Banyak dari kita merasa sedih ketika ditinggal kedua orang tua. Di samping karena perpisahan di dunia, kesedihan anak-anak juga muncul karena mereka menyesal atas kurangnya bakti dan pengabdian kepada kedua orang tua.
Meski demikian, anak tetap dapat berbakti kepada orang tua sepeninggal mereka. Anak-anak itu dapat menziarahi makam kedua orang tua. Ziarah ke makam kedua orang tua memiliki keutamaan luar biasa sebagaimana riwayat berikut ini.
“Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan keadaan marfu’, ‘Siapa saja yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada setiap Jum’at, niscaya Allah mengampuninya dan ia tercatat sebagai anak yang berbakti kepada keduanya,’” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Kedatangan anak dengan ziarah ke makam kedua orang tua saja sudah cukup. Alangkah baiknya di sana mereka mengkhatamkan Al-Qur’an atau membaca beberapa surah dalam Al-Qur’an sebagaimana riwayat berikut ini.
“Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang menziarahi (makam) kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya setiap Jum’at, lalu membaca di dekatnya surah Yasin dan sejumlah ayat Al-Qur’an, maka diampuni baginya dosa sebanyak ayat dan huruf,’ dalam riwayat lain, ‘Siapa saja yang menziarahi (makam) kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya pada hari Jum’at, maka itu bernilai ibadah haji,’” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Riwayat hadits berikut ini memberikan harapan bagi mereka yang suatu masa dalam hidupnya berbuat durhaka terhadap salah satu atau kedua orang tuanya. Mereka dapat memperbanyak ibadah kepada Allah dengan doa atau ibadah lainnya yang dimaksudkan sebagai hadiah pahala bagi kedua orang tuanya.
“Diriwayatkan bahwa seorang anak yang kedua orang tuanya wafat sementara ia pernah berdurhaka terhadap keduanya, lalu ia berdoa kepada Allah sepeninggal keduanya, niscaya Allah mencatatnya sebagai anak yang berbakti,” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Menurut Al-Bujairimi, hadits-hadits ini menyarankan bahwa orang yang menziarahi makam kedua orang tuanya adalah orang yang berbakti kepada keduanya, tidak durhaka, dan tidak menyia-nyiakan hak keduanya, (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Al-Bujairimi juga mengutip pandangan As-Subki yang menyatakan bahwa praktik ziarah demi menunaikan sebuah kewajiban itu setara dengan praktik ziarah ke makam kedua orang tua. Oleh karena itu, ia menyarankan sesulit apapun, sebuah perjalanan ziarah itu harus ditempuh.
“Imam As-Subki mengatakan, ziarah untuk menunaikan kewajiban itu setara dengan menziarahi makam kedua orang tua. Upaya menempuh perjalanan untuk kepentingan ini sangat dianjurkan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban,” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Dalam menerangkan keutamaan ziarah ke makam kedua orang tua di hari Jum’at, Al-Bujairimi mengutip pandangan Ibnu Wasi‘. Ia membawa riwayat yang menyatakan bahwa ahli kubur dapat mengenali siapa peziarah yang mengunjungi mereka di hari Jum’at.
“Ibnu Wasi‘ menziarahi makam-makam pada hari Jum’at. Ia berkata, ‘Sebuah riwayat sampai kepadaku bahwa ahli kubur itu mengetahui orang-orang hidup yang menziarahi mereka di hari Jum’at dan sehari sesudahnya,’” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, hal. 573).
Pelbagai keterangan ini sudah cukup untuk menerangkan keutamaan ziarah ke makam kedua orang tua. Keterangan ini tidak menyarankan orang untuk berbuat durhaka terhadap kedua orang tua, lalu membasuhnya dengan ziarah sepeninggal mereka. Keterangan ini dipahami lebih pada upaya mengejar ketertinggalan atau ikhtiar dalam melanjutkan bakti terhadap kedua orang tua.
Wallahu A‘lam
Sumber: Situs PBNU