Banyak orang yang telah mengenal Kyai Hamid dari segi kewaliannya, kezuhudannya, kewara’annya, karomahnnya, dan sebagainya. Akan tetapi semua itu tak lepas dari dua sifat yang khas dari beliau, yaitu kesabaran dan ketawadhu’annya, yang memang menjadi sifat keseharian kyai kelahiran Lasem tersebut.
Waktu Kyai Hamid masih terbilang baru di kota Pasuruan, kehidupan beliau tidak secara tiba-tiba disegani, dihormati, dan dicintai oleh masyarakat. Banyak sekali orang yang hasud (dengki) kepada putra Kyai Abdulloh ini, akan tetapi, itu semua tidak pernah diambil pusing oleh beliau. Sifat sabar dan penuh tawakal itulah yang selalu beliau pakai untuk menghadapi semua itu.
Pernah pada suatu ketika, Kyai Hamid memanggil KH. Abdurrahman yang masih adik ipar beliau sendiri.
“Ke dalam, ya.” pinta Kyai Hamid
Setelah masuk, Kyai Abdurrahman ini langsung duduk di depan Kyai Hamid yang sedang duduk di atas tempat tidurnya.
“Man…kowe arep tak kei weroh… tapi kowe … ojo ngomong nang sopo-sopo yo!” (Man… kamu mau aku beri tahu, tapi kamu jangan bilang ke siapa-siapa ya!),” kata Kyai Hamid.
“Inggeh, Kyai,” jawab Kyai Abdurrahman singkat.
Setelah menjawab demikian, akhirnya tak lama Kyai Hamid membuka baju yang dikenakannya, dan ternyata astaghfirullahal ‘adzim di dalam tubuh beliau terlihat jelas ada sebuah keris yang melekat di dada seperti halnya orang yang terkena ilmu santet. Sontak Kyai Abdurahman terperangah dan terkejut melihat itu semua.
“Kyai, sinten sing nggarai panjenengan ngoten!” (Kyai, siapa yang membuat Anda seperti itu!),” kata Kyai Abdurrahman dengan nada yang menunjukkan seakan-akan tidak terima kakak iparnya dizalimi oleh orang.
“Uwes, kowe ora perlu weroh, sing penting kowe ojo kondo sopo-sopo yo… iku “Nusa’” nang ngarep, lek ditako’i ngomongo ora ono opo-opo yo, wes saiki moleho” (sudah, kamu tidak perlu tahu, yang penting kamu jangan bilang sama siapa-siapa ya… itu di depan ada “Nusa’” –panggilan akrab Kyai Hamid kepada istrinya Ibu Nyai Nafisah- di depan, kalau kamu ditanya, bilang tidak ada apa-apa, sudah sekarang kamu pulang).”
Akhirnya Kyai Abdurrahman keluar meninggalkan kamar dengan raut wajah yang sedih setelah melihat kakak iparnya dizalimi. Ketika keluar, ternyata benar Bu Nyai Nafisah berada di ruang tamu, Bu Nyai Nafisah merasa penasaran memergoki adiknya yang berwajah sedih ketika keluar dari kamar Kyai Hamid.
“Man… onok opo?” (Man ada apa?),” tanya Bu Nyai Nafisah.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Kyai Abdurrahman serasa tidak kuat untuk menahan kepedihan setelah melihat kondisi Kyai Hamid, dan itu semua membuat Kyai Abdurrahman lupa akan janjinya yang telah dikatakan kepada Kyai Hamid.
|
Mbah Hamid dan Mbah Shiddiq |
Ketika Kyai Abdurrahman akan menjawab jujur kepada Bu Nyai Nafisah, tiba-tiba, “ora ono opo-opo kok Bu…” jawab Kyai Hamid sembari melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Pada akhirnya Kyai Abdurrahman meminta izin pulang kepada Bu Nyai Nafisah.
Mungkin dari sini kita semua telah tahu, bahwa kenapa Allah SWT senantiasa memberikan kasih sayang-Nya lebih kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh, dan kesabaran adalah sebuah kunci untuk menuju kesuksesan.
Oleh: Ust. H. Luthfi bin Abdul Basith
Sumber: bangkitmedia.com