Ulama-ulama tempo dulu mampu menulis ratusan kitab dengan kualitas jempolan. Sebut saja Imam Syafi’i, Imam Ghazali dan Imam Nawawi yang menulis berbagai kitab. Bahkan kitab-kitab tersebut masih dibaca dan dipelajari hingga hari ini. Selain beliau bertiga, tentu masih banyak lagi ulama-ulama klasik (salafusshalih) yang sangat produktif dalam menulis kitab. Pertanyaannya, Apa rahasianya?
Berikut ini redaksi bangkimedia.com kutipkan kultweet Prof.KH. Nadirsyah Hosen, Ph. D., Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan dosen senior Monash Law School melalui akun @na_dirs tentang persoalan tersebut.
Saya ditanya banyak kawan bagaimana bisa produktif menulis artikel di jurnal internasional dan buku yang diterbitkan penerbit luar negeri, sambil juga menulis buku dan artikel bahasa Indonesia, plus berbagi kajian di medsos, pengajian dan juga di kampus. Jawabannya.
Dulu saya suka bercanda jawabnya: “Saya juga bingung, komputer saya buka, saya tulis satu baris, tak tinggal tidur, begitu bangun artikel sudah jadi. Entah “siapa” yang “nulis”.
Tapi gara-gara jawab “bercanda” gitu, malah banyak yang minta wiridnya biar bisa kayak gitu. Lha saya jadi garuk kepala saya yang gondrong ini (mana enak garuk kepala yang gundul lha yauwww hehehe) Ya iyalah
Gimana kalau sekarang saya jawab dengan merujuk apa yang dilakukan para ulama jaman old (salafusshalih) biar sama-sama kita ambil hikmahnya? Para ulama klasik itu produktif sekali, menulis ratusan kitab, dan sejumlah karya mereka sampai ribuan tahun masih dibaca oleh para pakar. Luar biasa! Apa rahasianya?
1.) Para ulama klasik (salafusshalih) itu selalu menjaga wudhu mereka saat membaca dan mengajar. Mereka jaga kesucian fisik dan ruhani. Ilmu itu cahaya. Hanya yang ‘bersih’ yang akan bisa menerima dan memantulkannya.
2.) Para ulama juga menyucikan diri dengan bersedekah sebelum memulai menulis kitabnya. Kemudian mereka juga shalat sunnah dua rakaat setiap habis selesai menulis satu bab/chapter dari rancangan naskah kitabnya.
Beruntunglah mereka yang menyucikan dirinya, menyebut nama Tuhannya, kemudian dia bersembahyang. Qad aflaha man tazakka. Wa dzakarasma rabbihi fashalla
Demikian kultweet dari Prof. Nadirsyah Hosen. Semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam
ADS HERE !!!