Menghilangkan
Keraguan Dalam Shalat
|
Ilustrasi |
Lupa adalah
sifat bawaan manusia seperti bunyi Maqalah al-insan mahalul khatha’ wan
nisyan. Begitu akutnya lupa bagi manusia, sehingga fiqih pun memberikan
ruang istimewa bagi mereka yang benar-benar lupa. Misalkan lupa makan atau
minum ketika berpuasa, maka hal itu dianggap sebagai rizqi dan tidak
membatalkan puasa. Hadits Rasulullah saw. mengatakan:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
أَكَلَ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا فَلَا يُفْطِرْ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ رَزَقَهُ
Barang siapa
yg lupa, lalu makan atau minum ketika berpuasa, maka janganlah membatalkan
puasanya, karena hal itu adalah rizqi yang Allah berikan kepadanya. Bahkan
dalam Kitab Lubbul Ushul karya Imam
Zakariya Al-Anshari dalam muqaddimahnya mengatakan bahwa:
وَالأَصَحُّ
إِمْتِنَاعُ تَكْلِيْفِ الْغَافِلِ وَالْمُلْجَأِ، لاَ الْمُكْرَهِ.
Demikianlah
syariat memberikan jalan keluar bagi mereka yang lupa. Lupa biasa terjadi pada
sesuatu yang sering dilakukan. Begitulah manusia, semakin sering melakukan
sesuatu semakin tinggi kemungkinan terjadi lupa. Karena jika tidak melakukan
sesuatu pastilah ia tidak lupa, begitu logikanya. Hanya orang yang melaksanakan
shalatlah yang lupa akan rukuk atau sujud. Dan hanya orang yang wudhu yang akan
terancam lupa membasuh muka atau tangan. Lalu bagaimanakah jika hal ini
benar-benar terjadi? Jika memang seseorang benar-benar lupa mengerjakan satu
rukun tertentu, dan ia sama sekali tidak ingat dan tidak ada orang yang
mengingatkannya maka ibadah itu hukumnya tetap sah.
Namun jika ia
teringat kembali dan meyakini adanya kelalaian itu hendaklah ia memperbaikinya.
Misalkan seseorang lupa meninggalkan satu atau dua raka’at dalam shalatnya,
sedangkan ia telah mengucap salam sebagai tanda finish dalam shalat. Maka jika
ingatan itu datang dalam waktu dekat hendaklah ia langsung menambah raka’at
yang ditinggalkannya dan mengakhirinya dengan sujud sahwi. Tetapi jika ingatan
itu baru datang setelah beberapa lama (misalkan baru teringat setelah baca
dzikir) maka orang tersebut wajib mengulangi shalatnya kembali. Begitu
keterangan dalam kitab Majmu’
اذا سلم من صلاته ثم
تيقن انه ترك ركعة او ركعتين اوثلاثا او انه ترك ركوعا اوسجودا اوغيرهما من
الاركان سوى النية وتكبرة الاحرام فان ذكر السهوقبل طول الفصل لزمه البناء على
صلاته فيأتى بالباقى ويسجد للسهو وان ذكر بعد طول الفصل لزمه استئناف الصلاة
Apabila seseorang telah
salam (usai shalatnya) kemudian ia baru teringat bahwa ia telah melupakan
(meninggalkan) satu atau dua atau tiga rakaat atau ia lupa telah meninggalkan
rukuk atau sujud atau rukun lainnya kecuali niat dan takbiratul ihram, maka ia
cukup menambahi (menyusuli) apa yang telah dilupakannya itu dengan sujud sahwi,
jika ingatan itu segera datang. Tetapi jika ingatan itu datangnya setelah
beberapa lama maka hendaklah ia mengulangi shalatnya kembali.
Berbeda
ketika seseorang lupa meninggalkan satu rukun tertentu (ruku’ atau baca Fatihah)
maka ketika ia ingat dan ia belum melakukan rukun yang sama pada raka’at
setelahnya, hendaklah ia segera mengganti rukun yang ditinggalkan itu. Dan apabila
ia lupa, maka apapun yang dilakukannya itu sudah cukup dan dianggap sah karena
memang lupa. Begitu keterangan dalam Kitab Fathul Mu’in Hamisy I’anathut
Thalibin
ولو سها غير مأموم فى
الترتيب بترك ركن كأن سجد قبل الركوع أو ركع قبل الفاتحة لغا مافعله حتى يأتي
بالمتروك فان تذكر قبل بلوغ مثله أتى به والا فسيأتى بيانه... وإلا أي وان لم
يتذكر حتى فعل مثله فى ركعة أخرى أجزأه عن متروكه ولغا ما بينهما هذا كله ان علم
عين المتروك ومحله...
Ragu di
tengah-tengah Shalat
Lupa berbeda
dengan ragu-ragu. Jika yang terjadi adalah keragu-raguan, maka perlu meninjau
masalahnya secara detail. Ketika seseorang mengalami keraguan di tengah-tengah
shalatnya, apakah dia sudah melakukan satu fardhu tertentu (ruku’,misalnya)
atau belum. Maka masalah ini perlu diperinci lagi, jika keraguan terjadi
sebelum orang itu melakukan fardhu yang ditinggal (ruku’) tersebut pada rakaat
setelahnya, maka ia harus kembali untuk melakukan fardhu yang ditinggal
(ruku’). Namun jika keraguan itu datang setelah ia melakukan fardhu yang sama
yang ditinggalkannya (ruku’) pada rakaat setelahnya, cukuplah baginya
meneruskan shalat dan menambah satu rakaat lagi, sebagai pengganti satu rukun
yang ditinggalkannya itu. Begitu keterangan dalam Kitab Fathul Mu’in Hamisy
I’anathut Thalibin
... أو شك هو أي غير
المأموم فى ركن هل فعل أم لا كأن شك راكعا هل قرأ الفاتحة أوساجدا هل ركع أواعتدل
أتى به فورا وجوبا ان كان الشك قبل فعله مثله أي مثل المشكوك فيه من ركعة أخرى
Ragu Setelah
Shalat Selesai
Begitu juga
ketika terjadi keraguan setelah shalat, apakah shalat yang telah dikerjakan itu
telah lengkap ataukah ada rukun tertentu yang tertinggal, maka shalat semacam
itu secara fiqih tetap dianggap sah dan tidak perlu mengulanginya kembali.
Kitab Khasiyah Qulyubi wa Umairah menjelaskan :
ولوشك بعد السلام فى
ترك فرض لم يؤثر على المشهور – لان الظاهر وقوع السلام عن تمام
Jika setelah salam (selesai
shalat) seseorang ragu dalam meninggalkan/melaksanakan satu fardhu tertentu,
maka hal itu tidak berpengaruh (tetap sah) menurut pendapat yang masyhur.
Karena dalam kenyataannya ia telah melakukan salam dan (shalat dianggap) sempurna.
Dengan kata
lain, lupa dan ragu adalah dua hal yang berbeda. Begitu pula cara
penyelesaiannya. Hukum lupa segera dicabut ketika datang ingatan. Selama
seseorang dalam kondisi lupa ia akan terbebas dari tuntutan syari’ah, dan
ketika ia teringat kembali, maka orang tersebut kembali terkena tuntutan
syari’ah. Seperti contoh berpuasa, ketika seseorang lupa bahwa ia sedang
menjalankan puasa, maka ia terbebas dari tuntutan syari’ah boleh makan dan
minum. Namun ketika ia teringat kembali bahwa ia puasa, maka ia wajib menahan
semuanya dan kembali berpuasa. Sedangkan ragu-ragu bisa hilang karena adanya
keyakinan. Dan tidak ada keraguan yang dibarengi dengan keyakinan. Allahu A’lamu
bi Muradihi
Sumber : www.nu.or.id