TIGA
PERKARA YANG MENIMBULKAN BENCANA
Rasulullah saw. bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ
بنفْسِهِ
“Tiga perkara yang merusak yaitu, menuruti
kebakhilan (kikir), mengikuti hawa nafsu dan mengagumi diri sendiri”.
Sesungguhnya ketiga perkara itu adalah urusan batiniyah
tetapi jika dibiarkan ketiganya dapat merusak urusan lahiriyah, mulai
dari merusak tatanan keluarga, budaya hingga tataran ekonomi masyarakat. Jika
kita baca sekilas saja, hadits ini seolah hanya berfungsi sebagai hadits motivasi,
semacam golden
ways, yang memberi tips bagaimana tata cara hidup yang sukses dan
benar. Padahal tidak demikian, karena sesungguhnya teks ini adalah hadits
Rasulullah saw yang kadar kebenarannya seratus persen. Hadits Rasulullah saw
bukan sekedar motivasi yang memberi janji, tetapi hadits itu berbicara bukti
dalam kehidupan individu maupun masyarakat.
Marilah kita ungkap bersama, bahwa ada tiga hal
yang merusak hidup manusia yaitu menuruti kebakhilan, mengikuti hawa nafsu dan
mengagumi diri sendiri. Memang ketiga hal ini sangatlah bersifat batiniah,
karena ketiganya beroperasi dalam hati. Sehingga ketiganya sangat bersifat
individualis dan sangat pribadi sekali. Tetapi jika dibiarkan, ketiga masalah
tersebut yang batiniah dan privasi
itu akan merusak tatanan dhahir dan sosial.
Kita akan melihat bagaimana penyakit hati yang tersimpan rapat dan sangat
rahasia ini dapat merusak kehidupan nyata, kehidupan bermasyarakat, bahkan juga
berbangsa dan bernegara. Jika ketiga penyakit itu menjalar kesebagian besar
bangsa ini, maka hadits ini akan berlaku bagi bangsa Indonesia.
Perkara pertama yang
dapat merusak adalah شخ مطاع syukhkhun
mutha’un (kikir yang dituruti). Kata syukkun, meskipun memiliki padanan
dalam bahasa Arab bakhil, tetapi kata syukhkhun
menunjukkan tingkat kebakhilan yang lebih tinggi, tidak sekedar pelit atau
kikir biasa. Karena jika bakhil itu bermakna orang yang mempertahankan miliknya
jangan sampai kepada orang lain. Namun syukhkhun lebih dari itu, ia adalah
orang yang memepertahakan dan tidak rela, kalau ada
kenikmatan Allah swt yang diberikan kepada orang lain. Walaupun ia sadari bahwa
rahmat dan nikmat itu milik Allah swt dan bukan miliknya. Secara tidak
langsung, sifat inilah akar dari sifat madzmumah yang terkenal dan
berbahaya yaitu hasud. Hasud adalah perasaan iri
dan dengki dengan kenikmatan dan rahmat yang diterima orang lain serta menginginkan
rahmat itu berpindah kepadanya. Sungguh inilah karakter terburuk manusia. Kebobrokan
moral yang paling tinggi, dibandingkan dengan kenakalan remaja dan praktik
kekerasan dimanapun juga. Karena tindak kekerasan hanyalah pengembangan dari
sifat hasud ini.
Karena itu pantaslah jika Rasulullah saw
berpesan dengan sangat ‘mewanti-wanti’ dalam haditsnya:
أن النبي صلى الله عليه وسلم
قال إياكم والحسد فإن الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب
Jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud
akan meruntuhkan amal kebajikan sebagaimana api membakar kayu bakar
Andaikata syukhkhun yang mengembang menjadi hasud
itu berdampak pada hilangnya amal baik, dan perkara amal itu urusan nanti
diakhirat, terus dimanakah bahaya syukhkhun muthaun dalam
kehidupan nyata ini? ada sebuah hadits tentang syukhkhun, dan hadits ini sangat
berorientasi pada kehidupan bermasyarakat/ijtimaiyyah yaitu
وَالْشحي بَعِيدٌ مِنْ
اللَّهِ بَعِيدٌ مِنْ الْجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنْ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنْ النَّارِ
Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga,
jauh dari manusia dan dekat dengan neraka.
Pemahaman yang baik atas hadits ini adalah
betapa ragam dalam kehidupan merupakan sunnatullah maka kaya-miskin,
ada-tiada, adalah kenyataan. Dan semua itu dapat berjalan saling harmoni jika
mereka yang kaya dan ada suka berbagi. Begitu pula sebaliknya, jika mereka
kelompok yang kaya, yang mampu malah melakukan monopoli dan dominasi. Maka
perputaran ekonomi tidak akan normal dan sehat lagi. Karena yang kaya akan
makin kaya dan yang melarat akan tambah sekarat. Bukankah itu namanya syakhiyyun
jika dia berekonomi dengan kaedah ‘memperoleh untung
sebesar-besranya dengan modal sedikit-dikitnya?’
Bukankah ini yang terjadi dengan perekonomian
di Negara kita. Ketika modal asing yang sangat kuat menggempur ekonomi mandiri
masyarakat kecil dan menengah. Maka pemilik modal itulah yang sekarang
menguasai pasar ekonomi negeri ini. Dengan berkedok investasi mereka ingin
menguasai perdagangan dalam negeri dan anehnya mereka diberi jalan oleh
penguasa/pemerintah dengan dalih mengatur hajat-hidup bangsa ini.
Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah bisa para
pejabat, penguasa dan pemerintah itu memberi jalan kepada para investor/pemilik
modal dan para syakhiyyun itu?
Jawabnya ada dalam penyakit keduaوهوى
متبع wa hawa
muttaba’ (nafsu yang selalu dituruti). Nafsu atau
kesenangan memang urusan pribadi, daftar keinginan dan kesenangan itu berderet
dalam hati. Mungkin jika dituliskan dalam kertas akan menghabiskan
berlembar-lembar. Jika seseorang telah bertekad untuk menuruti segala keinginan
memenuhi kesenangannya, maka apapun akan dilakukan. Tidak perduli kelakuannya
akan mengorbankan masyarakat yang di dalam masyarakat itu ada keluarganya, ada
orang-orang yang berjasa padanya. Inilah yang dalam Negara ini tergambar dalam
tindakan korupsi.
Korupsi adalah contoh termudah dari penurutan
hawa nafsu, nafsu memiliki banyak rumah dan mobil yang mewah, serta banyak perempuan
cantik. Maka ketika para syakhiyyun itu menawarkan kerja
sama dengan keuntungan yang memikat dan para pemilik kebijakan menuruti hawa
nafsunya, maka terjadilah tindak korupsi.
Membeli Sapi dari luar negeri, membeli buah
dari luar negeri, membeli kedelai dari luar negeri, membeli singkong dari luar
negeri, membeli gula dari luar negeri. Semua dilakukan demi keuntungan pribadi,
demi memenuhi keinginan pribadi tanpa merasa iba kepada petani sapi, petani buah,
petani singkong dan petani tebu. Bukankah ini merusak tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Sekali lagi memang syakhiyy dan nafsu adalah
masalah bathin, adanya terselubung jauh dalam hati, tapi jika ia telah bergerak
dan menguasai badan ini, ia mampu merusak tatanan kehidupan nyata, mengoyak-ngoyak
tatanan ekonomi riil dan mempercuram jenjang sosial kehidupan.
Ketiga, adalah إعجاب
المرء بنفسه I’jabul mar’i binafsih mengagumi
diri sendiri yang terkenal dengan ‘ujub. ‘Ujub adalah satu
penyakit hati paling akut yang susah sekali mengobatinya. Dokter sekaliber
apapun tidak sanggup mengobati. Pada praktiknya penyakit ini akan membawa
penderita menganggap dirinya paling baik, paling pintar, paling cantik, paling
berwibawa dan lain seterusnya.
Ingatkah kita dengan perkataan Iblis ketika
diperintah untuk tunduk kepada Nabi Adam as. dalam QS. al-A’raf ayat 12
disebutkan :
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Saya lebih baik dari padanya, Engkau ciptakan
saya dari api sedangkan ia, Engkau ciptakan dari tanah
Biasanya ‘ujub akan melahirkan penyakit
lain yaitu ‘thulul amal’ angan-angan yang
panjang. Mereka yang merasa diri lebih dari orang lain selanjutnya akan mengangan-angan
dalam lamunan. “Karena aku orang paling berwibawa di kampung
ini, maka jika ada pejabat datang pastilah nanti akan menemuiku, jika menemuiku
pastilah aku jadi banyak relasi, jika banyak relasi, maka aku akan…”
dan terus tidak ada ujungnya. Jika penyakit ini telah menyergap pada diri
seseorang, maka ia akan menjadi serang penghayal yang malas untuk bertindak dan
berkreasi, karena lamunan yang panjang. Seperti malasnya pemasang lotre
menunggu nasib.
Maka sudah seharusnya, jika kita ingin menyelamatkan
diri, keluarga, lingkungan/masyarakat bahkan juga bangsa tercinta ini, marilah
kita bersama-sama berusaha dan melatih diri menghindari ketiga penyakit itu. Dan
tidak lupa berdo’a kepada Allah swt agar memberikan petunjuk-Nya dan mempermudah
jalan kita dalam menghindari penyakit tersebut. Bukankah sesungguhnya iman dan
taqwa yang ada dalam diri kita merupakan anugerah dari-Nya?
Sumber : http://www.nu.or.id