Suatu ketika, seseorang bernama Abdussalam naik kendaraan. Di depannya ada kendaraan lain yang digunakan opsir Belanda. Abdussalam pun mendahului kendaraan yang dinaiki orang Belanda itu.
Merasa dirinya superior, orang Belanda ini tersinggung karena kendaraannya disalip kendaraan orang pribumi. Lalu dia mengarahkan moncong senjatanya ke arah Abdussalam.
Kali ini, orang Belanda berhadapan dengan pribumi yang lain dari yang lain. Abdussalam bukannya berlari, namun malah berteriak dengan keras sehingga orang Belanda tersebut jatuh pingsan.
Berteriak dalam bahasa Arab adalah “shaihah” yang di lidah orang Jawa menjadi “shihah”. Maka, sejak saat itu orang-orang memanggil Abdussalam dengan sebutan Mbah Shihah atau Kiai Shihah.
Siapakah Abdussalam?
Dia adalah salah seorang tokoh yang turut serta dalam Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro (1825-1830). Ada beberapa pembantu tokoh ini yang berhasil meloloskan diri dari sergapan tentara penjajah Belanda, di antaranya Abdussalam itu.
Dalam pelariannya, Abdussalam sampai di kampung yang disebut Tambak Beras, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang. Abdussalam bersama 25 pengikutnya sampai di Tambakberas pada I838.
|
KH. Bisri Syansuri, KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahab Chasbullah |
Kiai Shihah ini adalah pendiri pesantren Tambakberas, pesantren yang kelak diasuh oleh Kiai Wahab Hasbullah perintis, pendiri, dan penggerak NU.
Awalnya pesantren ini dinamakan dengan Pesantren Selawe yang dalam bahasa Jawa berarti “pesantren duapuluh lima” karena Kiai Shihah saat datang ke Tambakberas diikuti 25 orang pengikutnya.
Kiai Shihah mempunyai dua murid yang sangat disayanginya di antara murid-murid yang lain. Keduanya itu adalah Said dan Utsman yang diambil menantu oleh Kiai Shihah. Dari kedua murid ini kelak akan lahir KH. Wahab Hasbullah dan Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari.
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!