|
Masjid Besar Al-Muttaqin era 1950-an |
|
Suasana Berkumpulnya Masyarakat dan Santri di Depan Masjid |
|
Suasana Haul Akbar Ulama Kaliwungu (Tahun 1990-an) |
|
Bentuk Masjid Sekarang (Tahun 2012-an) |
Masjid ini didirikan pada tahun 1680
M oleh seorang ulama yang bernama KH. Asy’ari atau lebih dikenal dengan nama
Kyai Guru. Beliau adalah utusan dari kerajaan Mataram Islam Jogja untuk
menyebarkan ajaran Islam di daerah Kaliwungu dan sekitarnya. Bahkan beliau
sempat mendirikan Pesantren yang diantara santrinya yaitu KH. Sholeh Darat
Semarang, KH. Ahmad Bulkin Mangkang, KH. Musa Kaliwungu (Kyai Musa Bobos) dan KH. Anwaruddin Kriyan Cirebon.
Menurut versi lain, Masjid Al-Muttaqin Kaliwungu merupakan peninggalan Panembahan Djoeminah (Pangeran Djoeminah). Hal itu diungkapkan oleh H. Farchan (warga Krajankulon yang masih keturunan Kyai Asy'ari atau Kyai Guru), bahwa peresmian Masjid Al-Muttaqin ditandai dengan pemasangan mustaka sebagai simbol keagungan sebuah masjid yang dilakukan oleh Pangeran Puger. Bentuk mustaka Masjid Al-Muttaqin semula seperti mustaka Masjid Agung Demak, dan memang mustaka itu dibawa dari Demak (duplikat) oleh Pangeran Puger, saudara seayah Panembahan Djoeminah. Selain Masjid Al-Muttaqin, peninggalan Panembahan Djoeminah juga berupa tanah perdikan, yaitu ratusan hektar sawah yang membentang luas dari barat hingga timur. Tanah dan sawah peninggalannya diwakafkan untuk bondo masjid Kaliwungu dan masjid Kendal, dan juga upah bagi penjaga masjid dan makam (Makam Protomulyo, Kuntul Nglayang, dan makam Walijaka Kendal), Secara material, jumlah harta yang ditinggalkan oleh Panembahan Djoeminah tidaklah sedikit. Dan secara asas manfaat, betapa besar manfaatnya, karena bisa menjadi biaya rawat atau pelestarian kedua masjid yang sangat besar dan megah di Kabupaten Kendal ini.
Masjid ini mengalami beberapa kali
renovasi, renovasi
pertama dilakukan oleh putra Kyai Guru, yaitu KH. Muhammad pada tahun 1780 M. KH. Muhammad merenovasi masjid ini dengan mengganti atap masjid yang semula memakai alang-alang daun dan kayu digantikan dengan seng. Adapun renovasi yang kedua pada tahun 1880 M dilakukan oleh KH. Abdullah yang juga masih keturunan Kyai
Guru. KH. Abdullah mengganti atap yang tadinya dari seng menjadi genteng. Untuk renovasi yang ketiga dilaksanakan oleh putra Kyai Musa Bobos, yaitu KH. Abdul Rasyid bin Kyai Musa pada tahun 1922 M. KH. Abdul Rasyid merenovasi masjid Al-Muttaqin ini dengan menambahkan serambi, halaman dan parkir Masjid Al-Muttaqin. KH. Abdul Rasyid bin Kyai Musa mewakafkan sebagian tanahnya untuk perluasan Masjid Al-Muttaqin. Sehingga keadaan Masjid Al-Muttaqin semakin luas dan megah sampai sekarang. Kemudian renovasi keempat pada tahun 1952 M. dilakukan oleh
KH. Hisyam (Naib).
Renovasi kelima pada
tahun 1987 M. dilaksanakan oleh panitia masjid terkait, yang diketuai oleh KH.M.
Aqib Umar. Sedangkan renovasi yang keenam pada
tahun 2009 M. dilaksanakan oleh panitia masjid yang dipimpin oleh KH. Hafidzin
Ahmad Dum juga masih keturunan Kyai Musa.
ADS HERE !!!