah dorongan baik atau buruk. Kalau ada dorongan baik itu datang dari setan sebagai tipu daya atau dari malaikat Mulhim atau dari Allah Ta'ala langsung.
Setelah kita tahu bahwa getaran ( خطر ) itu baik dan datang dari Allah Ta’ala dan malaikat Mulhim, maka segeralah dilaksanakan. Namun, waspadalah! sebab setan memiliki 7 cara untuk menggodamu.
Pertama, setan menghalang-halangimu untuk mengerjakan dorongan baik itu. Jika kita dijaga oleh Allah, maka kita akan menolak setan itu dengan perkataan batinmu ; “Aku sangat membutuhkan sekali amal baik itu. Karena aku harus mencari bekal dari dunia yang fana ini untuk akhiratku yang abadi.”
Kedua, jika kita tetap kuat teguh untuk mengerjakan amal baik itu, maka setan membujuk kita untuk taswif (menunda-nunda). Jika kita dijaga oleh Allah Ta’ala, maka kita akan menolaknya dengan kata tekad batin kita; “Ajal kematianku diluar kekuasaanku. Apabila tugas amal hari ini atau saat ini aku lakukan besok atau nanti, maka amalan besok atau nanti kapan dapat aku kerjakan ?.”
Ketiga, ketika kita tidak mau menundanya, maka setan akan membujuk kita untuk tergesa-gesa (عجلة) dalam pelaksanaannya. “Ayo cepat amalkan supaya engkau punya waktu longgar/luang untuk mengerjakan ini dan itu.” begitu kata setan
Jika kita dijaga oleh Allah Ta’ala, maka kita akan menolak dan berkata dalam batin kita ; “Amal sedikit dengan segala kesempurnaannya lebih baik dari amal banyak tapi banyak kekurangannya.”
Keempat, setelah kita beramal dengan sebaik-baiknya, tidak tergesa-gesa, dan tidak ditunda-tunda, maka setan datang membujuk kita untuk memamerkan amal tersebut. Jika kita dijaga oleh Allah Ta’ala, maka kita pun menentangnya seraya berkata ; “Mengapa aku harus beramal untuk dilihat dan dimengerti manusia. Tidak cukupkah penglihatan Allah Ta’ala pada amalku?.”
|
Ilustrasi Setan |
Kelima, setelah kita berhasil menolak ajakan riya’ (pamer) setan, maka datanglah dia dengan bujukan 'ujub (bangga diri), berbangga dengan amal yang telah kita lakukan. Katanya; “Alangkah agungnya wahai dirimu manusia yang telah beramal. Alangkah hebat kesadaranmu. Alangkah utamanya kamu”. Jika Allah Ta’ala menjagamu, maka engkau akan mengusir rasa ‘ujub itu dengan kata batinmu; “Segala anugerah milik Allah dalam segala keutamaan, keagungan yang ada padaku. Dia-lah yang telah memberikan taufiq padaku. Dengan anugerah-Nya, amalku menjadi utama dan berharga. Andai bukan karena anugerah-Nya, maka apalah artinya nilai amalku bila dibanding dengan nikmat Allah yang telah diberikan padaku dan dosa-dosaku.”
Keenam, setelah engkau dapat menepis kebanggaanmu, maka datanglah godaan setan yang paling berat, halus, dan sulit terdeteksi kecuali oleh orang-orang yang memiliki kesadaran penuh. Godaan itu berupa bisikan setan seperti ini; “Beramallah dengan sungguh-sungguh dan dengan rahasia, jangan sampai kelihatan manusia lain. Sesungguhnya Allah akan menampakkan amal itu padamu dan akan menyandangkannya padamu.”
Bisikan itulah yang dimaksud oleh setan untuk menanamkan riya' samar. Jika kita diselamatkan oleh Allah, maka kita akan menolaknya dan berkata ;
“Wahai setan terlaknat, selama ini kau datang padaku dengan godaan yang jelas untuk merusak amalku. Tapi kali ini engkau datang dengan seolah-olah menjadikan bagus amalku, sedangkan dibaliknya kerusakan yang fatal. Aku adalah hamba Allah. Jika Dia berkehendak menampakkan amalku, maka ditampakkanlah. Jika Dia berkehendak menyamarkan amalku, maka samarlah. Jika Dia menghendakiku agung, maka agunglah aku. Jika kehendak-Nya aku hina, maka hinalah aku. Aku tidak peduli sebab semuanya diluar kuasa manusia.”
Ketujuh, setan pun datang kembali membawa isu pertama dengan perkataannya ; “Wahai manusia, engkau tidak membutuhkan amal itu. sebab engkau telah diciptakan sebagai manusia yang beruntung (sa' id) dan pasti masuk ke dalam surga-Nya. Jika engkau diciptakan sebagai syaqiy (orang yang celaka) dan dipastikan masuk neraka, maka apalah artinya amalmu itu?”
Jika engkau dijaga oleh Allah Ta’ala, maka engkau akan menolaknya dengan kata batinmu ;
“Aku hanyalah seorang hamba. Kehambaanku menghendakiku untuk menuruti perintah Tuhanku. Tuhanku Maha Tahu akan Ketuhanan-Nya. Menghukumi apa yang Dia kehendaki dan mewujudkan atau mengerjakan apa yang Dia kehendaki.”
“Amalan-amalanku akan selalu berguna untukku bagaimanapun keberadaanku. Jika aku telah dicatat sebagai sa'id (orang yang beruntung mendapatkan surga), maka amalku akan menambah pahalaku. Jika aku sudah dicatat sebagai syaqiy (orang yang celaka mendapatkan neraka) --nauzubillahi--, maka aku tidak akan menyesal karena aku telah beramal dengan bersandar janji-Nya bahwa Allah tidak akan menyiksaku selama aku taat pada-Nya.”
“Aku lebih suka masuk ke neraka sedangkan aku taat pada-Nya daripada aku masuk ke surga sedangkan aku menentang-Nya. Janji-Nya maha tepat. Siapa yang taat akan dijauhkan dari neraka. Aku masuk surga bukan karena amalku. Sama sekali amal tidak dapat memasukkanku ke surga. Tapi janji rahmat-Nyalah yang memasukkanku ke surga."
Perhatikan dan ingatlah supaya kita kelak tidak menemukan pepesan kosong.
Wallahu A’lam
Sumber: Kitab Minhajul Abidin karya Imam Al-Ghazali