Saling membantu sesama makhluk Allah sangat lazim dalam kehidupan di dunia ini. Pasalnya keberuntungan dan nasib orang berbeda-beda. Di sinilah letak pentingnya upaya manusia untuk saling menutupi dan saling melengkapi kekurangan satu sama lain.
Imam Al-Ghazali sendiri menulis tatakrama perihal ini. Hujjatul Islam ini menyebut sejumlah rincian yang sangat ramah terhadap mereka yang memerlukan bantuan. Dalam “Al-Adab fid Din” Imam Al-Ghazali menyebut akhlak seorang yang bersedekah.
آداب المتصدق وينبغى له أداؤها قبل المسئلة، وإخفاء الصدقة عند العطاء، وكتمانها بعد العطاء، والرفق بالسائل، ولايبدؤه برد الجواب، ويرد عليه بالوسوسة فى الوسوسة، ويمنع نفسه البخل، ويعطيه ما سأل أو يرده ردا جميلا، فإن عارضه العدو إبليس لعنه الله أن السائل ليس يستحق، فلا يرجع بما أنعم الله به عليه، بل هو مستحق لها
“Sebaiknya orang yang ingin bersedekah (mendonasikan hartanya) sebelum ia diminta, diam-diam saat memberi, menutup-nutupi sedekahnya setelah memberi, ramah terhadap pengemis, jangan mengawali pembicaraan dengan jawaban penolakan, menolak permintaan dengan suara perlahan, mengusir godaan bakhil dari dalam hati, memberikan sesuatu sesuai permintaan atau menolaknya dengan cara yang baik. Apabila Iblis laknatullah berbisik, ‘Orang ini tidak berhak menerima sedekah,’ maka jangan perhatikan nikmat yang anugerahkan pada si pengemis. Tetapi tegaskan di dalam hati bahwa orang tersebut layak menerima sedekah.”
Sejumlah rangkaian tatakrama bagi seorang yang berbagi sesuatu kepada mereka yang membutuhkan ini sebenarnya dapat saja berbeda di zaman dan daerah tertentu. Hanya saja sejumlah tatakrama ini dibuat dengan tujuan agar mereka yang menerima bantuan tidak merasa terhina.
Demikian juga dengan pemberi. Semua etika ini diatur agar kedermawanan pemberi tidak kehilangan nilai di sisi Allah. Wallahu A’lam.
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!