Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Sahabat Utsman bin Affan
Pada masa sahabat Utsman, telah terjadi perluasan wilayah sehingga kota-kota pun telah menjadi ramai dan orang-orang muslim pun telah tersebar ke seluruh penjuru tanah Arab. Pada waktu itu, setiap generasi meriwayatkan Al-Qur’an dengan cara (bacaan) yang paling populer dikala itu. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan dalam hal pelafalan huruf dan cara membacanya, terlebih lagi mereka tidak memiliki mushaf yang dapat dijadikan rujukan yang berlaku diantara mereka.
Berdasarkan sebab-sebab dan kejadian itulah, sahabat Utsman melihat celah dan peluang dengan argumentasi dan akurasi pendapatnya untuk mencari solusi dalam hal ini sebelum timbul mudarat (fitnah) di mana-mana. Langkah pertama yang beliau tempuh yaitu dengan cara mengumpulkan para sahabat yang memiliki pengetahuan tinggi dan memiliki analisa yang jitu, serta memiliki fatwa yang bisa diterima di kalangan para sahabat untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Dengan itu semua, terjadilah kesepakatan untuk menyalin Al-Qur’an yang telah beredar di kota-kota dan memerintahkan masyarakat untuk membakar mushaf yang tidak disepakati, dengan tujuan agar mereka tidak menjadikan rujukan dan patokan selain mushaf yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Penetapan dan penyalinan Al-Qur’an pada masa sahabat Utsman dimulai pada akhir tahun ke-24 H. dan selesai pada tahun ke 25 H. Dalam penyalinan Al-Qur’an, sahabat Utsman menyumpah (membaiat) empat orang sahabat terbaik dan penghafal Al-Qur’an yang dapat dipercaya. Mereka adalah Zaid bin Tsabit dari Madinah, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam, yang mana tiga sahabat yang terakhir (disebut) berasal dari suku Quraisy.
Setelah menetapkan empat orang sahabat sebagai penulis Al-Qur’an, sahabat Utsman mengirimkan utusan kepada Hafsah binti Umar, untuk mengambil salinan Al-Qur’an yang disimpan di rumahnya, yang merupakan mushaf yang sebelumnya telah dirumuskan dan disusun pada periode sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Berdasarkan mushaf inilah, empat sahabat yang menjadi dewan penulis Al-Qur’an tersebut menggunakannya sebagai acuan atau rujukan dalam penyalinan naskah Al-Qur’an. Dalam melakukan penyalinan naskah Al-Qur’an, dewan yang ditunjuk oleh sahabat Utsman, sedikitpun tidak berani menyalinnya kecuali mereka meyakini bahwasanya para sahabat telah membacanya dan Rasulullah saw. pun membaca sesuai dengan bacaan mereka.
Setelah sahabat Utsman berhasil menyalin Al-Qur’an dengan jalan seperti yang telah dijelaskan, kemudian beliau menyebarkan hasil salinan tersebut ke seluruh penjuru negeri dan beliau memerintahkan kepada masyarakat agar membakar mushaf selain mushaf yang telah ditetapkan sahabat Utsman, baik yang berupa jilid-jilidan ataupun yang berbentuk lembaran-lembaran, dengan tujuan agar mereka tidak berpegang pada mushaf jilidan atau lembaran tersebut melainkan kepada mushaf yang telah berhasil disusun, yang memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
a.) Penulisan dilakukan dengan jalan mutawatir (diriwayatkan oleh orang banyak).
b.) Meniadakan penyalinan bacaan yang tidak terdapat pada akhir hayat Rasulullah saw.
c.) Penyusunan surah dan ayatnya dilakukan sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang mana hal tersebut berbeda pada masa sahabat Abu Bakar dimana pada masa itu dilakukan penyusunan ayatnya akan tetapi surahnya tidak disusun.
d.) Penulisannya dilakukan dengan jalan yang telah disepakati oleh berbagai bentuk bacan yang berbeda-beda dan sesuai dengan huruf ketika Al-Qur’an diturunkan.
e.) Memisah (membatasi) dari sesuatu yang bukan Al-Qur’an, seperti mushaf yang ditulis oleh sebagian sahabat sebagai penjelas ayat yang dinasakh dan dimansukh atau hal-hal lain yang kasusnya menyerupai ini.
Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut, para sahabat sepakat untuk membakar mushaf-mushaf yang mereka miliki atau beredar dikalangan mereka dan menggantinya dengan menggunakan mushaf yang disusun oleh sahabat Utsman (Mushaf Utsmani).
Ringkasan Pengumpulan Al-Qur’an Pada Tiga Periode
1.) Penulisan Al-Qur’an yang terjadi pada masa Nabi saw. merupakan suatu keterangan dari penulisan dan penyusunan Al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan, penulisan yang terjadi pada masa itu yaitu dilakukan dan ditulis di pelepah kurma, tulang belulang, batu, dan daun-daun lain yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menulis. Adapun tujuan pengumpulan ini yaitu sebagai penambah rasa percaya terhadap Al-Qur’an (bukti otentik), sekalipun penjelasan mengenai Al-Qur’an telah dilakukan dengan cara dihafal di kalangan para sahabat.
2.) Pengumpulan Al-Qur’an pada masa sahabat Abu Bakar As-Shiddiq merupakan suatu keterangan dari pemindahan dan penulisan Al-Qur’an ke dalam bentuk mushaf berdasarkan pengurutan ayat-ayatnya. Adapun tujuannya, yaitu menulis dan membukukan Al-Qur’an secara keseluruhan yang disusun secara urut. Hal ini ditempuh sebagai antisipasi agar ayat-ayat Al-Qur’an tidak hilang karena meninggalnya para penghafal Al-Qur’an.
3.) Pengumpulan Al-Qur’an pada masa sahabat Utsman bin Affan merupakan suatu keterangan pemindahan dari apa yang terdapat di dalam mushaf menjadi satu mushaf, yaitu mushaf “imam”. Setelah berhasil disusun dan diurutkan surah-surah dan ayat-ayatnya, kemudian Al-Qur’an tersebut disebarkan ke seluruh penjuru tanah Arab.
Catatan Penting
Al-Qur’an pada masa sahabat ditulis tanpa menggunakan titik dan harakat. Penulisan harakat, titik dan huruf yang tidak ditulis hanya ditulis dengan menggunakan huruf kecil seperti “alif dan wawu”. Hal tersebut tiada lain yaitu untuk mempermudah cara membaca Al-Qur’an pada masa setelahnya ketika agama Islam telah tersebar luas ke suku-suku selain Arab.
Wallahu A’lam
Penerjemah: Saifur Ashaqi dkk.
Sumber: Kitab “I’jazu Rasmil Qur’an” karya Syaikh Muhammad Syamlul dari Mesir