Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan ulama besar yang menjadi gurunya para ulama Nusantara. Sepanjang hayatnya dikenal mempunyai karomah yang luar biasa, dikenang para santri dan muridnya tanpa terkecuali. Gaya ngajarnya sangat unik, tidak seperti sebagaimana biasanya proses pembelajaran. Murid-muridnya menjadi kiai besar yang turut serta dalam mendirikan bangsa Indonesia tercinta ini.
Karomahnya sangat banyak, juga sangat nyleneh dan unik. Pada suatu hari, seorang petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus-menerus. Akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi, setelah bermusyawarah, maka diputuskan untuk sowan kepada Syaikhona Kholil.
Sesampainya di rumah Syaikhona Kholil, sebagaimana biasanya kiai sedang mengajarkan ilmu nahwu yakni Kitab Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula.
“Assalamu’alaikum, Kiai,” ucap salam para petani serentak.
“Wa’alaikum salam, “ jawab Syaikhona Kholil.
Melihat banyaknya petani yang datang, Syaikhona Kholil kemudian bertanya : “Sampean ada keperluan apa, ya?”
“Benar, Kiai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kiai penangkalnya.” kata petani dengan nada memohon penuh harap.
Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kiai Kholil kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta merta Kiai Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”.
“Ya.., Karena pengajian ini sampai ‘qoma zaidun’, ya ‘qoma zaidun’ ini saja pakai penangkal.” seru Kiai Kholil dengan tegas dan mantap.
“Sudah, pak Kiai?” ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya.
“Ya sudah,” jawab Syaikhona Kholil menandaskan.
Mereka puas mendapatkan penangkal dari Syaikhona Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Syaikhona Kholil. Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus menerus tidak bisa duduk.
Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sis-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak. Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Syaikhona Kholil lagi.
Tiba di kediaman Syaikhona Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur.
Sebagai rasa terima kasih kepada Syaikhona Kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun.
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!