Kehidupan "Nyeleneh" Samud
Bagi masyarakat yang berdekatan dengan pasar
Kaliwungu, Mangkang, Jrakah, Karangayu sampai pasar Bulu pada era tahun
70-an, mungkin tak asing dengan sosok ”Samud”. Sepintas pria
bertubuh tambun dengan ciri bertelanjang dada, Sarung agak tinggi dengan
gulungan besar diperut, baju disampirkan di pundak, berpeci ke belakang hingga
terlihat rambut depannya, dan satu tangan terlihat menggerak-gerakkan jarinya
seolah melakukan wirid.
Sepintas, warga di era tahun tersebut hanya
melihat bahwa Samud hanyalah sosok yang kurang normal/ gendeng. Bahkan
ketika penulis menanyakan hal tersebut pada orang tua, teman (saat itu penulis
masih kecil) dan handai taulan, banyak yang mengatakan kalau Samud “kabotan ngelmu” (tidak kuat
melakukan laku tirakat). Pekerjaan Samud secara kasat mata adalah seperti “peminta-minta”
di pasar. Ada yang memberi uang, jajan maupun makanan. Tidak hanya dipasar, di kendaraan
umum pun Samud juga sering meminta.
Namun ada hal aneh yang terlihat saat itu
pada diri Samud, dia begitu ikhlas dan hidup sederhana. Yang tak kalah aneh
saat itu, hampir semua bakul yang dimintai oleh Samud, mereka akan memberikan
dengan ikhlas dan senang hati, bahkan ada perasaan untuk beramal dengan memberi
sesuatu pada Samud agar rizki mereka ditambah oleh Allah lewat dagangan mereka
yang laris.
Penulis masih ingat ketika kernet angkutan
menawarkan kepada Samud yang saat itu berdiri di depan warung makan orang tua
penulis untuk ikut menuju pasar Karangayu dengan setengah memaksa secara
gratis. Hal itu penulis tanyakan pada teman, kenapa Samud menjadi rebutan kernet
untuk ikut angkutannya, jawaban sang teman sangat sederhana. Kernet akan
mendapat untung, karena para penumpang akan memberi recehan kepada Samud, dan
uang pemberian tersebut seluruhnya akan diberikan pada kernet ( saling
menguntungkan bukan?)
Ada ciri khas lagi yang ada pada Samud, yaitu
kantong kecil dari kain gandum, isinya uang recehan yang banyak sekali layaknya
jaman kerajaan.
Siapakah Samud ini?
Sudah ada 3 kelompok yang menanyakan langsung
soal Samud pada penulis, kebetulan penulis sempat menangi hidup dijamannya. Di
mata penulis yang saat itu masih kanak-kanak, Samud terlihat sepintas seperti
orang gendeng yang hidup
menggelandang dari pasar ke pasar, tapi bagi sebagian orang (khususnya yang
menanyakan tentang Samud pada penulis), mereka mengabarkan bahwa Samud adalah
seorang Wali yang
menyembunyikan kewaliannya. terlepas dari semua pendapat di atas, penulis
melihat bahwa kehidupan Samud adalah kehidupan yang ikhlas yang hidupnya
dipenuhi dengan dzikir disetiap aktifitas dan rutinitas menggelandangnya. Satu
hal lagi, keberadaan Samud sangat dinantikan oleh para bakul pasar dan para
kernet.
Makam
Samud
|
Makam Wali Samud di Bergota, Semarang |
Ada pendapat bahwa makam Samud berada di
makam Bergota, tepatnya dibelakang RS. Kariadi Semarang, yaitu di makam
orang-orang yang tidak mempunyai keluarga. Namun menurut orang tua penulis
(mbah Syamsudin/ modin Jrakah) yang kebetulan ikut ngurusi jasad Samud yang
meninggal di pasar Jrakah, bahwa jasad Samud oleh pihak pamong desa kelurahan Jrakah
diserahkan pada keluarganya yang ada di Kaliwungu, Kendal dan dimakamkan di
makam desa setempat.
Samud, Wali Yang Tersembunyi
Terlepas siapa sebenarnya sosok Samud, apakah
dia orang gendeng atau Wali
yang menyembunyikan kewaliannya, hanya Allah Yang Maha Tahu, sebagai manusia kita harus
berhati-hati agar tidak mengkultuskan manusia secara berlebihan. Yang pasti keberadaan Samud saat
itu, tidak pernah menyusahkan orang lain, bahkan lebih banyak diharapkan
kedatangan dan keberadaannya khususnya disekitar wilayah Kaliwungu, Mangkang,
Jrakah, Karangayu bahkan sampai pasar Bulu, itu semua masuk wilayah Kendal dan Semarang.
Saifurroyya
Sumber : www.semarangnews.wordpress.com
ADS HERE !!!