Tahun 1933, Kiai Badawi dan Kiai Utsman Mentashih Al-Qur’an Modern Pertama
Al-Qur’an cetakan Afif dalam tulisan ini adalah cetakan tahun 1352 H/ 1933.
“Minta doa agar selamat dunia dan akhirat. Memberitahukan bahwa saya telah menelaah dan mentashih Al-Qur’an ini dengan tajwid, dan mana-mana yang salah sudah saya tashih semampu saya, karena sesungguhnya manusia adalah tempat kelupaan. Saya (hanya) mengharap pahala dan balasan dari Allah subhanahu wa ta’ala. Amin.”
Al-Hajj Muhammad Usman
Al-Hajj Ahmad al-Badawi
Kaliwungu, 20 Jumadil Awwal 1352 H (10 September 1933)
Dari lembar tashih di atas diketahui bahwa pentashihan Al-Qur’an ini selesai pada tanggal 20 Jumadil Awal tahun 1352 H (10 September 1933). Adapun yang mentashih adalah Al-Hajj Muhammad Usman dan Al-Hajj Ahmad al-Badawi. Hanya nama kedua yang bisa ditelusuri. Kiai Badawi adalah putra Kiai Abdurrasyid, Pengasuh Pesantren Kaliwungu saat itu. Kiai Badawi adalah seorang hafidz Qur’an, hidup sezaman dengan Kiai Munawwir Krapyak, Yogyakarta, dan Kiai Munawwar Gresik selama di Mekah. Sebagai bentuk ikhtiroman, Kiai Badawi juga berguru kepada Kiai Munawwir Krapyak.
Ciri-ciri fisik Al-Qur’an cetakan Afif Cirebon antara lain sudah menggunakan teknik cetak modern; kertas warna coklat kekuningan; berdimensi sedang, yaitu 24,5 cm x 17 cm; teknik penjilidan menggunakan benang; tulisan berwarna hitam, dan hiasan pada bagian depan dan belakang dengan warna merah; gaya khat naskhi tebal; terdiri atas 15 baris setiap halaman; pada bagian awal (Surah Al-Fatihah dan Al-Baqarah) terdapat hiasan berpola floris berbingkai kotak dengan warna hitam dan merah; setiap manzil terdapat hiasan pada tepi halamannya; tengah Qur’an (wal yatalaththaf) berwarna merah, terdapat pada tengah halaman sebelah kiri, dan berbingkai merah.
Ciri lainnya, belum menggunakan nomor ayat, dan pemisah ayat berupa lingkaran berjari, tetapi sudah menggunakan nomor halaman (583 halaman); menggunakan rasm usmani; sudah bertanda waqaf; pada bagian atas halaman terdapat penunjuk juz, nama dan nomor surah serta nomor halaman; tepi halaman terdapat penanda manzil, juz, rubu’, nisf dan £umun; halaman bagian bawah terdapat kata alihan; pada bingkai awal surah berbentuk kotak ditulis nama surah, jumlah ayat, dan tempat turunnya surah; tidak menggunakan sistem ayat pojok.
Pada tahun 1951 Al-Qur’an ini dicetak ulang dengan penambahan nomor pada setiap ayat. Menurut keturunan Abdullah Afif, pemilik Toko Kitab at-Tamimi, Al-Qur’an ini hingga kini masih dicetak di Semarang dan dikenal di dunia percetakan sebagai “Qur’an Cirebon”.
Pamijahan, Tasikmalaya, 11 Ramadan/27 Mei 2018
Penulis: Hakim Najib Syukrie, Lajnah Pentashih Al-Qur’an Kemenag RI
Sumber: bangkitmedia.com
|
Al-Qur'an Cetakan Afif Cirebon (1933) |
|
Al-Qur'an Cetakan Afif Cirebon (bagian dalam) |
MENGENAI SIAPA SEBENARNYA AL-HAJJ MUHAMMAD USMAN DAN AL-HAJJ AHMAD AL-BADAWI?
Al-Hajj Muhammad Usman (KH. Muhammad Utsman) dan Al-Hajj Ahmad al-Badawi (KH. Ahmad Badawi) adalah dua ulama ahli Al-Qur’an (hafidz) yang berasal dari Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah. Keduanya adalah putra dari KH. Abdurrasyid bin Musa. Dua bersaudara ini pernah mengenyam pendidikan di kota suci Mekkah selama bertahun-tahun. Pada sekitar tahun 1930-an, keduanya merupakan deretan ulama terpandang yang ada di Kaliwungu selain nama-nama seperti; KH. Musyaffa’ (Wali Musyaffa’) dan KH. Ahmad Ru’yat (Mbah Ru’yat).
Setelah kepulangannya dari kota suci Mekkah, KH. Muhammad Utsman membantu KH. Ahmad Ru’yat dalam mengasuh Pondok Pesantren APIK Kaliwungu. KH. Muhammad Utsman mengajarkan bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an, sedangkan KH. Ahmad Ru’yat mengajarkan bidang ilmu-ilmu syari’ah. KH. Muhammad Utsman juga berperan atas lahirnya Jam'iyyatul Qurra' wal Huffadz (JQH) di Indonesia. Beliau bersama KH. Mahfudz Mimbar mewakili Kabupaten Kendal sebagai utusan pada Kongres Pertama JQH di Jakarta pada tahun 1953. Beliau dilantik bersama KH. Mahfudz Mimbar, KH.M. Arwani Kudus, KH. Abdullah Umar Semarang, KH. Abdul Qadir Munawir Yogyakarta, KH. M. Umar Mangkuyudan, dan lain-lain sebagai Pengurus JQH Pusat oleh Presiden Soekarno. Diantara murid KH. Muhammad Utsman adalah KH. Muntaha Wonosobo (Pengasuh PPTQ Al-Asy’ariyyah Kalibeber).
Adapun KH. Ahmad Badawi, setelah kepulangannya dari kota suci Mekkah, beliau tabarukan terlebih dahulu di Pondok Pesantren Al-Munawwir asuhan KH. Munawwir, Krapyak, Yogyakarta. Kemudian beliau mendirikan Pondok Pesantren di tempat kelahirannya, Kaliwungu. Pondok Pesantren itu diberi nama “Miftahul Falah”. Diantara murid KH. Ahmad Badawi adalah KH. Abu Bakar Sofwan (Pengasuh Pesantren Tahfidz Gedongan, Cirebon) dan KH. Yusuf Junaidi (Pengasuh Pesantren Ilmu Al-Qur’an Bogor).
Oleh: Saifur Ashaqi
Sumber: Buku Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur'an Standar Indonesia dan Situs jqhnu.or.id
Wallahu A’lam