Di saat
sedang marak-maraknya kasus korupsi di Indonesia yang menyeret tokoh-tokoh
penting di Negeri tercinta ini. Dari mulai pembesar penegak dan pengadil hukum
sampai pembesar partai yang mengaku paling Islam sekaligus ulama di daerahnya. Saya
tersadar, bahwa ternyata di negeri ini lebih banyak orang fakir yang mengaku
kaya daripada orang kaya yang mengaku fakir.
Saya pernah
mendengar tausiyah Gus Mus pada saat memperingati 1000 hari wafatnya Gus Dur. Beliau
menuturkan, bahwa Gus Dur adalah tokoh besar yang sampai wafatnya tidak pernah
mempunyai dompet, apalagi card-card semisal ATM. Ini menunjukkan kesederhanaan
dan kezuhudan beliau dalam mengarungi kehidupan, melayani masyarakat dan
memimpin bangsa ini.
Gus Mus
menjelaskan, bahwa Gus Dur adalah orang kaya dalam arti sesungguhnya, karena beliau
tidak butuh dan tidak minta materi dalam berdakwah dan melayani masyarakat. Beliau
berjuang dengan ikhlas untuk kemaslahatan masyarakat dan bangsa ini.
Menurut Gus
Mus, dalam khazanah ilmu bahasa Arab, kata “faqier” berarti fakir/butuh
atau orang yang fakir/butuh, sedang “ghaniy” berarti kaya/tidak butuh
atau orang yang kaya/tidak butuh. Dari sini bisa diartikan bahwa Gus Dur adalah
sosok tokoh besar yang “ghaniy” atau kaya dalam arti yang sesungguhnya. Karena
beliau tidak butuh harta benda dalam menyampaikan kebenaran, berdakwah dan
melayani masyarakat bangsa ini.
Fakta terbalik
akhir-akhir ini mencuat, ketika sebagian besar masyarakat sekarang ini berlomba-lomba
menjadi orang kaya dengan cara sikut kanan sikut kiri untuk mencapai
derajat kaya/butuh. Padahal mereka sebenarnya orang-orang fakir yang masih
butuh materi berlebihan. Lebih-lebih para Koruptor yang merampas uang rakyat,
mereka lebih dari fakir. Bahkan sampai ke tingkat “afdhalul faqier”. Na’udhu Billahi min Dzalik…
Itulah gambaran
masyarakat sekarang ini, mereka yang mengaku orang kaya atau paling kaya
sebenarnya mereka fakir. Karena mereka masih butuh materi atau harta benda yang
berlebihan diluar kebutuhan primer. Saya teringat sabda Rasulullah “Tidaklah
disebut kaya, orang yang punya banyak harta, namun yang disebut kaya adalah
yang punya jiwa/kaya jiwa” Maksud kaya jiwa disini adalah orang selalu bersyukur
dan bersabar atas apa pun yang Allah karuniakan. Ketika diberi banyak
nikmat/rizki, dia mau berbagi dengan orang lain dengan zakat dan sedekah. Saat diberi
sedikit nikmat/rizki, dia akan bersabar dan tidak putus asa atas semua nikmat-Nya.
Renungan al-Faqier
ila Rahmati Rabbih
Saifurroyya
10-10-13,
Kaliwungu Kota Santri
ADS HERE !!!