Kyai Haji Abdurrahman
Wahid, mantan Presiden RI yang ke-4
sudah lama saya kenal melalui siaran televisi, koran-koran dan buku-buku yang
memuat pemikiran beliau. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami
berdua pernah duduk bersama seharian penuh dari pukul 07.00 pagi hari sampai
19.00 malam hari. Kebersamaan kami berlangsung di Riau, tepatnya di kediaman
Gubernur Riau, H. M. Rusli Zainal. Ketika itu Gubernur Riau sendiri yang
meminta saya untuk menemani Gusdur sebagai 'pengganti' tuan rumah, karena
Gubernur Riau tidak dapat terus menerus menemani Gusdur.
Jadilah pertemuan kami itu berlangsung aman,
tanpa ada gangguan sedikitpun. Saya masih ingat rombongan Gusdur saat itu
lumayan ramai juga, di antaranya adalah Muhaimin Iskandar (sekarang menjadi
Menteri Tenaga Kerja RI), dan saudara Lukman Edi (seorang anggota DPR RI).
Sepanjang hari itu, kami duduk bersebelahan dan berbicara panjang lebar mulai
dari masalah agama, masalah negara, masalah pemimpin-pemimpin Indonesia.
Ketika membicarakan masalah agama kami terlibat
dalam pembicaraan sangat serius. Saat itu kami berkesempatan untuk membuktikan
secara langsung kata-kata orang yang banyak saya dengar, yang menyatakan bahwa
Gusdur menguasai banyak kitab-kitab
klasik (kitab kuning). Maka kami membuka dialog dengan mencuplik
kitab-kitab klasik yang pernah kami baca mulai dari karangan Imam As Syafi'i, Imam Haramaini, Imam Al
Ghazali, Imam Ibnu Katsir, dan lain-lain. Apa yang terjadi...?
Gusdur ternyata bukan hanya mahir mengimbangi pembicaraan mengenai berbagai
permasalahan yang kami kemukakan, namun dengan mahir beliau malah membacakan
matan-matan semua persoalan tersebut dalam bahasa Arab yang asli, tepat seperti
isi kitab yang asli. Tidak dapat kami pungkiri bahwa saat itu hati kami
bergetar, kagum, heran, juga bahagia. Yakinlah kami bahwa Allah benar-benar
Maha Kuasa dan telah menciptakan hamba-hambaNya dengan berbagai kelebihan.
Subhanallah...
Ketika membahas kepemimpinan nasional, Gusdur
dengan disertai humor-humor kocak sana-sini menjelaskan dan berdiskusi dengan
kami tentang banyak hal. Satu yang sangat kami catat kuat dalam ingatan kami
bahwa tidak pernah sekalipun terucap kata-kata jelek yang bersifat
mempersalahkan seorangpun dari pemimpin nasional kita. Ketika membahas Pak
Harto, nada ucapan beliau berubah menjadi sangat lembut dan serius. Saat itu
Gusdur berkata dan kami masih ingat benar, beliau berucap begini: "Pak Harto sebagai seorang pemimpin nasional
telah memberikan contoh sebuah pekerjaan yang terencana dan terukur. Program
beliau direncanakan rapi dan diukur setelah waktu pelaksanaan berakhir." Lalu beliau berdiam beberapa saat. Kemudian beliau tertawa kecil seraya
berkata sambil tertawa: "lah kalo
saya, kerja kapan inget, terus saya buat saja.."
Kesan saya saat itu muncul, sebagai orang
Jawa asli, Gusdur terbiasa dengan sikap dan adab orang Jawa, mikul nduwur yaitu menghormati
orang yang lebih tua. Beliau jujur dan humoris. Jujur dalam arti tidak
menyembunyikan kelemahan dirinya.
Pertemuan kami berjalan manis. Kami hanya
berpisah beberapa menit saat waktu sholat Dzuhur dan Ashar tiba, untuk kemudian
duduk kembali di meja yang sama. Ada beberapa keistimewaan Gusdur yang saya
yakin muncul dari indera keenam beliau. Ketika beliau bertanya kepada kami:
"Sampeyan itu kan orang Medan, kok kata
Gubernur tadi, sampeyan orang Riau?" Kemudian kami menjelaskan
bahwa ibu kami adalah orang Riau dari Rokan Hilir, Bagan Siapi-api. Namun
kemudian beliau berkata: "Rumah
sampeyan di Klender, sampeyan buat pengajian malam senin di Klender, terus
sampeyan begini...sampeyan begitu.." yang kesemuanya tepat dan
benar. Paling aneh adalah saat kami katakan bahwa kami akan pulang pukul 17.00
dengan pesawat Mandala, saat itu beliau berkata kepada saya dengan tegas:
"Ndak, sampeyan pulang dengan saya naek Garuda
jam 7 (malam)." Menanggapi ucapan itu kami diam saja sebab di
tangan kami sudah ada tiket Mandala pukul 5 sore rute Pekanbaru-Jakarta.
Ternyata pesawat Mandala delay sampai pukul 21.00, maka
jadilah kami bertukar pesawat naik Garuda Indonesia bersama dengan Gusdur. Ada
satu nasehat beliau kepada kami yang akan tetap kami ingat. "Negeri Riau adalah negerinya orang-orang
Naqsyabandi. Dan dari sini telah muncul seorang wali besar Syaikh Abdul Wahab
Rokan. Sampeyan musti jaga negeri ini, jangan dibiarkan begitu saja apalagi
ibunya sampeyan orang asli negeri ini." Saat itu beliau pegang
tangan saya dan saya pun menjawab dengan rasa haru: "Iya Gus, saya pasti akan menjaga negeri saya
ini."
Sekarang Gusdur telah berpulang bertemu
dengan Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Setelah sebelumnya memandang dengan
bashirah beliau kedatangan sang kakek tercinta, Ulama Besar pendiri NU untuk mendampingi
beliau di alam barzakh. Kami berdoa
semoga beliau nyaman berdekatan dengan Kakek dan Bapak beliau di tanah Jombang,
Pesantren keluarga besar Syaikh Asy'ari.
Saifurroyya
Sumber : tengkuzulkarnain.net
ADS HERE !!!