Mati
tidak mengenal kompromi. Kapan pun bisa datang, dimana pun bisa terjadi. Dan
mati juga tidak bisa ditawar apalagi dimajukan waktunya ‘fala yasta’khiruna
sa’atan wa la yastaqdimun’. Begitulah aturan dari Yang Maha Kuasa.
Dia yang memberi penghidupan Dia pula yang berhak mencabutnya kembali. Kapan
pun yang Dia kehendaki.
Sehubungan
dengan mati, maka ta’ziyah, membaca yasin , tahlil dan sebagainya sebagai acara
do’a bersama tidak bisa dilewati. Meskipun sebagian kecil ulama (selain Imam
Maliki, Syafi’i dan Hanbali) ada yang mengatakan do’a untuk orang mati tidak
sampai, tetap saja keluarga tidak tega untuk tidak mendoakannya. Apalagi jika
si mayit itu ayah, suami, kakak atau adik yang memiliki peran dan kontribusi
pada kehidupan kita. Apalagi yang dapat kita berikan kepadanya selain do’a.
Uang, emas, mobil tidak dapat dia bawanya ke alam kubur. Bahkan harta yang
dikumpulkannya selama hidupnya malah akan segera dibagi-bagi sebagai warisan.
Sungguh kasihan jika mayit tidak kita bekali dengan do’a, dan sungguh tega jika
hanya do’apun kita tidak memberikannya.
Namun
sekali lagi kematian datang tak disangka, dia tidak tahu ternyata istri, adik,
kakak, ataupun ibu yang ditinggalkan dalam keadaan hadats besar (haidh
atau nifas). Seringkali mereka bingung bolehkah berkirim do’a, tahlil, membaca surat
yasin, surat ikhlas dan fatihah, jika dalam keadaan haidh atau nifas. Padahal
mayit kesayangannya sangat membutuhkan do’a dan bacaan Qur’annya?
Mengenai
hal ini kitab I’anatut Thalibin menerangkan dengan jelas:
وإن قصد الذكر وحده أو الدعاء أو التبرك أو
التحفظ أو أطلق فلا تحرم لأنه عند وجود قرينة لا يكون قرأنا إلا بالقصد ولوبما لا
يوجد نظمه فى غير القرأن كسورة الإخلاص
Apabila
ada tujuan berdzikir saja atau berdo’a, atau ngalap berkah atau menjaga
hafalan, atau tanpa tujuan apapun (selama tidak berniat membaca Al-Qur’an) maka
(membaca Al-Qu’an bagi perempuan haidh) tidak diharamkan. Karena ketika
dijumpai suatu qarinah, maka yang dibacanya itu bukanlah Al-Qur’an kecuali jika
memang dia sengaja berniat membaca Al-Qur’an. Walaupun bacaan itu sesungguhnya
adalah bagian dari Al-Qur’an semisal surah Al-Ikhlas.
Demikianlah,
sesungguhnya seseorang yang sedang dalam keadaan haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an selama diniatkan untuk berzikir maupun berdo’a selagi tidak memegang mushaf Al-Qur'annya, demikian pula membaca
tahlil, tahmid dan takbir. Bahkan dalam kitab al-Mizanul Kubra diterangkan dengan tegas bahwa
Imam Malik memperbolehkan wanita haidh membaca Al-Qur’an.
Sumber : Situs PBNU
ADS HERE !!!