“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kemiskinan,” kata Rasulullah dalam hadits riwayat Abu Dawud, An-Nasa’i, Ahmad, dan Al-Hakim.
Kemiskinan menjadi sebuah persoalan yang selalu ada di setiap era. Tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Mulai dari sikap malas bekerja hingga ‘tidak mampu’ bekerja karena suatu hal tertentu seperti tidak memiliki keahlian, tidak punya daya, dan lain sebagainya. Bahkan, ada juga ‘kekuatan’ yang membuatnya menjadi miskin atau dimiskinkan secara struktural.
Begitu pun pada zaman Rasulullah. Ada sahabat atau orang-orang yang juga mengalami persoalan kemiskinan. Lalu bagaimana Rasulullah menyelesaikan persoalan kemiskinan yang mendera umatnya itu?
Merujuk buku ‘Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam’ (Raghib As-Sirjani, 2011), setidaknya ada enam solusi praktis dan aplikatif yang ditawarkan Rasulullah untuk memberantas kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan bersama.
Pertama, memotivasi seseorang untuk bekerja sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Rasulullah selalu memotivasi para sahabatnya yang terjebak dalam kemiskinan untuk selalu bekerja. Apapun itu pekerjaannya. Rasulullah sangat menghargainya, asal tidak meminta-minta. Rasulullah sendiri juga melakukan hal yang sama. Beliau menggembala kambing dan mendagangkan harta Sayyidah Khadijah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Kedua, mendorong proyek-proyek ekonomi diantara kaum Muslim. Apabila seseorang tidak memiliki modal awal, maka Rasulullah menganjurkan orang tersebut untuk bekerja sama dengan orang lain. Misalnya, jika seseorang tidak punya lahan, maka ia bisa menggarap lahan orang lain dengan sistem muzara'ah atau bagi hasil. Langkah ini telah dibuktikan oleh kaum Anshar dan Muhajirin. Dimana kaum Muhajirin yang datang ke Madinah dan tidak memiliki apa-apa menggarap lahan-lahan milik kaum Anshar.
Ketiga, mengharamkan riba. Rasulullah sangat tegas melarang umat Islam menerapkan praktik riba. Mengapa? Karena praktik riba dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, merugikan masyarakat kecil, membuat masyarakat miskin menjadi semakin miskin, dan membuat yang kaya semakin kaya. Sehingga jika praktik riba diterapkan, maka kesenjangan sosial akan semakin menganga.
Keempat, mengelola keuangan dengan baik. Suatu ketika ada seorang Anshar yang datang meminta-minta kepada Rasulullah. Rasulullah tidak memarahinya. Beliau bertanya perihal apa yang dimilikinya. Seorang Anshar menjawab bahwa dirinya hanya memiliki sepotong kain kasar dan sebuah gelas untuk minum. Rasulullah meminta dua barang itu diserahkan kepadanya.
Kemudian Rasulullah melelang dua barang miliki seorang Anshar tersebut. Barang hasil lelangan itu laku dua dirham. Rasulullah lantas menyerahkan uang dua dirham itu kepada seorang Anshar.
“Belikanlah yang satu dirham, makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikanlah satu dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasulullah.
Selang beberapa saat, seorang Anshar itu menemui Rasulullah dengan membawa sebuah kapak. Rasulullah lalu mengikatkan sebatang kayu pada kapak tersebut. Beliau langsung memerintahkan seorang Anshar tersebut untuk mencari kayu bakar dengan kapaknya itu dan kemudian menjualnya. Beberapa hari kemudian, seorang Anshar itu menemui Rasulullah sambil membawa uang 10 dirham.
“Ini lebih baik untukmu daripada engkau datang meminta-minta,” kata Rasulullah.
|
Potret kemiskinan |
Kelima, memfungsikan orang-orang kaya. Di dalam Islam, ada zakat, infak, sedekah, dan lainnya. Itu merupakan ibadah yang bersifat sosial. Dimana orang-orang kaya dan memiliki kecukupan harta memberikan sebagian hartanya untuk saudara mereka yang miskin dan membutuhkan. Meski demikian, tidak semua orang bisa mendapatkan sedekah. Hanya orang-orang tertentu saja yang betul-betul miskin dan tidak mampu mencari kerja.
“Tidak halal sedekah bagi orang yang kaya, dan tidak juga bagi orang yang mampu untuk bekerja mencari rezeki,” kata Rasulullah dalam hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.
Keenam, memanfaatkan APBN (baitul mal) dengan sebaik-baiknya. Uang negara yang dihimpun dari pajak bisa menjadi solusi untuk mengentaskan masyarakat dan umat dari masalah kemiskinan. Hal inilah yang dilakukan Rasulullah terhadap ahli shuffah. Orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin yang tidak memiliki rumah. Mereka tinggal di emperan Masjid Nabawi. Rasulullah memberdayakan mereka dengan menggunakan simpanan umum harta negara (APBN)
Wallahu A’lam
Sumber: Situs PBNU