Musim hujan datang lagi. Hujan turun setiap
saat tak terkira. Genangan air ada di mana-mana. Di jalan, halaman rumah dan tempat
lainnya. Selokan dan berbagai jenis saluran air meluap tak mampu membendung
datangnya hujan. Maka bercampurlah antara air hujan yang suci mengandung rahmat
dengan air comberan yang kotor dan tidak jelas asal usulnya. Tidak mungkin
untuk memisahkan keduanya.
Demikianlah realita di sekitar kita, najis
menyebar bersama air hujan ke mana-mana. Lantas bagaimana kita harus bersikap
mengingat kesucian badan dan pakaian adalah syarat mutlaq dalam shalat? perlu
diketahui bahwa ada beberapa najis yang dimaafkan, karena sulit dihilangkan
ataupun dihindari. Sebagaimana yang disebutkan dalam Kitab Al-Wajiz (Syarhul
Kabir) karya Imam Al-Ghazali.
قال الغزالي :
يُعْذَرُ مِنْ طِيْنِ الشَّوَارِعِ فِيْمَا يَتَعَذَّرُ الإِحْتِرَازُ عَنْهُ
غَالِبًا
Imam
Al-Ghazali berkata: Pakaian yang terkena percikan lumpur maupun air dijalan
karena sulitnya menghindarkan diri darinya, maka hal ini dimaafkan.
Kemudian jika percikan air maupun lumpur
tersebut diyakini mengandung najis, misalnya genangan air tersebut adalah
luapan dari got ataupun comberan yang najis. Maka hal ini juga dimaafkan, jika
memang percikan tersebut sedikit. Seperti pendapat Imam Ar-Rafi’i dalam
kitabnya Al-Aziz Syarhul Wajiz.
وَأَمَّا مَا
تَسْتَيْقِنُ نَجَاسَتَهُ فَيُعْفَى عَنِ القَلِيلِ مِنْهُ. وأمَّا الكَثِيْرُ
فَلاَ يُعْفَى عنهُ كَسَائِرِ النَّجَاسَاتِ
Jika
diyakini jalan tersebut ada najisnya, maka hukumnya dimaafkan jika percikan
tersebut hanya sedikit, namun jika percikan tersebut banyak maka tidak
dimaafkan, sebagaimana hukumnya najis-najis yang lain.
Alasan kenapa najis yang sedikit diatas dimaafkan,
karena akan memberatkan jika harus diperintahkan untuk segera mencuci pakaian
yang terkena percikan tersebut. Padahal ia hanya membawa satu pakaian dan juga
ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!