KH Muntaha adalah putra KH Asy‘ari bin KH
Abdurrahim bin K. Muntaha bin K. Nida Muhammad. Ibunya bernama Hj. Syafinah. Beliau
lahir pada 9 Juli 1912 di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah, dan wafat pada hari Rabu, 29 Desember 2004 dalam usia 92
tahun. Sampai akhir hayatnya KH Muntaha pernah mempersunting lima orang istri,
yaitu Ny. Hj. Saudah dari Wonokromo Wonosobo, Ny. Hj. Maryam dari Parakan
Temanggung, Ny. Hj. Maijan Jariyah Tohari dari Kalibeber, Ny. Hj. Hinduniyah
dari Kalibeber Mojotengah, dan Ny. Hj. Sahilah dari Munggang Mojotengah.
KH. Muntaha menuntaskan hafalan Al-Qur'an saat
berumur 16 tahun di Pondok Pesantren Kauman, Kaliwungu, Kendal, di bawah asuhan
KH. Utsman bin KH. Abdurrasyid (Mertua KH. Asror Ridwan). Setelah selesai menghafal Al-Qur'an di Pesantren Kaliwungu beliau lalu memperdalam ilmu-ilmu
Al-Qur'an di Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak asuhan KH. Munawwir
ar-Rasyad. Selanjutnya KH. Muntaha berguru kepada KH. Dimyati di Termas,
Pacitan, Jawa Timur.
Baca: KH. Utsman, Ulama Pentashih Al-Qur'an Pertama Di Indonesia
Alkisah,
saat usia beliau masih belia, beliau berangkat menuntut ilmu ke Pesantren
Kauman, Kaliwungu, Pesantren Krapyak, Jogja dan Pesantren Termas, Pacitan,
beliau tempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah
demi mencari ilmu semacam itu, dilakukannya dengan niatan ikhlas demi memperoleh
keberkahan ilmu.
Di setiap melakukan perjalanan menuju
Pesantren, KH. Muntaha selalu memanfaatkan waktu sambil mengkhatamkan bacaan
al-Qur’an saat beristirahat untuk melepas lelah. Kisah ini menunjukkan betapa
kemauan keras dan motivasi spiritual yang tinggi yang dimiliki beliau dalam
mencari ilmu.
Dan pada tahun 1950 kembalilah beliau ke
Kalibeber untuk melanjutkan estafet kepemimpinan ayahnya dalam mengasuh Pondok
Pesantren al-Asy‘ariyyah. Berbagai ide KH. Muntaha terimplementasikan selama
memimpin Pondok. Ide di bidang pendidikan tampak dengan munculnya berbagai unit
pendidikan, antara lain Taman Kanak-kanak Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho,
Madrasah Diniyah Ulya, Sekolah Madrasah Salafiyah al-Asy‘ariyyah, Tahfizdul
Qur'an, SMP Takhassus Al-Qur'an, SMU Takhassus Al-Qur'an, SMK Takhassus
Al-Qur'an, dan Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ).
KH. Muntaha
adalah penggagas ditulisnya Mushaf Al-Qur'an Akbar Wonosobo, yang dua di
antaranya kini menjadi koleksi Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta. Ia juga membentuk “Tim Sembilan” untuk menyusun
tafsir tematik yang diberi judul “Tafsir al-Muntaha”. Di bawah kepemimpinan
Mbah Muntaha inilah, al-Asy'ariyyah berkembang pesat. Berbagai kemajuan
signifikan terjadi masa ini. Dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, KH.
Muntaha adalah pribadi yang bersahaja. Mbah Muntaha sangat sayang kepada
keluarga, santri dan juga para tetangga, serta masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya.
|
KH. Muntaha al-Hafidz |
Pecinta Al-Qur’an Sepanjang
Hayat
Kecintaan KH.
Muntaha terhadap Al-Qur’an sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH.
Asy'ari terhadap Al-Qur’an. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, KH. Muntaha
telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) Al-Qur’an. Sebenarnya
gelar bagi penghafal Al-Quran adalah al-Hamil tapi entah sejak kapan di
Indonesia gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hafidz.
Hampir seluruh
hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai Al-Qur'an kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya. Dalam
kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan
Al-Qur’an. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan
setoran hafalan kepada KH. Muntaha.
Sepanjang hidup
Mbah Muntaha, Al-Qur’an senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil
berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah swt. Mbah
Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan Al-Qur’an.
Sering Kiai
Muntaha membaca wirid atau membaca ulang hafalan Al-Qur’an di pagi hari seraya
berjemur di serambi rumahnya. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama
adalah membaca Al-Qur’an. Itulah sebabnya, KH. Muntaha selalu menasehati para
santrinya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an paling tidak seminggu sekali.
Kecintaan KH.
Muntaha terhadap Al-Qur’an juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir Al-Qur’an,
dengan menulis tafsir maudhu'i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh
sebuah tim yang diberi nama Tim Sembilan yang terdiri dari sembilan orang
ustadz di Pondok Pesantren al-Asy'ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu
al-Quran (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan KH. Muntaha tentang penulisan
tafsir ini mengandung maksud untuk menyebarkan nilai-nilai al-Qur’an kepada
masyarakat luas.
Dan puncak
realisasi kecintaan KH. Muntaha terhadap Al-Qur’an ditunjukkan dengan
perealisasian idenya tentang penulisan Mushhaf Al-Quran dalam ukuran raksasa
yang sering disebut dengan Al-Quran Akbar 30 juz.
Al-Qur’an akbar
itu ditulis oleh dua santri beliau yang juga mahasiswa IIQ yaitu H. Hayatuddin dari
Grobogan dan H. Abdul Malik dari Yogyakarta. Ketika penulisan Al-Qur’an akbar
yang kertasnya merupakan bantuan dari Menteri Penerangan (H. Harmoko di kala
itu) itu selesai, Al-Qur’an itu pun diserahkan kepada Pemerintah Republik
Indonesia untuk kemudian di Istana Negara.
KH. Muntaha
melihat banyak orang Islam telah meninggalkan Al-Qur’an, atau bahkan sama
sekali tidak mau membaca Al-Qur’an, sehingga Mbah Muntaha tidak henti-hentinya
menasehati anggota Hufadz wa Dirasatal Quran (JHQ) untuk senantiasa memasyarakatkan
Al-Qur’an. Dakwah serupa juga selalu Mbah Muntaha sampaikan saat beliau
berkunjung ke berbagai belahan dunia seperti Turki, Yordania, Mesir dan lain
sebagainya.
Dari hal-hal
yang sudah disebutkan, menjadi jelas bahwa sosok dan pribadi KH. Muntaha
al-Hafidz adalah sosok yang sangat mencintai Al-Qur’an secara fisik maupun
batin. Seluruh hidupnya diperuntukkan untuk berdakwah menyebarkan nilai-nilai
Al-Qur’an ke masyarakat.
Kecintaan KH.
Muntaha al-Hafidz terhadap Al-Qur’an tak dapat diragukan lagi. Hampir seluruh
usianya dihabiskan untuk menyebarkan dan menghidupkan Alquran. Seperti yang
dikutip dari situ resmi NU, ia pernah menggagas hal fenomenal, yakni membuat
mushaf al-Quran Akbar (raksasa) dengan tinggi dua meter, lebar tiga meter dan
berat satu kuintal lebih. Sebuah karya mahaagung yang sempat dikala itu
diusulkan masuk ke Guiness Book Of Record.
Baca juga: Kisah KH. Muntaha Jalan Kaki Dari Wonosobo ke Kaliwungu
Sanad tahfidz beliau yaitu: KH. Muntaha dari KH. Utsman Kaliwungu/KH. Munawwir
Krapyak/KH. Muhammad Dimyati Termas, dari Abdul Karim bin Abdul Badri, dari
Isma‘il Basyatie, dari Ahmad ar-Rasyidi, dari Mustafa bin Abdurrahman, dari
Syekh Hijazi, dari Ali bin Sulaiman al-Mansuri, dari Sultan al-Muzani, dari
Saifuddin Ata'illah al-Fudali, dari Syahadah al-Yamani, dari Nasruddin
at-Tablawi, dari Imam Abi Yahya Zakariya al-Mansur, dari Imam Ahmad as-Suyuti,
dari Abu al-Khair Muhammad bin Muhammad ad-Dimasyqi al-Mansur bin al-Hizrami,
dari Abu Abdullah Muhammad bin Abdul-Khaliq, dari Abu al-Hasan Ali bin Suja‘
bin Salim bin Ali bin Musa al-Abbasi, dari Abu al-Qasim asy-Syatibi as-Syafi‘i,
dari Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Huzail, dari Abu Dawud Sulaiman Ibnu Majah
al-Andalusi, dari Abu Umar Utsman Sa‘id ad-Dani, dari Abu al-Hasan Tahir, dari
Abu al-Abbas Ahmad bin Sahl bin al-Fairuzani al-Asynani, dari Abu Muhammad
Ubaid bin Asibah bin Sahib al-Kufi, dari Abu Umar Hafs bin Sulaiman bin
al-Mugirah al-Asadi al-Kufi, dari Asim bin Abi Najud al-Kufi, dari Abu
Abdurrahman Abdullah bin al-Habib Ibnu Rabi‘ah as-Salam, dari Utsman bin
Affan/Ali bin Abi Talib/Zaid bin Sabit/Abdullah bin Mas‘ud/Abu Bakar/Umar bin
al-Khattab, dari Rasulullah saw., dari Allah swt. melalui perantara Jibril as.
Banyak Santri-santri KH. Muntaha yang menjadi
tokoh/ulama di daerahnya masing-masing, diantaranya yaitu: KH. Mufid Mas‘ud (PP Sunan Pandanaran,
Yogyakarta), KH. Umar Bantul, KH. Syakur Brebes, KH. Sholihin Pekalongan, KH.
Musta‘in Malang, KH Luthfi Cilacap, KH. Nidhomuddin Asror Kendal, KH. Hubullah
Cirebon, KH. Abdul Halim Wonosobo, KH. Ahmad Ngisom Banjarnegara, dan KH. Yasin
Pati.
Setelah mengabdi dan mengamalkan ilmunya selama
puluhan tahun kepada umat, akhirnya beliau dipanggil untuk menghadap-Nya,
kembali kepada Tuhan yang menciptakannya, Allah swt. Tepatnya pada hari Rabu
Tanggal 29 Desember 2004. Beliau dimakamkan di dekat makam ayahnya (KH.
Asy'ari) yaitu di bukit Ndero. Mudah-mudahan Allah swt. menempatkan beliau pada
tempat yang mulia yaitu tempatnya orang-orang yang shaleh yang berada di
dekat-Nya. Amiin Ya Rabbal 'Alamin...