Di awal berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gus Dur pernah sowan kepada KH. Turaichan Adjhuri (Mbah Tur) di rumahnya, Kudus Kota. Dalam dokumentasi foto sowan tersebut, Gus Dur terlihat mencium tangan Mbah Tur. Keduanya dalam posisi duduk di atas kursi. Didampingi oleh Alwi Shihab (kanan) dan KH. Sya’roni Ahmadi (kiri). Mbah Tur mengenakan jubah, sementara Gus Dur berpakaian batik.
Terkesan tangan Mbah Tur yang ditarik oleh Gus Dur. Dan Mbah Tur, dalam foto tersebut, tampak seperti orang tua yang sangat dihormati oleh Gus Dur laiknya anak yang mengiba. “Gus Dur meminta maaf kepada Bapak (Kiai Turaichan, red),” jelas KH Choirozyad Tajus Syarof, putra Mbah Tur.
|
Gus Dur mencium tangan Mbah Turaichan |
Menurut Kiai Zyad, sebelum sowan, Gus Dur menelepon kalau akan datang ke rumah Mbah Turaichan di Kudus karena merasa punya salah kepada master ilmu Falak itu. “Saya punya hutang, mau sowan. Ngapunten, mumpung saya masih hidup, Mbah Tur masih ada, saya ingin meminta maaf,” pinta Gus Dur kepada Kiai Zyad lewat telepon.
Ceritanya, saat menjabat Ketua Umum PBNU, Gus Dur merasa bersalah kepada Mbah Tur karena pernah membuat keputusan 1 Syawwal pada tanggal 27 Ramadhan. PBNU menyebut ketentuan tersebut diambil dari rukyat. Klaim sepihak inilah yang tidak bisa diterima oleh Mbah Tur. Lazimnya, rukyat baru dilakukan pada H-1 Syawwal, bukan H-3 atau H-2.
Pengurus NU Kudus yang ketika itu dipimpin oleh Kiai Munawar Khalil tentu tidak berani mengedarkan surat keputusan PBNU kepada pengurus-pengurus ranting karena masyarakat Kudus berkiblat kepada penanggalan Menara Kudus yang sudah dibuat Mbah Tur. “Jika ada yang tanya keputusan saya, silakan lihat tanggalanku,” kata Mbah Tur kala itu.
Klaim rukyat di atas hanya sebagian keputusan Gus Dur yang tidak disepakati oleh Mbah Tur. “Pada prinsipnya, Mbah Tur banyak tidak cocok dengan kebijakan Gus Dur,” imbuh Kiai Zyad, yang dalam foto itu terlihat tersenyum di bagian paling depan sebelah kanan.
Sumber: santrimenara.com
ADS HERE !!!