فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فضا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya”. (QS. Ali Imran : 159)
Begitu seringnya kita mendengarkan ayat diatas. Namun begitu sering pula kita berlaku dan bersikap yang sebaliknya dan sangat jauh dari kandungan ayat itu. Apalagi kita pun sering mendengar sabda Nabi:
ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء
“Kasihilah orang-orang di bumi, maka Allah dan para Malaikat-Nya akan mengasihi kalian.” (Al-Hadits)
Sudah berapa orang yang kita Islamkan dengan sikap kerendahan hati kita, bukan sikap beringas kita yang selalu gemar meneriakkan “Allahu Akbar” untuk menakut-nakuti orang lain. Sudah berapa banyak orang kita tunjuki ke jalan kebenaran dengan kelembutan tutur kata dan keramahan sikap kita, bukan keberingasan dan ketegangan raut muka yang mengeluarkan otot-otot kegarangan untuk ditakuti?. Sudah berapa banyak orang yang kita ajak masuk ke agama yang hanif ini?. Atau justru malah semakin hari kita semakin gemar mengeluarkan kaum muslimin dari agamanya seraya kita kasih stempel tersesat, musyrik atau kafir?.
Entah mengapa dunia kita sekarang ini hanya dipenuhi oleh teriakan-teriakan ketidakpuasan, umpatan-umpatan kemarahan, hujatan-hujatan kegeraman, atau klaim-klaim kebenaran yang belum tentu benarnya?. Entah mengapa dunia kita sekarang ini hanya diisi oleh airmuka-airmuka sadis, garang, menakutkan, mengerikan dan semacamnya?. Entah mengapa kita sekarang ini mudah melupakan firman Allah yang tersebut diatas.
Namun, kenyataan keseharian kita jelas bertolak belakang dari ajaran-ajaran kebaikan itu. Lihatlah Nabi yang melarang para sahabatnya menghardik seorang Badui yang sedang mengencingi masjid. Nabi memerintahkan para sahabat untuk menanti si Badui sampai menuntaskan kencingnya, meskipun itu dilakukannya di masjid, tempat suci dan tempat ibadah kita. Nabi melarang para sahabat untuk bereaksi secara kasar, karena pastilah orang Badui itu belum memahami persoalan yang sebenarnya. Coba kita bayangkan, bagaimana sikap kita, saya dan anda jika detik ini kita saksikan kasus serupa yang dilakukan oleh si Badui itu. Kita akan dengan serta merta bergegas berramai-ramai berjihad dengan berdalih bahwa kesucian tempat ibadah kita dinodai oleh musuh. Astaghfirullah!
Padahal sebenarnya kita bisa berfikir lebih jernih seperti yang dicontohkan Nabi dalam kasus di atas. Kita bisa menganalisa bahwa sikap orang lain yang seolah menghina kesucian agama kita itu, kemungkinan besar karena orang lain belum memahami agama kita yang sebenarnya. Beberapa tahun lalu, Habib Ali Al-Jufri Al-Hadhrami Al-Yamani justru bertamu kepada pembuat lukisan yang menghina Baginda Nabi. Maka si pelukis terheran-heran dengan kelembutan akhlak beliau seraya bertanya, “Engkau keturunan Nabi dan aku melukis lukisan yang menghina kakekmu. Tetapi engkau sama sekali tidak marah dan bahkan mengunjungi rumahku. Mengapa? Apakah engkau tidak ikut tersinggung?”. Maka Habib Ali dengan senyumnya yang khas menjawab, “Karena anda pasti belum tahu dan belum kenal siapa kakekku, Baginda Nabi, maka anda melukis lukisan seperti itu. Aku yakin jika anda sudah mengenal siapa kakekku dan bagaimana ajaran agama yang dibawanya, maka pastilah anda tidak akan melukis lukisan seperti itu”.
Memang demikianlah seharusnya sikap kita terhadap orang-orang yang belum faham. Bukannya justru menghardik dan memasang tampang garang sambil berulang-ulang meneriakkan “Allahu Akbar”.
Wallahu A’lam
Sumber : Mauidhah KH. A. Nadhif Abdul Mujib
ADS HERE !!!