Ada satu peristiwa menarik di kota Tarsus, Turki. Dalam sebuah perjalanan, terdapat seorang ulama yang melihat seekor anjing tampak mengikutinya dari belakang. Setiap kali ulama ini berbelok ke kanan, anjing itu juga ikut ke kanan. Demikian pula ketika berbelok ke kiri. Hingga ketika ulama tersebut sampai pada batas kota atau di benteng yang bernama pintu jihad, anjing tadi tiba-tiba kembali ke arah kota lagi.
Setelah beberapa saat, tiba-tiba tampak anjing yang tadi menguntit dari belakang. Tapi kali ini ia datang tidak sendirian. Ia kembali datang bersama dengan 20 anjing yang lain. Ternyata pada saat anjing tadi mengikuti ulama yang sedang berjalan tadi, ia melihat ada bangkai hewan di jalan. Anjing tidak langsung melahap bangkai sendirian. Ia perlu mengundang teman-temannya untuk memakan bangkai bersama-sama. Sangat terlihat ada solidaritas antarmereka.
Anehnya, pada saat mereka semua makan, anjing pengundang malah tidak ikut makan. Ia hanya menikmati pemandangan 20 teman anjingnya tengah lahap makan. Baru setelah kedua puluh anjing tampak kenyang, anjing pengundang tersebut mendekat lalu memakan sisa makanan yang tinggal tulang-tulang yang berserakan. Solidaritas seperti ini dikenal dengan istilah altruisme.
Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika.
Dalam Islam, altruisme sangat dianjurkan sehingga Allah mengapresiasi perilaku sahabat Anshar yang mengutamakan kepentingan Nabi dan sahabat Muhajirin walaupun mereka sendiri dalam keadaan kekurangan.
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Oleh karena itu, para ulama sebagai orang yang dianggap lebih tahu tentang agama seharusnya ketika makan, giliran makannya adalah yang paling terakhir setelah orang-orang lain selesai makan.
Manusia terkadang perlu belajar fabel. Fabel (bahasa Inggris: fable) adalah cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. Buku Kalilah wa Dimnah termasuk buku yang menceritakan tentang teladan akhlak melalui kisah-kisah binatang.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU
ADS HERE !!!