Sabar Pada Perlakuan Istri
Seorang istri yang begitu durhaka. Lidahnya tajam bak pedang yang siap menebas leher siapapun. Kata-katanya sangat pedih dan sering menembus hati ar-Rifa’i. Perempuan itu sangat gemar menyakiti suami shaleh ini. Dia memukul ar-Rifa’i hingga bajunya menghitam, namun ar-Rifa’i tetap sabar mendapat perlakuan yang sedemikian rupa. Tanpa diduga salah satu santri masuk ingin ‘sowan’ kepada beliau. Tanpak di wajah santri itu kegelisahan yang mendalam, karena tidak enak hati melihat ar-Rifa’i diperlakukan seperti itu. Dia langsung keluar menemui teman-temannya. “Teman-teman, Syaikh diperlakukan tidak baik oleh perempuan jahat, kenapa kalian diam saja?” ujar santri itu. Mendengar pernyataan itu, salah satu mereka menyahut, “Maharnya lima ratus dinar, sedangkan Syaikh tidak bisa bayar.” Santri itupun pergi. Dia ingin mencari uang untuk diberikan kepada gurunya. Dia tidak tahan jika harus melihat sang guru disiksa habis-habisan. Dia berusaha keras memeras keringat agar secepatnya mendapatkan uang. Akhirnya usahanya tidak sia-sia. Uang lima ratus dinar kini berada di tangannya. Lalu santri itu pergi ke rumah ar-Rifa’i membawa uang itu. Dia letakkan di sebuah wadah dan diberikan kepada beliau. Melihat pemberian itu, ar-Rifa’i berkata, “Apa ini?”. “Uang lima ratus dinar untuk mahar istri engkau, wahai guru.” Jawab si santri. Ar-Rifa’i tampak tersenyum dan berkata, “Andaikan bukan karena ketabahanku atas penyiksaan dan perkataan pedih istriku, niscaya engkau tidak akan bermimpi aku berada di surga”. Santri itu tertegun keheranan. Dia tidak mengira gurunya bisa tahu apa yang telah menimpanya, padahal dia tidak pernah bilang kepada siapapun kalau dia sering bermimpi ar-Rifa’i berada di dalam surga. Akhirnya, santri itu sadar bahwa kejadian ini adalah karomah ar-Rifa’i; mengetahui yang ghaib.
Mencintai Orang Tak Berdaya
Kelembutan dan kasih sayang ar-Rifa’i memang sudah menjadi karakter. Menolong orang yang lemah dan tak berdaya sudah menjadi detak nadi hidup cicit Nabi ini. Jika suatu saat pulang dari sebuah perjalanan dan hampir tiba di kampung halaman, beliau menyiapkan tali untuk mencari kayu bakar. Hasil pencarian itu beliau bawa ke desa tempat tinggalnya. Lalu dibagi-bagikan kepada janda-janda, fakir miskin, orang-orang lumpuh, sakit, buta dan para masyayikh. Ar-Rifa’i juga berkunjung ke rumah orang-orang lumpuh. Mencuci baju-bajunya, membawakan makanan untuknya, makan bersamanya, dan meminta doanya. Beliau berkata “Ziarah kepada orang seperti mereka wajib, bukan sunah.”
Ketika mendengar ada orang sakit, ar-Rifa’i pasti menyambanginya meski jauh, dan beliau akan datang lagi setelah dua hari atau satu hari. Ar-Rifa’i juga berdiri di jalan-jalan menunggu ada orang buta lewat. Jika orang buta itu datang, beliau menghampirinya dan menuntunnya. Beliau juga tidak pernah membalas kejelekan dengan kejelekan. Syafaqah (kasih sayang) dalam hati beliau begitu kuat, bahkan beliau berpandangan bahwa kasih sayang termasuk sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. “Syafaqah termasuk sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah”, kata beliau suatu ketika.
Kucing Tidur
Ar-Rifa’i sangat menyayangi hewan. Rasa kasih sayang telah menyatu dengan hatinya laksana jiwa dan raga. Syafaqah yang telah mendarah daging sungguh teraplikasikan dalam hidup beliau. Suatu ketika, ada seekor kucing tidur pulas di lengan baju ar-Rifa’i. Padahal waktu shalat telah berkumandang. Tidak boleh tidak ar-Rifa’i harus menunaikan panggilan Tuhan itu. Namun ar-Rifa’i juga tidak ingin mengganggu tidur hewan kesayangan Abu Hurairah itu. Maka beliau menggunting lengan bajunya agar kucing itu tidak terganggu. Seusai shalat, ternyata kucing itu telah bangun dan pergi. Barulah ar-Rifa’i mengambil potongan lengan baju itu dan menjahit seperti semula.
Nyamuk Mengais Rezeki
Pada suatu malam yang mencekam, hawa dinginnya meresap ke sumsum tulang, tampak ar-Rifa’i selesai mengambil air wudhu. Tiba-tiba beliau mematung tak bergerak. Tangannya lurus memanjang sekian lamanya. Ya’qub yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri ar-Rifa’i dan mencium tangannya. Melihat kelakuan Ya’qub, ar-Rifa’i berkata, “Ya’qub, engkau telah mengganggu makhluk Allah yang lemah ini”. “Gerangan, siapakah dia?”, tanya Ya’qub. “Nyamuk yang sedang mengambil bagian rezekinya di tanganku, ia lari karena ulahmu”, ujar ar-Rifa’i.
Sayang Belalang
Suatu saat, ar-Rifa’i terlihat aneh. Beliau berkomunikasi sendirian. “ Wahai mubarakah, aku tidak mengetahuimu, aku telah membuatmu jauh dari tanah airmu”, ucap ar-Rifa’i. Setelah diamati, ternyata beliau menyapa belalang yang tersangkut di bajunya. Beliau mencoba menjelaskan kepada belalang itu, bahwa beliau tidak tahu keberadaannya. Andaikan saja beliau tahu, maka semua ini tidak akan terjadi.
Anjing dan Kutu
Suatu ketika, ar-Rifa’i berjalan melewati sebuah rumah makan. Syahdan, beliau melihat ada segerombolan Anjing memakan kurma yang berada di sebuah wadah. Beliau langsung berdiri di pintu agar tidak seorang pun yang masuk dan mengganggu Anjing-anjing. Lalu beliau berkata, “Wahai yang diberkahi, makanlah dengan tenang, tidak usah rebutan. Jika tidak, maka kalian nanti ketahuan dan tidak akan bisa menikmati kurma itu lagi.”
Di lain waktu, ar-Rifa’i melihat seorang faqir membunuh Kutu. Beliau marah bukan kepalang. “ Jangan, (semoga Allah menyiksamu) sudahkah sembuh marahmu?” pekik ar-Rifa’i.
Dipanggil Sang Khaliq swt. (wafat)
Ketika Imam ar-Rifa’i menginjak umur 66 tahun, beliau terserang penyakit sakit perut. Penyakit itu kian hari bertambah semakin parah. Meski penyakit yang diderita oleh beliau cukup parah tapi beliau tetap melaksanakan ibadahnya dan bertambah keimanannya tanpa merasa sakit dan mengeluh. Setelah satu bulan lebih beliau diserang penyakit, penyakit beliau bertambah semakin parah. Sehingga beliau tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.
Dan keesokan harinya, tetap ketika matahari menampakkan sinarnya ke bumi, dan embun senantiasa menghiasi dedaunan, yaitu pada hari Kamis, bulan Jumadil Ula, tahun 578 H, suasana menjadi terharu dan dibanjiri dengan tangisan belasungkawa. Semua berbondong-bondong pergi ke rumah Imam ar-Rifa’i, untuk memberikan sambutan yang terakhir kepada beliau. Saat itu semua orang merasa kehilangan sesosok pemimpin umat dan pemimpin para wali itu.
Al-Imam al-Ghauts al-Qathbu az-Zahid al-Arif billah Sayyid Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa’i al-Kabir. Lalu beliau dimakamkan di Qubbah kakek dari ibu, Sayyid Yahya al-Bukhari, di negaranya (Bukhara). Setelah beliau dimakamkan dan dishalati, semua orang dari penjuru dunia berta’ziah ke makam beliau, untuk mengharap berkah dari beliau.
Murid-murid Imam ar-Rifa’i
Imam ar-Rifa’i tergolong ulama yang kaya dengan disiplin ilmu. Semua ilmu beliau dapat dengan jerih payah sendiri. Selain terkenal dengan kealimannya, Imam ar-Rifa’i juga terkenal dengan kezuhudannya, wara’, rajin beribadah, dan selalu takwa kepada Allah. Dengan sifat-sifat itulah, banyak ulama dan masyarakat menunjuk dan memilih seorang guru sebagai mursyid menuju ke jalan Allah swt. dan mengetahui syariat agama Islam, memilih Imam Ahmad ar-Rifa’i.
Imam ar-Rifa’i di masanya termasuk dari salah satu ulama dan guru besar saat itu, banyak dari murid-murid beliau yang menjadi ulama dan menjadi wali semasa hidupnya dan setelah wafatnya. Imam ar-Rifa’i mendapat beberapa julukan di antara julukan beliau adalah Syaikhul-Tharariq, Syaikhul-Kabir, dan Ustadzul-Jama’ah. Sewaktu beliau masih hidup, banyak dari kalangan ulama, tokoh masyarakat, dan orang umum belajar kepada beliau mulai dari maslah fiqih, tauhid, dan meminta ijazah Thariqah ar-Rifa’iyah, sehingga sebab banyaknya murid Imam ar-Rifa’i yang ingin belajar kepada beliau, Imam ar-Rifa’i dijuluki dengan Syaikhul-Tharariq, Syaikhul Kabir, dan Ustadzul-Jama’ah.
Di antara para ulama itu adalah Al-Arif Billah al-Ghauts Sayyid Abul Hasan asy-Syadzili (pendiri thariqah Syadziliyah), al-imam al-Hafidz Abdurrahman Jalaluddin as-Suyuti (salah satu ulama fiqih), Syaikh Najmuddin (salah satu guru Imam ad-Dasuqi), Syaikh Aqil al-Munbiji, dan Syaikh Ali al-Khawwas. Dan masih banyak ulama dan para waliyullah yang pernah menimba ilmu kepada Imam Ahmad ar-Rifa’i.
Karya-Karya Imam Ar-Rifa’i
Sebelum beliau dipanggil ke pangkuan Sang Khaliq swt. Beliau banyak meninggalkan karya tulisnya mulai dari kitab, hizib, dan beberapa wirid. Karangan Imam ar-Rifa’i yang berupa kitab mencakup beberapa tema mulai dari fiqih, tafsir, tauhid, dan thariqah as-sufiyah. Di antara kitab fiqih yang beliau karang adalah kitab “Syarhu al-Kitab at-tanbih lisy-syiraziy”, kitab fiqih madzhab As-Syafi’i. Sedangkan kitab tafsir adalah “Ma’aniy bismillahirrahmanirahim” dan “Tafsiru surati al-Qadr”. Sedangkan kitab tauhid adalah “Al-burhanu al-muayyid”. Dan kitab yang menerangkan tentang thariqah as-sufiyah ialah “Halatu ahli-haqiqah, at-thariqah ila-Allah “. Dan masih banyak karya beliau yang lain.
Beliau juga mengarang tentang hizib-hizib, di antara karya hizib beliau Hizb Hasan, Hizb Hirasah, Hizb Satru, Hizb Tuhfa as-saniyah.
Wallahu A’lam
Sumber : santreh.blogspot.co.id