Diceritakan di dalam Kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam Al-Ghazali dan Kitab Tafsir Ibnu Katsir bahwasanya dahulu Nabi Isa pernah berjalan ke suatu gunung. Dalam perjalanan, beliau melihat sebuah batu cukup besar (berukuran orang duduk).
Batu itu berwarna putih bahkan lebih putih dari susu. Ada riwayat yang mengatakan batu itu berwarna hijau yang terbuat dari jambrut. Nabi Isa mengelilingi batu itu karena beliau kagum akan batu itu. Tidak lama kemudian, batu itu terbelah dua. Di dalam batu itu ada seorang laki-laki. Laki-laki itu ternyata memakai baju putih dan memakai tongkat warna hijau. Di depan laki-laki itu banyak makanan dan buah-buahan seperti anggur, air susu, madu dan yang lainnya.
Nabi Isa jadi takjub melihat laki-laki itu.
Nabi Isa kemudian bertanya kepada orang tersebut, “Wahai seorang laki-laki, sudah berapa lama engkau di dalam batu ini?”
“Aku di sini sudah hampir 400 tahun,” jawabnya.
“Selama engkau di dalam batu ini, apa yang engkau makan dan bagaimana engkau berjalan-jalan?” tanya Nabi Isa
“Selama aku di dalam batu ini, apabila aku lapar aku ingin makan ini dan itu, makanan itu selalu ada untukku. Baru bergretek di dalam hati aku ingin ini, maka sudah ada di hadapanku. Tapi sekedar aku lapar saja dan aku berhenti makan sebelum kenyang. Sekedar laparku hilang. Di dalam batu ini sangat luas, lebih luas dari bumi. Kemanapun aku mau pergi maka sampainya sebentar saja, hanya beberapa langkah. Dilihat dari luar cuma sebuah batu tapi di dalamnya lebih luas dari bumi. Sungguh nikmat yang luar biasa. Ini semua adalah anugerah dari Allah kepada hamba-Nya,” jawabnya yang penuh getaran.
“Wahai Tuhanku, apakah ada orang yang mulia yang lebih baik dari orang ini?” kata Nabi Isa
Maka kemudian dijawab Allah Ta’ala,
“Ada, wahai Isa. Umat Nabi Muhammad jika sampai di pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban), malamnya ia beribadah kepada-Ku, beribadah dan membaca amalan di malam Nihfu Sya’ban, maka pahalanya melebihi dari orang ini yang selalu beribadah kepada-Ku hampir 400 tahun.”
Dari sini, kesimpulannya adalah:
1.) Beribadahlah kalian di malam Nishfu Sya’ban.
2.) Jangan bertanya tentang dalilnya apakah ada atau tidak. Pokoknya beribadah dan beramal. Karena di malam Nisfu Sya’ban ini adalah malam pergantian buku catatan amal yang dicatat oleh malaikat selama 1 tahun.
3.) Jangan kalian pedulikan dengan orang yang tidak mengerjakannya. Hanya orang-orang yang jahil akan ilmu, mereka yang bertanya apakah ini ada dalilnya apa tidak.
4.) Dan keesokan harinya yaitu 15 Sya’ban kita disuruh berpuasa.
5.) Ulama-ulama terdahulu banyak melakukan ibadah di malam Nisfu Sya’ban. Karena kata ulama-ulama terdahulu bahwasanya Hari Raya para Malaikat ada 2 malam, yaitu Malam Nisfu Sya’ban dan Malam LailatuL Qadar.
Mudah-mudahan Berkat Rasulullah, para Wali dan orang-orang sholeh, diampuni segala dosa dzohir bathin seumur hidup, qobul segala hajat, selamat dunia akhirat, husnul khatimah dan masuk surga bighoiri hisaab. Aamiin…!!!
Penulis: Muhammad Zainuddin bin H.Abdur Rahman, santri Abah Guru Sekumpul.
Sumber: bangkitmedia.com
ADS HERE !!!