1.) Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Abdullah al-Anbari, katanya: “Imam Malik bin Anas menyatakan: “Siapa yang merendahkan derajat seorang sahabat Nabi saw. atau ia merasa tidak senang, maka ia tidak punya hak untuk dilindungi oleh umat Islam.” Kemudian beliau membaca ayat:
“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau menjadikan kebencian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hasyr : 10)
Imam Malik kemudian berkata: “Barangsiapa marah kepada salah seorang sahabat Nabi saw., maka ia telah terkena ayat ini.”
2.) Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari salah seorang putra az-Zubair, katanya: “Kami berada di tempat Imam Malik. Kemudian orang-orang menyebut-nyebut seorang yang merendahkan martabat sahabat Nabi saw., lalu Imam Malik membaca ayat:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). (QS. Al-Fath: 29)
Imam Malik kemudian berkata: “Barangsiapa marah kepada salah seorang sahabat Nabi saw., maka ia telah terkena ayat ini.”
3.) Qadhi ‘Iyadh meriwayatkan dari Asyhab bin Abdul Aziz, katanya: “Kami berada di tempat Imam Malik, tiba-tiba ada seorang dari golongan Alawiyin datang kepada beliau, sementara orang-orang yang ada di situ sedang mengikuti majlis pengajian Imam Malik. Orang tadi, sambil berdiri, bertanya kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah”, panggilan akrab untuk beliau. Imam Malik kemudian mendekati, padahal beliau itu tidak pernah menyambut lebih dari menganggukkan kepala, apabila dipanggil orang. Kemudian orang tadi berkata: “Saya ingin membuat Anda menjadi hujjah (bukti kebenaran) antara saya dengan Allah, sebab apabila saya akan menghadap Allah nanti, saya akan ditanya Allah, dan saya akan menjawab: “Imam Malik telah mengatakan hal itu.” Imam Malik lalu berkata: “Baik, silakan apa yang hendak Anda tanyakan!” Orang tadi berkata: “Siapakah yang paling mulia sesudah Nabi Muhammad saw.?” Beliau menjawab: “Abu Bakar.” Orang Alawiyin tadi bertanya lagi: “Lalu siapa?” Dijawab, “Umar”. “Kemudian siapa lagi?”, tanya orang tadi. Imam Malik menjawab: “Kemudian Khalifah yang terbunuh secara dizalimi, yaitu Utsman.” Orang tadi lalu berkata: “Demi Allah, saya tidak akan duduk di sampingmu selamanya”. “Ya silakan, Anda bebas”, jawab Imam Malik
Wallahu A’lam
Sumber: Kitab I’tiqadul A’immatil Arba’ah karya Syaikh Abdurrahman al-Khumais
ADS HERE !!!