Jika kita mendengar kata “Proposal” tentu kebanyakan dari kita akan langsung menuju pada “Proposal Dana”. Sebab, di era reformasi dan keterbukaan ini, mulai banyak bermunculan pengajuan-pengajuan “Proposal Dana” kepada pemerintah, baik untuk sekolah, madrasah, masjid, pesantren dan lain-lain. Semua itu hanya bisa dilakukan setelah tumbangnya Orde Baru (ORBA). Karena, pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, bantuan-bantuan dana benar-benar sangat ketat seleksinya dan hanya diperuntukkan kepada lembaga-lembaga yang pro Soeharto.
Setelah tumbangnya Presiden Soeharto dibarengi dengan penghapusan pasal-pasal yang memberatkan cairnya dana bantuan masyarakat. Akhirnya, banyak masyarakat yang berbondong-bondong mengajukan dana-dana bantuan melalui eksekutif (pemerintah) maupun legislatif (DPR). Di satu sisi sangat menguntungkan bagi masyarakat sebagai sebuah kemajuan dan pengembangan sarana dan pra sarana. Namun, di sisi yang lain sangat rentan terjadinya manipulasi data maupun praktek KKN yang akan merugikan masyarakat itu sendiri.
Dalam pandangan Islam, ada dua hukum tentang pengajuan dana bantuan atau “Proposal Dana”. Pertama, jika dana bantuan tersebut benar-benar untuk kemaslahatan umat tanpa adanya manipulasi data, maka hukumnya BOLEH. Kedua, jika dana bantuan tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi atau adanya manipulasi data, maka hukumnya HARAM.
Kalau kita ingat kembali, bahwa para ulama dahulu sangat hati-hati dalam menyikapi adanya dana bantuan dari pemerintah. Bahkan tidak sedikit ulama yang menolak dana bantuan itu, biarpun dana itu sangat besar dan untuk kemaslahatan umat. Sebut saja, KH. Ahmad Ru’yat Kaliwungu yang menolak dana bantuan sebesar 500 Juta dari Wakil Perdana Menteri Indonesia, KH. Idham Chalid. Walaupun KH. Idham Chalid adalah seorang Kiai NU yang menjabat sebagai Ketua Umum PBNU sekaligus Wakil PM Indonesia. Namun, karena kehati-hatian (wira’i) Mbah Ru’yat, beliau menolaknya dengan halus.
Akan tetapi, di zaman sekarang ini tidak sedikit masyarakat umum bahkan sekelas ulama yang berbondong-bondong mengajukan dana bantuan atau “Proposal Dana” demi untuk kemajuan atau pengembangan lembaganya. Tidaklah salah jika seseorang ataupun seorang kiai mengajukan dana bantuan atau “Proposal Dana” ke pemerintah melalui eksekutif (pemerintah) maupun legislatif (DPR) untuk lembaganya. Namun, hendaknya perilaku atau teladan ulama dahulu juga patut diperhatikan. Dimana mereka sangat hati-hati (wira’i) dalam menerima dana bantuan dari pemerintah tersebut. Terkecuali bantuan dana tersebut sangat-sangat dibutuhkan oleh masyarakat atau umat. Itupun harus benar-benar untuk kepentingan umat dan tidak adanya manipulasi data maupun praktek KKN.
Wallahu A’lam
Oleh: Saifur Ashaqi
Kaliwungu Kota Santri
ADS HERE !!!