Salah satu kenikmatan yang luar biasa adalah ketika seseorang bertemu dengan orang yang dicintainya. Kecintaan antara murid terhadap guru atau guru terhadap murid merupakan bukti kemurnian akhlak yang besar. Itulah yang dilakukan ulama-ulama salaf terdahulu yang saleh.
Kecintaan mereka terhadap ulama tidak terbendung besarnya hingga dalam setiap langkah selalu diselipkan doa dan tawasul kepada guru-gurunya. Bahkan, saking besarnya mahabbah/cinta tersebut, dengan anugerah Allah, mereka dipertemukan lewat mimpi yang indah.
Hal ini dialami oleh KH. Abdurrahman Nawi, salah satu kiai sepuh Betawi yang sampai kini, di usianya yang sudah sangat senja, beliau masih semangat dalam berdakwah.
KH. Abdurrahman Nawi merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok, sekaligus menjabat sebagai Mustasyar PCNU Kota Depok, Jawa Barat.
Abuya -sapaan akrab KH. Abdurrahman Nawi- dikabarkan seringkali dijumpai ulama-ulama salafus shalihin dalam mimpinya. Namun hal tersebut jarang sekali beliau ceritakan. Baginya, hal tersebut hanya sebatas konsumsi pribadinya bukan konsumsi publik.
Namun, terkadang ada beberapa yang diceritakan kepada orang-orang yang memang dipercayainya, dengan tujuan bukan untuk membanggakan diri, tapi untuk mendidik dan memberikan nasihat. Salah satu kisah yang didapati, bahwa Abuya pernah bermimpi didatangi oleh Syekh Nawawi Al-Bantani, salah seorang ulama besar Nusantara yang masyhur terkenal karena karya-karyanya.
Nama lengkap Syekh Nawawi adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara Tirtayasa Serang Banten pada tahun 1230 H/1813 M dan wafat di Mekkah pada 1314 H/1897 M. Adapun Abuya, nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Nawi bin Su’id. Lahir di Tebet Melayu Besar, pada hari Rabu tanggal 8 Desember 1337 H/1920 M.
Dari tahun kelahiran, antara Abuya dengan Syekh Nawawi Banten sangat jauh berbeda. Mereka tidak pernah bertemu secara fisik. Abuya hanya mengenal Syekh Nawawi dari guru-gurunya yang nasab keilmuannya itu tersambung sampai kepada jalur Syekh Nawawi hingga Rasulullah SAW dan dari karya-karya hebatnya.
Diceritakan oleh cucu Abuya, Imamuddin Mukhtar, bahwa setiap hari Abuya selalu menyempatkan diri membaca tawassul kepada para alim ulama, khususnya Syekh Nawawi Al-Bantani. Kepada santrinya pun, Abuya selalu mengamanatkan untuk tidak lepas dari bertawassul. Karena dalam sebuah riwayat dikatakan:
إِلْتَمِسُوْا البَرَكَةَ مِنْ ذَوِي البَرَكَةِ
“Hendaknya oleh kalian ambil keberkahan dari orang yang memiliki keberkahan.”
Suatu saat, ketika Abuya sedang asyik mudzakarah dan muthala’ah kitab karya Syekh Nawawi, beliau menikmati betul keindahan dan keluasan ilmu ulama asal Banten tersebut. Setelah asyik bercengkrama dengan kitab Syekh Nawawi, Abuya pun tertidur.
Dalam tidurnya, Abuya melihat dari kejauhan, datang seekor kuda yang ditunggangi oleh seorang kakek kurus yang sudah mengeriput kulitnya. Kakek tua itu mendatangi Abuya dengan mengenakan pakaian yang putih bersih dan bersinar.
“Hei, kamu tahu siapa aku?” tanya seorang yang berkuda itu.
“Tidak, saya tidak tahu siapa Anda,” jawab Abuya kebingungan.
“Saya adalah Nawawi Al-Bantani,” jawab kakek tersebut sambil tersenyum.
Komunikasi harmonis pun terjalin dalam mimpi tersebut, hingga Syekh Nawawi mengijazahkan beberapa doa kepada Abuya. Hanya satu yang disebut oleh cucunya, yaitu doa yang hendak dibaca setiap selesai pengajian:
اللَّهُمَّ إِنِّي اِسْتَوْدَعْتُكَ وَ مَا قَرَأْتُهُ و مَا سَمِعْتُهُ و ما حَفِظْتُهُ فَارْدُدْهُ إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِي إلَيْه
“Ya Allah, aku titip semua yang aku baca, semua yang aku dengar, dan semua yang aku hafal kepada-Mu. Lantas kembalikanlah itu semua ketika aku butuh dengannya.”
Ketika terbangun, betapa senangnya Abuya karena mendapat kenikmatan yang luar biasa, bertemu dengan Syekh Nawawi Al-Bantani, ulama sekaligus guru yang sangat dicintainya. Dengan kecintaan yang tulus dan murni, Allah turunkan anugerah-Nya dengan mempertemukan mereka walaupun hanya sebatas mimpi.
Karena itu, dalam setiap selesai pengajian, doa tersebut sering Abuya bacakan, dan kepada santri-santrinya doa itu beliau ajarkan.
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU