Napak Tilas KH. Muntaha Saat Mondok di Kaliwungu
Suatu ketika di tahun 1982, almaghfurlah Simbah Kiai Muntaha al-Hafidz, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Asy'ariyah Kalibeber Mojotengah Wonosobo merasa prihatin dengan kondisi santri-santrinya. Beliau mendapati para santrinya agak kurang bersemangat dalam belajar Al-Qur'an.
Kurang lebih waktu itu beliau dawuh, "Kalian santri jaman sekarang itu tinggal enaknya. Mau ngaji tinggal ngaji, tak perlu perjuangan berat dalam mencari ilmu, kok malas-malasan."
Singkat cerita, beliau mengajak santri-santrinya napak tilas rute perjalanan ketika Mbah Mun dahulu mencari ilmu. Konon, ini adalah perjalanan napak tilas terakhir yang diikuti langsung oleh Mbah Mun. Rute yang dijalani adalah dari Kalibeber menuju Kaliwungu, Kendal.
Usia Mbah Mun waktu itu sekitar 70 tahun. Di beberapa titik perjalanan, beliau harus ditandu karena kecapaian. Di sepanjang perjalanan, ketika menjumpai masjid atau mushola, beliau mengajak istirahat santri-santrinya dan nderes Al-Qur’an di tempat itu.
Beliau pernah bercerita bahwa ketika dahulu berangkat mondok ke Kaliwungu, beliau diantar oleh Mbah Asy'ari, ayahnya. Beliau mondok di pesantren Kiai Utsman bin Kiai Abdurrasyid yang berada di sebelah utara persis Masjid Agung Al-Muttaqin Kaliwungu. Saat itu beliau yang masih kecil, bocah berusia 14 tahun, digendong sang ayah.
Perlu diketahui, Kiai Utsman bin Kiai Abdurrasyid adalah salah satu Pengasuh Ponpes APIK Kaliwungu. Pada masa itu, Ponpes APIK diasuh oleh Kiai Ahmad Ru’yat dan dibantu oleh Kiai Utsman. Kiai Ahmad Ru’yat mengampu ulumussyari’ah, sedangkan Kiai Utsman mengampu ulumulqur’an.
Sangking penginnya Mbah Asy'ari punya anak yang 'alim dan ahli Al-Qur’an, beliau antar sendiri putranya ke Kaliwungu. Beliau naikkan putranya ke kuda, sedangkan Mbah Asy'ari sendiri berjalan kaki dan membawa bekal mondok putranya. Mbah Asy'ari manjakan putranya ketika berangkat mondok.
Dari perjalanan napak tilas ini bisa kita ambil hikmah. Bahwa jika orang tua ingin anaknya menjadi ahli ilmu, maka muliakanlah segala hal yang berhubungan dengan ilmu. Terutama para ahli ilmu. Juga penting untuk kita tunjukkan secara langsung perjalanan kehidupan kita kepada anak-anak, serta murid-murid kita, sebagai pelajaran. Satu lagi, jika orang tua dan guru kita dahulu bertirakat untuk kita, maka kita juga harus bertirakat untuk anak-anak kita
Oleh: Eriq ar-Rohmah
Sumber cerita: KH. Nidhomudin Al-Hafidz, cucu Kiai Utsman Kaliwungu.
ADS HERE !!!